Kelezatan dan Aroma Khas Kuliner Tanah Gayo
Hidangan khas Tanah Gayo memang menggoda. Tak hanya lezat dia juga kaya rasa dan juga aroma.
Setelah puas berkeliling menyambangi sejumlah spot tujuan wisata di kawasan Takengon, Aceh Tengah, perut sudah mulai keroncongan. Saatnya menyantap makanan khas Gayo.
Jarum jam sudah menunjukkan saatnya makan siang, Jumat (24/11/2023). Udara dingin kawasan pegunungan seolah mengarahkan pikiran segera ingin mencicipi hidangan khas asli Tanah Gayo. Tentunya dengan sandingan nasi panas yang masih mengepulkan uap.
Kehadiran kami di dataran tinggi Tanah Gayo kali ini untuk meliput Festival Panen Kopi Gayo. Pada penyelenggaraan tahun 2023, festival ini merupakan yang keenam sejak pertama kali digagas. Tahun ini, perwakilan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga ikut hadir.
Seusai mendatangi lokasi festival untuk sekadar melihat persiapan panitia di Desa Paya Tumpi Baru, Aceh Tengah, kami tergoda menyusuri kawasan Danau Laut Tawar yang indah. Pemandangan di sekitar kawasan dataran tinggi serba hijau dan subur di Tanah Gayo ini sangat memanjakan mata.
Bagaimana tidak. Hamparan hijau membentang, sebagian dipenuhi kebun-kebun kopi yang tengah berbuah lebat jelang masa panen. Belum lagi beragam jenis pohon buah, seperti durian, jeruk, dan alpukat, dengan batang setiap pohon tampak digelayuti serangkaian buah yang menunggu siap untuk dipanen.
Hamparan luas permukaan danau dengan airnya yang beriak tenang itu juga menghadirkan sensasi rasa menenangkan tersendiri. Nuansa damai dan nyaman macam begitu tak akan dapat dirasakan jika Anda tinggal di tengah hiruk pikuk kepadatan kota semacam Jakarta.
Ketenangan jiwa seolah semakin bertambah saat sesekali melihat kabut berarak dalam rupa awan tipis. Kabut berbentuk awan tipis putih serupa kapas itu bergerak turun ditiup angin melintasi lereng-lereng terjal dengan barisan pohon kopi. Arak-arakan awan kabut menghilang begitu mencapai permukaan danau.
Seolah tak terlalu ambil pusing, beberapa nelayan tampak hilir mudik di atas perahu masing-masing sambil sibuk memancing atau menebar jala mencari ikan. Danau air tawar ini juga dikenal sebagai endemik jenis ikan air tawar khas setempat, yang oleh warga dinamai ikan depik.
Baca juga: Kopi Gayo Punya Cerita
Jumlahnya selalu banyak bergerombol. Sebagian yang ditangkap dan dijual berukuran panjang masing-masing tak lebih dari 10 sentimeter. Ada pula penjual yang menawarkan ikan depik berukuran besar.
Untuk ikan-ikan kecil, orang di sana biasa mengolahnya menjadi aneka hidangan lezat. Ada yang sekadar digoreng kering atau tepung dan disajikan begitu saja sebagai lauk nasi dan sambal. Namun, ada juga yang memasaknya dengan berbagai macam bumbu sesuai selera, seperti yang coba kami pesan di salah satu restoran tak jauh dari tepian danau.
Menu depik dedah disebut-sebut menjadi salah satu hidangan khas lokal kegemaran masyarakat setempat. Sajian itu pula yang menjadi pilihan pertama lauk yang kami pesan untuk makan siang.
Ke dalam depik dedah, sang juru masak, Elenasary (53), yang juga pemilik rumah makan, memasukkan beberapa macam daun herba. Ada daun kari atau biasa disebut temuru dalam bahasa setempat, daun gegarang, irisan besar daun bawang, dan andaliman.
Seperti juga menu masak dedah, untuk masam jing ini orang bisa menggunakan ikan air tawar jenis lainnya.
Dengan beragam bumbu tadi, masakan ini menghadirkan rasa dan aroma yang unik. Secara umum, rasa yang menonjol asin gurih dan sedikit asam. Rasa asam, antara lain, diperoleh dari tomat jenis cherry yang dimasukkan ketika ikan sudah matang. Sementara aroma khas berasal dari beragam herba.
Masakan Gayo yang menggunakan andaliman menguatkan keyakinan dari sebagian kalangan bahwa ada keterkaitan antara orang Gayo dan Batak. Selama ini, andaliman lebih dikenal sebagai rempah andalan khas suku Batak. Andaliman bahkan kerap disebut merica Batak.
Bentuknya seperti biji merica berwarna hijau dan punya ranting-ranting kecil. Jika sudah tua warnanya menghitam dan memiliki aroma kuat yang unik, mirip jeruk tetapi lembut dan pedas. Saat dimakan, dia meninggalkan sensasi mati rasa di lidah.
Dalam buku Riak di Laut Tawar Tradisi dan Perubahan Sosial di Gayo Aceh Tengah karya peneliti Mukhlis PaEni, disinggung tentang keterkaitan Gayo dan Batak itu. Di masa lalu, tulisnya, sejumlah pengelana asal Karo tiba dan menetap di Tanah Gayo. Orang-orang Cik bermarga Karo itu lantas tinggal di kawasan Bebesen yang kini menjadi nama salah satu kecamatan di Tanah Gayo.
Masam jing
Selain dimasak dedah, Elenasary yang biasa disapa Lena juga menawarkan menu khas Tanah Gayo lain, seperti masam jing alias asam pedas. Namun, untuk pesanan kami berikutnya itu, sang juru masak merekomendasikan untuk menggunakan ikan nila berukuran lebih besar berdaging tebal.
Ikan berdaging tebal dianggap cocok disajikan bersama kuah asam pedas. Daging ikan yang tebal dan melimpah diperlukan untuk berjaga-jaga agar jangan sampai terjadi keadaan di mana kuah dan nasi masih banyak, sementara ikan sudah tersisa tulang belulang saja.
Lagi-lagi dalam menu satu ini sang juru masak juga memasukkan beraneka macam rempah dan daun herba beraroma, yang kembali menciptakan cita rasa unik dan kaya. Selain cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah, juru masak juga menambahkan irisan kecombrang, andaliman, serta daun herba khas Gayo, daun gegarang, yang diyakini berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi.
Daun gegarang biasa dikeringkan terlebih dulu sebelum digunakan. Pada menu masam jing ini ditambahkan irisan daun bawang dan sumber cita rasa asam kuat dari perasan jeruk asam jantar atau juga dikenal sebagai jeruk yuzu.
”Seperti juga menu masak dedah, untuk masam jing ini orang bisa menggunakan ikan air tawar jenis lainnya. Malah ada juga yang lebih suka menggunakan daging ayam, seperti jadi kegemaran mendiang ayah saya,” papar Lena.
Menu masam jing bisa dengan mudah ditemukan sebagai lauk sederhana sehari-hari warga Takengon. Meski demikian, menu ini juga terbilang istimewa, bisa dipastikan harus selalu ada di setiap acara-acara kenduri atau perayaan. Cita rasanya sangat khas, perpaduan rasa asam, pedas, serta aroma wangi dan mirip jeruk.
Pada saat acara makan siang di Festival Panen Kopi Gayo 2023 pun para tamu undangan disuguhi hidangan satu ini, yang terbuat dari bahan daging ikan emas. Sebagai pelengkap juga disajikan sayur labu siam dan sambal tomat.
Baca juga: Warung Kopi, Roda Ekonomi Banda Aceh
Lebih lanjut untuk menu santap yang ketiga pihak rumah makan merekomendasikan sajian khas tradisional Gayo lain, ayam sengeral. Sengeral mengacu pada teknik memasak dan bumbu yang digunakan. Secara sepintas, ayam yang dimasak dengan bumbu dan cara ini memiliki tampilan mirip menu ayam bumbu kuah kari.
Namun, berbeda dengan hidangan kari, ayam sengeral sama sekali tak menggunakan santan kelapa. Rasa kuah yang gurih seperti bersantan tadi justru berasal dari bahan kelapa parut yang digongseng dan bumbu kemiri. Tak lupa pula dimasukkan batang serai, daun salam, dan daun jeruk sebagai pewangi.
Menurut Lena, cara masak seperti itu, tanpa menggunakan santan kelapa, diyakini jauh lebih sehat. Orang Gayo juga lebih menyukai daging ayam kampung ketimbang jenis ayam negeri atau broiler. Daging ayam kampung dianggap jauh lebih gurih dan tak terlalu berlemak. Selain daging ayam, Orang Gayo juga menyukai daging itik atau bebek.
Apa pun yang disajikan, lezat belaka. Jadi, ëntah mangan, ënti këmèl-këmèl! Mari makan jangan malu-malu!