Serunya Mengarungi Perang Takjil di Benhil
Damaria terkesiap. Ayam goreng buruan warga Cikarang tersebut sudah ludes, padahal waktu masih menunjukkan pukul 15.30.
Meski berlokasi di pinggir jalan dengan makanan kaki lima, Bazaar Takjil Ramadhan Benhil di Jakarta tetap diserbu. Pembeli berasak-asak untuk berlalu dengan susah payah di celah sempit hingga kerap bersenggolan. Tak bisa dimungkiri, berburu bukaan favorit justru menjadi sensasi yang mengasyikkan.
Sekitar 1 kilometer sebelum Bazaar Takjil Ramadhan Benhil, Senin (1/4/2024), nyaris sepanjang pinggir jalan sudah dipenuhi macam-macam pedagang takjil. Meja, kios, gerobak, hingga tenda berimpit-impitan dengan dagangan seperti es buah, sosis, dan teh manis.
Kendaraan sudah merayap setidaknya sejak pukul 17.00. Berselang 30 menit, jangan harap pengendara mobil dapat dengan mudah mendapatkan parkir. Lalu lintas tersendat lumayan parah. Bazaar Takjil Ramadhan Benhil yang terletak di depan Markas Kepolisian Subsektor Bendungan Hilir ramai luar biasa.
Takjil tentu sudah sangat identik dengan bazar tersebut meski nasi dan lauk-pauknya juga tersedia. Pastel, risoles, bakwan, dadar gulung, gohyong, lemang, kolak biji salak, putu mayang, dan bubur kampiun sungguh menggugah selera.
Demikian pula dengan es teler, pisang hijau, dan perasan jeruk. Nasi Padang, ayam bakar, dan kerupuk turut menerbitkan liur. Pasar dadakan itu menempati kedua sisi Jalan Bendungan Hilir. Sampai azan bergema, lapak-lapak masih saja diserbu pembeli.
Para pedagang berseru-seru membujuk pengunjung untuk mampir, sementara pengamen ikut mengais rezeki. Penjual lain dengan seenaknya memasukkan baskom-baskom aluminium ke dalam minibus di jalan sempit sehingga memicu kemacetan. Klakson sudah lumrah berkali-kali memekakkan telinga.
Sudah ludes
Damaria Sulistyasari (46) terlihat lega karena ayam goreng Ibu Laminten sudah di tangan. Sehari sebelumnya, ia terkesiap. Warga Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, tersebut mendapati ayam goreng buruannya sudah ludes, padahal waktu masih menunjukkan pukul 15.30.
”Waktu saya datang, penjualnya sudah beres-beres walau maghrib masih lama. Besoknya, saya balik lagi jam 14.00 sudah mulai ramai. Baru kebagian ayamnya,” ucapnya. Damaria membeli ayam seharga Rp 70.000 per ekor dengan bonus sambal dan kremes karena lebih murah daripada sepotong atau Rp 20.000.
Ia juga membeli camilan bukaan seperti risoles, pempek, dan roti gulung. Pengunjung terus mengalir hingga berdesak-desakan demi berburu makanan kecil. Damaria memang tak kehabisan penganan lantaran begitu melimpah, tetapi keramaian dan upayanya sampai balik lagi tak pelak merefleksikan perang takjil.
”Rasanya pengin beli semua. Memang bikin kalap mata gara-gara tampilannya menggiurkan. Esnya menor-menor, mana panas lagi puasa,” katanya sambil tertawa. Ramadhan sebelumnya, pedagang baru bersiap-siap selepas ashar. Makanan yang diincar Damaria juga masih banyak hingga pukul 17.00.
Baca juga: ”War” Takjil yang Meluruhkan Sekat SARA
”Enggak sepadat sekarang. Waktu saya pulang, ramai banget dan macet, tapi tetap seru, sih, mengarungi kerumunan buat ikut takjil war,” tuturnya. Persiapan pedagang tahun ini juga lebih cepat. Bakda Zuhur, mereka sudah berjualan dengan pembayaran semakin modern karena banyak pedagang menggunakan QRIS.
Rita Damayanti (50) turut berjejalan di Bazaar Takjil Ramadhan Benhil. Ikan bakar incaran warga Bendungan Hilir yang dibeli di Sinar Surya itu sudah digenggamnya. Ia juga membeli, antara lain, es pisang hijau, bakwan, dan pastel meski soal rasa sebenarnya tak istimewa.
”Senang ke Bazaar Takjil Ramadhan walau makin sesak. Mungkin tambah hype (meledak) karena takjil war tahun ini,” ujarnya seraya terbahak. Selain praktis, banyak pilihan, dan beberapa makanan hanya bisa ditemukan saat bulan puasa, hitung-hitung Rita membantu pedagang kecil.
Lebih ramai
Siti Nurhayati (50), umpamanya, ikut mengalap berkah Ramadhan dengan menjual sekitar 20 takjil. Ia sudah membuka lapak sejak pukul 14.00 dengan penganan andalannya singkong thailand, pisang ijo, dan manisan kolang-kaling, masing-masing seharga Rp 10.000.
Di meja juga tampak, antara lain, mi goreng, siomai, bihun, dan lumpia seharga Rp 5.000 per porsi. Kolak, tahu, dan risoles pun tersedia. ”Kalau sudah lewat maghrib, saya jual murah saja. Lontong yang harganya Rp 5.000 jadi Rp 2.000,” ucapnya.
Jika semua dagangannya laris, Siti meraih laba sekitar Rp 700.000 per hari. Ia bersyukur Bazaar Takjil Ramadhan Benhil lebih ramai dibandingkan tahun lalu. ”Kira-kira peningkatannya sekitar 10 persen. Waktu puncak pandemi, wah, enggak dapat untung sama sekali,” katanya.
Siti sudah berjualan sejak hari pertama bulan puasa dan berencana melakoninya hingga malam Lebaran. Ia baru mudik setelah shalat Idul Fitri. Warga Bendungan Hilir tersebut sudah mengisi Bazaar Takjil Ramadhan sejak lebih kurang 10 tahun lalu.
”Suami sudah meninggal. Kalau enggak bulan puasa, kebutuhan dicukupi empat anak saya. Kadang, pinjam uang sama teman,” tuturnya. Siti masih tinggal di kontrakan dengan sewa Rp 1,3 juta per bulan. Namun, bukan berarti ia enggan bermurah hati.
Bulan penuh berkah ia isi dengan membagikan kudapannya secara cuma-cuma jika belum laku hingga sekitar pukul 18.30. Siti kemudian berkemas. ”Banyak jemaah yang baru pulang dari masjid saya tawari. Ketimbang mubazir. Saya enggak pernah jualan makanan kemarin,” ujarnya.
Iwan Sah (25) bahkan sudah berjualan sejak pukul 11.00. Ia menyajikan es sop buah, jeruk sunkist, sirsak, mangga, markisa, dan jeruk nipis masing-masing seharga Rp 10.000. Warga Manggarai, Jakarta, itu juga menyuguhkan pempek seharga Rp 20.000 per porsi.
Selepas maghrib, Iwan sudah membereskan wadah-wadah plastiknya. Pempek memang sudah ludes, tetapi ia tak menunggu hingga minumannya habis. ”Sudah sepi. Enggak imbang kalau maksa berjualan terus dibandingkan energi sama pemasukannya,” ucapnya.
Iwan bisa memperoleh pendapatan hingga Rp 5 juta per hari. Jika tidak sedang Ramadhan, ia berjualan di perkantoran-perkantoran. ”Masih di pinggir jalan seputar Bendungan Hilir. Dibandingkan tahun lalu, alhamdulillah, penjualannya naik hampir 10 persen,” katanya.
Baca juga: Berlomba Berburu Takjil, Sinyal Positif Geliat Ekonomi Mikro
Bazaar Takjil Ramadhan Benhil diselenggarakan atas koordinasi RW 001 berikut semua RT yang dilingkupinya, karang taruna, dan PKK. ”Dulu diadakan di Pasar Bendungan Hilir, tapi pindah, misalnya karena persoalan parkir,” ujar Ketua RW 001 Kelurahan Bendungan Hilir Prety Abas.
Sejak tiga tahun lalu, ia dan rekan-rekannya bergotong royong menggelar bazar tersebut. Tahun ini, sekitar 60 penjual dilibatkan. ”Jumlah sebelumnya sama karena luas space (ruang) enggak berubah. Bendungan Hilir sudah dikenal jadi tujuan berburu takjil paling enggak sejak 10 tahun lalu,” tuturnya.
Sejak Pasar Bendungan Hilir berdiri, konsumen sudah membeli makanan kecil untuk berbuka meski tentu masih seadanya. ”Saya enggak tahu kapan pasarnya dibangun. Sejak saya kecil sudah berdiri,” ucap Prety yang berumur 45 tahun itu.