Medan Laga Mafia
Duet aktor laga Hongkong, Donnie Yen dan Andy Lau, menyuguhkan kelamnya dunia mafia era 1960-an lewat film Chasing the Dragon. Sutradara Wong Jing berkolaborasi dengan Jason Kwan meramu kisah, karakter, dan aksi yang menarik tentang perjalanan anak manusia yang tersisih dari kehidupan dan mencoba merebut kembali haknya dengan cara apa pun.
Yen memerankan karakter yang berdasarkan pada sosok nyata, yakni Ng Sek-ho atau dikenal sebagai Ho Cacat, gangster penguasa perdagangan narkoba di Hongkong yang ditakuti. Sementara Lau kembali ke peran lamanya, detektif kepala Lee Rock, dari film seri berjudul sama. Chasing the Dragon juga merupakan daur ulang film lama, To Be Number One (1991).
Meski tak lagi bisa dibilang muda, aksi kedua aktor laga kawakan itu seakan tak surut. Lau (56) dan Yen (54) menjadi sentral cerita melalui persaudaraan dan perseteruan di antara tokoh-tokoh yang mereka mainkan. Lewat koreografi laga yang prima, seperti yang selalu kita saksikan dalam film-film aksi Hongkong dan China, penampilan keduanya masih memukau.
Chasing the Dragon mengisahkan empat imigran ilegal dari China daratan ke Hongkong tahun 1963 yang masih berada di bawah kolonialisme Inggris. Ho membawa tiga saudaranya menyeberang menuju Hongkong. Miskin dan lapar, mereka mencari uang dari berkelahi.
Suatu ketika mereka terlibat dalam perkelahian antargeng yang menuntun pada pertemuan mereka dengan Lee Rock. Dari situ Ho dan saudara-saudaranya terlibat dalam dunia gelap perdagangan narkoba yang menguasai Hongkong ketika itu. Mereka seolah ”membalas dendam” kemiskinan yang telah lama mendera menjadi hidup bergelimang harta.
Jalan yang diambil Ho bukan tanpa risiko. Banyak geng bersaing menjadi penguasa perdagangan narkoba yang paling besar. Mereka memperebutkan wilayah perdagangan narkoba yang paling luas atau strategis. Persaingan antargeng narkoba diperburuk oleh keterlibatan pejabat korup dan polisi Inggris yang brutal.
Kejamnya persaingan itu membuat Ho kehilangan banyak. Yang paling parah adalah cacat pada kakinya yang didapat saat menyelamatkan Lee Rock dari perebutan kekuasaan sebuah geng. Di situlah dia mendapatkan julukan Ho Cacat karena harus berjalan dengan bantuan tongkat.
Dunia kelam itu juga telah mengubah Ho, yang sejatinya adalah orang berhati baik, menjadi seorang yang tak kenal ampun terhadap semua yang menentangnya. Bahkan, dia mulai bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri dan kehilangan kepercayaan terhadap saudara terbaiknya, Lee Rock. Begitu juga sebaliknya, Rock mulai melihat Ho sebagai pembangkang.
Dominan
Sesuai genrenya, film Chasing the Dragon dipenuhi aksi laga yang sangat dominan. Mulai dari perkelahian tangan kosong hingga senjata tumpul, senjata tajam, dan senjata api. Pukulan, tendangan, dan unjuk kekuatan dengan cara apa pun membanjiri sepanjang film berdurasi 128 menit ini.
Harus diakui, koreografi dalam setiap laga memang memanjakan mata bagi penggemarnya. Adegan satu lawan satu, satu lawan banyak, hingga kelompok lawan kelompok menjadi keunggulan mutlak film ini. Konsekuensinya adalah melihat banyak bagian tubuh terluka, berdarah, tertembak dengan detail dan jelas.
Kekejaman para mafia dieksploitasi dengan sangat jelas. Sadis, brutal, tetapi sekaligus membeberkan keindahan olah tubuh menjadi paradoks yang menarik. Tak jarang, drama memilukan melengkapi dinamika dunia mafia yang sudah keras itu. Film ini diberi rating 17 tahun ke atas karena banyaknya adegan kekerasan di dalamnya.
Selain koreografi laga, pujian patut disematkan kepada dua tokohnya. Yen dan Lau mampu membawakan karakternya yang berkembang sedemikian rupa dengan sangat baik. Film ini merupakan kolaborasi pertama dua aktor tersebut di layar lebar. Telah diketahui bahwa tokoh mereka sebenarnya orang baik yang kemudian menjadi orang jahat, tetapi tetap dipandang sebagai pahlawan.
Tak mengherankan karena Lau dikenal sebagai salah seorang aktor Hongkong paling sukses sejak pertengahan tahun 1980-an. Dia telah membintangi lebih dari 160 film berbagai genre. Demikian pula Yen yang dianggap sebagai salah satu bintang aksi top Hongkong. Yen, yang dikenal lewat film Ip Man, menguasai banyak seni bela diri, dari wushu, wing chun, karate, muay thai, judo, gulat, hingga taekwondo.
Sutradara Wong Jing dikenal sebagai salah satu pembuat film paling berbakat, sekaligus kontroversial, di Hongkong. Banyak film besutannya menjadi film box office meski tak sedikit pula caci maki dilayangkan kepadanya karena sering membuat film thriller erotik. Lewat Chasing the Dragon, Wong dinilai telah kembali pada karya terbaiknya meski masih ada hal-hal yang tidak konsisten di dalam alur filmnya.
Chasing the Dragon pada akhirnya tidak menghakimi apa yang sebenarnya baik atau buruk dalam diri seseorang. Para tokohnya semata menjalani hal yang diyakini benar untuk dilakukan atau diperjuangkan dalam hidupnya.