Model busana sering jadi cermin jatidiri perancangnya. Itu terjadi pada karya pemenang Lomba Perancang Mode 2023 yang tampil di Jakarta Fashion Week 2024.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·4 menit baca
Model busana sering jadi cermin jati diri perancangnya. Itu terjadi pada karya pemenang Lomba Perancang Mode 2023 yang tampil di Jakarta Fashion Week 2024, Selasa (24/10/2023). Ada yang bermodel unik, rumit, atau bersahaja, tapi indah.
Lomba Perancang Mode (LPM) adalah kompetisi gagasan Pia Alisjahbana, wartawan dan pendiri Femina Group untuk mencari perancang mode terbaik di Tanah Air. LPM digagas tahun 1979 dan sudah berlangsung 40 tahun.
LPM 2023 diikuti 351 peserta. Sepuluh finalis wajib menunjukkan karya di landas peraga di JFW beberapa waktu lalu. Para juri adalah Aldi Indrajaya (Managing Editor & Fashion Director Dewi Magazine), Lisa Malonda (Founder Atlas Education & Representative Istituto Marangoni di Indonesia), Zoey Rasjid (Head of Marketing Communications Asia Pacific Rayon), perancang mode senior Sebastian Gunawan dan Hian Tjen (alumnus LPM 2007).
Juri menetapkan Lutfiana Rusda, Caroline Devina, Ni Pande Nyoman Ayu Trina Damayanti menjadi juara pertama, kedua, dan ketiga. Sementara Nurfathiyah Mualifah Qalbi menjadi pemenang Asia Pacific Rayon Award.
Karya Lutfiana, biasa dipanggil Lulu, berupa baju terusan, rok, overall, jaket pendek serba hitam dan abu-abu mencuri pandang karena elegan. Koleksi berjudul ”Jati Diri” itu punya keistimewaan yang tak tampak di pergelaran.
Ternyata baju-baju itu multifungsi, bisa diubah menjadi berbagai model. Terusan panjang hitam, misalnya bisa jadi baju dengan draping di salah satu sisi sehingga ada bagian gaun tampak menggantung indah. Bisa juga dibuat terbuka seperti ada belahan panjang di samping.
Bagian bawah overall bisa diserut, membuat tampilannya berbeda. Bagian atas rok denim warna abu-abu juga bisa dibuat agak terbuka di tempat tertentu sesuai kemauan pemilik. ”Jika tak ingin mengubahnya pun tak apa. Baju bisa tetap polos seperti aslinya,” jelas Lulu, Rabu (8/11/2023).
Ternyata rahasia yang membuat bagian terusan, celana atau rok bisa dipendekkan atau diangkat adalah berkat adanya kancing tersembunyi dalam baju. Lulu membungkus kancing itu dengan kain lalu memasangnya di bagian dalam baju dari rayon atau denim itu.
”Idenya karena aku penyuka baju multifungsi yang bisa diganti-ganti modelnya,” tutur Lulu yang sejak SD sudah suka dunia mode, tetapi orangtua ingin ia belajar ilmu lain.
Sebelum menjadi desainer, Lulu yang belajar akuntansi bekerja di bank dan kantor lain lebih dari enam tahun. Ia keluar dari pekerjaan lalu belajar di Sekolah Mode Susan Budihardjo di usia 30 tahun.
Perempuan asal Semarang yang juga penyanyi itu, sebelum ikut LPM untuk kedua kalinya, sudah membuat jenama Project Lulu yang membuat baju buat musisi indie. ”Sebenarnya minder sekali karena pernah kalah di LPM, tapi suamiku minta aku mencoba saja. Begitu menang, aku malah tak menyangka jadi juara,” kata Lulu yang sempat kena tifus saat menyiapkan karyanya.
Keunikan karya Lulu menarik hati juri. Hian Tjen yang ditemui usai pengumuman pemenang menyatakan karya Lulu menarik. ”Menarik sekali, bisa diubah menjadi 3-4 model, bisa ditarik-tarik. Kami memilih pemenang bukan hanya dari karya, tapi juga prospek ke depan,” ujarnya. Lulu memenuhi syarat tersebut.
Dampak kesepian
Kesepian dan kedukaan, yang pernah dialami Caroline Devina (18) di masa pandemi dan awal kuliah di Jakarta, membuatnya bisa mencipta koleksi baju bertajuk ”Why Am I Still Feel Lonely?”. Waktu itu, gadis asal Bandung yang biasa dipanggil Olin, ini, merasa amat kesepian. Teman-teman dekatnya kuliah ke luar negeri dan Covid-19 merenggut nyawa kerabatnya.
Ketika kuliah di Jakarta, ia lagi-lagi kehilangan teman sekelas yang mundur, pindah tempat kuliah. Perasaan kesepian membuat Olin yang siswi Raffles Jakarta Design Institute membuat koleksi indah, anggun walau bersiluet lurus, sederhana. Tali-tali menjurai pada gaun sudah mencerminkan kerumitan pembuatan jadi keunggulan karyanya.
Karya Olin berupa gaun panjang, warna hitam dan putih dengan aksen tali-tali membungkus sebagian tubuh. ”Tali-tali itu mencerminkan aku seperti terjebak, makanya aku buat gambar tangan seperti sedang menarik sesuatu,” kata Olin, Kamis (9/11/2023).
Selain memasang gambar-gambar tangan di bagian depan gaun panjang putih-hitam, ia juga memasangnya di dada dan pangkal tangan para model.
”Pemasangan tali-tali paling rumit karena harus dipasang satu-satu dan model harus bisa memakainya dengan nyaman,” ujar Olin yang sering hanya tidur 3 jam sehari demi koleksinya.
Ia butuh sekitar 10 hari untuk mengerjakan tali yang menjurai indah pada gaun. Sedangkan gambar tangan dibuat dari tulle yang dijahit lalu dipotong untuk ditempel di badan model atau gaun. Kain super tipis membuatnya harus hati-hati saat menjahit dan memotong lalu menjahit lagi pada gaun.
Setelah memenangi LPM, Olin mengaku perasaannya sudah lega. Ia bertekad akan kembali menjadi gadis ekstrover lagi setelah beberapa tahun tiba-tiba menjadi introver akibat duka yang ia alami.
Pada bagian lain, Nyoman Ayu Trina mencipta baju warna biru-putih berjudul ”Paus Pemimpi” yang merupakan representasinya atas dongeng tentang seekor paus yang meraih impian untuk terbang di langit. Efek gradasi warna biru dan teknik draping mewarnai karya tersebut.
Sementara Nurfathiyah tampil dengan baju warna mencolok pink-hijau dengan teknik smock dan ruffle memberi nama koleksinya ”In My Blooming Era”.