Bintang-bintang yang Bersinar
Duo asal Yogyakarta, Stars and Rabbit, yang terdiri dari Elda Suryani dan Adi Widodo mencuri hati pecinta musik sejak tahun 2011. Duo unik yang menyebut genre musik mereka imaginary pop ini populer lewat musik mereka yang unik, relatif baru di peta musik di Tanah Air, dengan karakter vokal Elda yang khas.
Aksi panggung yang nyeleneh, dengan Elda yang memilih tak menggunakan alas kaki setiap kali tampil agar bisa leluasa bergerak, menambah daya tarik duo ini. Di jajaran band-band indie, nama Stars and Rabbit adalah salah satu yang mencuri perhatian.
Popularitas Stars and Rabit makin meroket setelah mereka melempar album pertama di tahun 2015, Constellation. Tahun 2016, Stars and Rabbit sukses menggelar rangkaian tur konser bertajuk ”Baby Eyes UK Tour” di Inggris juga Wales. Stars and Rabbit juga menjadi perwakilan pertama dari Indonesia yang tampil di festival musik bergengsi di Singapura, Laneway Festival.
Di Tanah Air, mereka juga wara-wiri di berbagai panggung. Jadwal tampil mereka padat. November tahun lalu, misalnya, mereka manggung hingga 12 kali mulai dari Bandung hingga Pekanbaru.
Pada Januari ini, Stars and Rabbit juga telah memiliki jadwal manggung di tiga kota, yaitu Malang, Bandung, dan Makassar. Di situs starsrabbit.com tertulis, jadwal mereka tahun ini sudah terisi hingga 5 Mei.
Setiap kali tampil, Stars and Rabbit selalu mendapat sambutan baik. Penonton menantikan kehadiran mereka dan saat mereka tampil di panggung, penonton hafal setiap larik lirik-lirik lagu yang dibawakan Stars and Rabbit. Seperti ”Catch Me”, ”Not Another Man Sad Sigh”, ”The House”, dan ”Man Upon The Hill”.
Musisi Yovie Widianto memuji Stars and Rabbit sebagai duo yang memiliki masa depan cerah. Keduanya menawarkan musik yang berkualitas, otentik, dan sarat kreativitas. ”Bagus banget, ya, menurut saya. Senang, musisi muda Indonesia bisa menampilkan karya-karya berkualitas seperti itu,” ujar Yovie.
Menemukan pendengar
Tak hanya Stars and Rabbit, duo Stella Garet dan Reney Karamoy yang membentuk Scaller juga turut mengguncang panggung musik di Tanah Air. Scaller, dengan musik progressive rock yang mereka usung, ibarat mengisi kekosongan dalam genre musik rock di negeri ini. Tak pelak bila Scaller segera mendapat tempat di hati pecinta musik.
Setelah merilis mini album The Youth pada 2015, disusul debut album Senses di 2017, langkah Scaller tak terbendung. Pada 2016 lalu, dalam setahun, mereka tampil di 30 panggung. Pada 2017, mereka terus berkibar, tampil di sejumlah panggung bergengsi, seperti Synchronize Festival hingga Soundrenaline.
Lagu-lagu seperti ”Live and Do”, ”Senses”, ”Move In Silence”, dan ”The Youth” disambut baik pecinta musik dengan antusias. Menjadikan Scaller sebagai salah satu band yang ditunggu.
”Kami bersyukur bahwa musik kami sudah menemukan pendengarnya. Namun, ada banyak sekali hal yang masih ingin capai, semoga tahun 2018 ini menjadi tahun yang lebih produktif,” kata Stella,” Sabtu (6/1).
Saat menjejakkan kaki ke dunia musik, baik Stella maupun Reney sepakat, landasan bermusik mereka adalah berkarya dengan sepenuh hati, didukung produksi sebaik mungkin. Karya yang mereka tawarkan juga merupakan karya yang sepenuhnya mereka percaya dapat menemukan pendengarnya.
”Perjalanan musik kami tentunya tidak sepenuhnya mulus. Pada 2012 kami membentuk Scaller, 2013 kami merilis mini album, tetapi kami masih kesulitan mendapatkan panggung. Pada 2014 kami juga sempat terbilang vakum karena Reney harus menyelesaikan studi di Australia,” ujar Stella.
Pada 2015 Stella dan Reney memulai semua dari awal dan merilis ”The Youth”. Mereka berusaha memperkenalkan lagu tersebut di kanal digital yang terbilang gratis pada saat itu.
”Dari situ kami mendapatkan respons yang sangat baik. Namun, hal itu tidak cukup, kami harus mempelajari bagaimana cara memasarkan karya kami, membangun tim manajemen sendiri sehingga Scaller memiliki sustainability yang panjang,” kata Reney.
Saat ini, Scaller tengah mempersiapkan album baru dan telah memasuki proses penulisan lagu. ”Untuk gambarannya seperti apa masih terlalu dini untuk dideskripsikan. Namun, kami ingin album ini melibatkan lebih banyak orang baru,” kata Reney.
Baik Stella maupun Reney optimistis, musik Indonesia memberi sinyal cerah dari segi musikalitas. Keduanya sepakat bahwa konsistensi untuk selalu produktif adalah hal yang baik untuk selalu berada dalam radar.
”Kami beruntung selalu berada di halaman yang sama dengan semangat yang sama. Kami melihat band ini pun bukan sebagai project senang-senang, kami sangat memprioritaskan keseriusan kami dalam band ini karena berkarya di Scaller membuat kami merasa lebih hidup. Untuk hubungan personal, kami selalu mencoba untuk mengatasinya dengan baik. Hal baiknya, kami memiliki waktu bersama yang banyak untuk hal produktif dalam berkarya,” ujar Stella yang tak lain adalah pasangan hidup Reney.
Harus produktif
Dari kelompok solo, ada Danilla Riyadi yang baru saja merilis album Lintasan Waktu. Ini adalah album kedua setelah Telisik yang dirilis pada 2014.
Sejak kemunculannya, penyanyi bervokal khas, lembut dan dalam, dan mengusung lagu-lagu yang tersimak mendayu-dayu ini dengan cepat menarik perhatian pecinta musik Tanah Air. Lirik-lirik lagunya yang kontemplatif dan puitis itu, diramu dengan cerdas dari beragam emosi, seperti kegalauan, ketakutan, kesedihan, dan depresi dalam menapaki perjalanan hidup.
Lagu-lagunya didominasi irama bertempo lambat, lembut mendayu-dayu. Kadang tersimak dalam, gelap dan depresif. Sosoknya yang apa adanya, Danilla kerap tampil tanpa riasan, juga menjadi daya tarik tersendiri.
”Pencapaian ini tak terduga sekali. Album Lintasan Waktu rilis aja sudah pencapaian sebetulnya, ditambah bonus apresiasi yang luar biasa dari negeri sendiri,” ujar Danilla mengomentari posisinya saat ini di dunia musik.
Saat masuk ke dunia musik, Danilla mengaku tak punya prediksi apa-apa. Baginya, menyanyi dan main musik saja pokoknya. ”Waktu itu emang lagi mau buat karya yang begitu warnanya. Melihat pasar itu pasti, tetapi bukan berarti bikin karyanya berdasarkan itu. Jadi, kita sebagai seniman hanya bisa membuat karya yang jujur dan tulus ingin dibuat saja,” katanya.
Masa sulit pun dilalui Danilla. Masa-masa di mana panggungnya amat sedikit dan ketika ada pun tak ada penonton yang mendengar. ”Dari diri pribadi juga dari yang bingung mau ngomong apa di panggung, sampai akhirnya luwes berbicara. Ada masa juga mau nyerah saja di musik, tetapi semesta berkata lain. Jadi, di musik memang penuh kejutan, alurnya selalu menarik,” ujar Danilla yang dalam waktu dekat berencana akan merilis singel.
Dia memprediksi, masa depan musik akan cerah. Dia yakin, semua akan kebagian masanya. ”Perihal strategi, sih, saya buat karya terus aja, baik itu untuk tidak atau sedang ada di atas. Itu seperti sudah menjadi tugas dan kegemaran saya dan kawan-kawan musisi lainnya juga untuk selalu main musik dan buat karya. Jadi, harus produktif,” katanya.
Dunia digital, kata Danilla, juga membantu para musisi dan pendengar agar lebih mudah saling mengakses sebuah karya. Dengan demikian, musisi juga harus melek teknologi, karena era pasti selalu berubah. Tentu juga terus melahirkan bintang-bintang baru.