Muda mudi berisiko mengalami obesitas karena godaan konsumsi makanan dan minuman yang berkadar gula atau lemak tinggi. Perlu lebih bijak untuk memilih konsumsi dengan kadar gizi yang ideal.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Risiko kegemukan atau obesitas mengintai muda mudi karena pola konsumsi makanan dan minuman yang tidak teratur selama pandemi Covid-19. Hal ini perlu diwaspadai karena potensi komorbiditas dapat memperparah serangan virus penyebab Covid-19.
Pola konsumsi menjadi kecemasan tersendiri karena kecenderungan orang membeli produk makanan dan minuman secara daring. Terutama pada kalangan muda, pembelian kedua produk ini kerap mengabaikan pertimbangan asupan gizi ideal. Kadar konsumsi gula dan lemak menjadi tidak terkontrol sehingga perlahan memicu risiko obesitas.
”Beberapa kasus obesitas belakangan terjadi pada usia muda sekitar 20 tahun. Kemarin pun sempat ada kejadian remaja usia 20 tahun mengalami serangan jantung. Di tengah pandemi begini, generasi muda jangan sapai terjebak pada konsep, ah, penyakit itu hanya datang di usia tua,” ujar dokter dan konsultan gizi Klinik Seruni, Prama Aditya, dalam diskusi virtual oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Selasa (27/10/2020).
Prama mengatakan, risiko obesitas dipicu dua jenis produk, yakni produk dengan kadar gula tinggi dan produk dengan lemak jenuh tinggi. Dalam situasi pandemi, kadang sulit mengontrol kadar gula dan lemak dalam pola konsumsi sehari-hari. Bahkan, beberapa produk yang mengklaim tidak pakai gula tambahan pun belum tentu benar-benar rendah gula.
Begitu pula dalam produk makanan gurih dan asin. Menurut Prama, makanan asin juga bisa meningkatkan gula dalam darah. Kandungan tersebut terutama hadir dalam makanan bertepung. Kandungan serupa juga bisa hadir pada makanan cepat saji yang memiliki lemak jenuh tinggi.
Prama menekankan, orang dengan obesitas rentan terhadap infeksi penyakit dari parasit, bakteri ataupun virus. Di tengah situasi pandemi, fenomena obesitas bisa memperparah kondisi tubuh saat terjangkit Covid-19. ”Saat obesitas, imun tubuh bisa kurang bekerja dengan baik,” tuturnya.
Obesitas juga membebani kerja paru-paru. Hal ini berdampak buruk pada fungsi jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular). Mereka yang mengalami obesitas, meski masih muda dan tidak menunjukkan gejala penyakit degeneratif, perlu mewaspadai penularan virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.
Prama menekankan, risiko obesitas kian mengkhawatirkan karena kemungkinan orang jarang berolahraga selama di rumah. Ia menyarankan agar generasi muda lebih memperhatikan asupan gizi serta tetap berolahraga meski di rumah saja.
Sejumlah kalangan muda mengakui sulitnya mengontrol pola konsumsi selama pandemi. Vella (22), perempuan asal Depok, Jawa Barat, menyebutkan, godaan untuk mengunyah camilan saat sore dan malam hari tidak terhindarkan saat di rumah. Namun, dirinya belakangan lebih banyak mengonsumsi air putih.
”Memang paling sulit menghilangkan kebiasaan makan camilan, terutama kalau lagi enggak ngapa-ngapain. Sekarang aku juga lagi mengurangi makan yang manis-manis kalau malam hari,” ucapnya.
Selebritas Rachel Amanda, yang hadir dalam diskusi virtual hari itu, juga mengakui sulitnya menahan godaan makan dan minum produk dengan kadar gula tinggi. Selama pandemi, dia berupaya mengimbangi hal itu dengan olahraga rutin setiap hari.
Risiko obesitas selama pandemi sebenarnya telah menjadi kajian di sejumlah negara. Survei para peneliti dari Pennington Biomedical Research Center (PBRC), Amerika Serikat, yang dipublikasi dalam jurnal Obesity, menemukan kecenderungan orang bertambah berat badan ketika berdiam di rumah.
Ada 12.000 orang dari 50 negara mengikuti survei tersebut dan 7.754 orang menyelesaikan kuesioner daring secara terperinci. ”Orang dengan obesitas paling banyak meningkatkan pola makan. Mereka juga mengalami penurunan paling tajam dalam kesehatan mental dan insiden kenaikan berat badan tertinggi,” kata Leanne Redman, Associate Executive Director for Scientific Education Pennington Biomedical Research Center, peneliti utama survei tersebut.
Jaga pola konsumsi
Prama menekankan, pola konsumsi makanan dan minuman harus tetap terjaga meski dalam situasi pandemi. Apabila mengacu pada anjuran Kementerian Kesehatan, konsumsi gula per hari adalah 50 gram atau sekitar 5 sendok makan, sedangkan konsumsi lemak sebanyak 67 gram atau setara sekitar 5 sendok makan.
Setiap orang juga mesti mewaspadai penambahan berat badan. Hal itu bisa dilihat dari standar ukuran lingkar perut orang dewasa, yakni 90 sentimeter untuk laki-laki dan 80 sentimeter untuk perempuan.
Deputi Pengawasan Pangan Olahan BPOM Endang Rita menyarankan generasi muda untuk memperhatikan kandungan gizi pada berbagai produk makanan dan minuman kemasan. Dari situ dapat dikenali apakah produk itu sesuai dengan kebutuhan asupan hari ini.