Yon Koeswoyo dan Sandyakalaning ”Penyanyi Tua”
Lagu ”Kembali ke Jakarta”, ”Manis dan Sayang”, dan ”Cintamu Tlah Berlalu” terdengar setiap saat di radi-radio pada tahun 1971. Lagu ciptaan Tony Koeswoyo itu termuat di album Koes Plus Volume I berjudul Dheg-Dheg Plas yang dilantunkan suara Yon Koeswoyo. Itulah awal popularitas Koes Plus.
Kemudian menyusul album berikutnya sampai sekitar 5 tahun berikutnya. Setiap tahun dalam kurun waktu tersebut, pada setiap albumnya Koes Plus menghasilkan hits alias lagu kondang. Volume 2, Koes Plus melempar lagu kondang antara lain ”Hidup Yang Sepi”, ”Andaikan Kau Datang”, dan ”Kisah Sedih di Hari Minggu”. Lagu-lagu tersebut melibatkan suara Yon sebagai vokalis utama. Begitu seterusnya hingga Volume 13 plus puluhan album lain. Termasuk lagu ”Bunga di Tepi Jalan” karya Yon
Sukses album pertama Koes Plus menjadi gerbong yang menarik album-album dari band lain dalam industri musik awal era 1970-an. Album tersebut juga mengawali era band di peta industri musik. Menyusul Koes Plus kemudian muncul popularitas lagu-lagu dari Panjaitan Bersaudara atau Panbers, The Mercy’s, Favourites Group, Trio Bimbo, D’Lloyd’s, Freedom of Rhapsodia, The Rollies.
Band-band dari berbagai daerah pun bermunculan. Tersebutlah antara lain Aka, The Gembels, dan De Hands dari Surabaya; Scorlees, Yap Brothers, Ternchem (Solo); Fanny’s (Semarang), Golden Wings (Palembang), Equator’s Child (Pontianak), Rhythm Kings, Great Sessions (Medan).
Era kreatif mereka telah lewat. Satu persatu tokohnya telah tiada. Koes Plus sendiri kehilangan Tonny Koeswoyo yang meninggal dalam usia 51 tahun pada 1987. Kemudian Murry pada 2014. Benny Panjaitan pendiri Panbers meninggal pada Oktober 2017. Sebelumnya, pada tahun yang sama Baartje Van Houten, gitaris D’Lloyd’s.
Tokoh lain lebih dulu tiada, termasuk A Riyanto, dedengkot Favourites Group meninggal pada 1994 dalam usia 51 tahun. Rinto Harahap dari The Mercy’s meninggal pada Februari 2015. Jauh sebelumnya pada 2001, vokalis The Mercy’s, Charles Hutagalung, telah pergi. Ucok Harahap dari Aka wafat pada 2009.
Masa kreatif
Di antara band-band tersebut, Koes Plus boleh dibilang mempunyai masa kreatif relatif panjang. Lagu-lagunya masih banyak digemari sampai hari ini. Jika dihitung sejak era Koes Bersaudara tahun 1962, hingga katakanlah tahun 1977 sebagai tahun produktifnya, maka masa kreatif terentang sampai 16 tahun. Diperkirakan mereka menghasilkan sekitar 100 lagu kondang.
Mereka cerdas membaca tren musik dunia pada zamannya yang melanda negeri ini. Koes Bersaudara pada saat dibentuk berorientasi pada duet Everly Brothers dan Kalin Twins. Itu mengapa mereka menonjolkan formasi vokal duet Yon dan Yok. Ingat lagu seperti ”Telaga Sunyi”, atau ”Bis Sekolah”. Lagu ”Dara Manisku" terasa bersuasana ”Lucille”-nya Everly Brothers, terutama pada progresi chord-nya.
Tidak lama setelah gaya Everly Brothers itu, jagat musik dilanda Beatles, dan kemudian Rolling Stones, serta belakangan lagi muncul Bee Gees. Koes Bersaudara pun cepat tanggap, dan mengubah orientasi musiknya sesuai fenomena baru belantika musik saat itu. Album I’m In Jail dan To The So Called The Guilties sudah tidak menyisakan jejak Everly Brothers. Vokal sudah tidak harus duet, Tonny Koeswoyo mulai unjuk suara gaya rock n roll, dengan lagu berbahasa Inggris pula. Mereka tidak meniru, tetapi terpengaruh gaya. Simak lagu ”Apa Saja” yang rasa-rasa musiknya lebih ke Rolling Stones.
Ketika berubah menjadi Koes Plus, seturut dengan mundurnya Nomo Koeswoyo dan masuknya Murry sebagai drummer, pengaruh Rolling Stones, Beatles, dan Bee Gees itu masih terasa. Bagian awal lagu ”Kelelawar”, misalnya, pola drumnya mirip pada lagu ”(I Can’t Get No) Satisfaction”, sedangkan permainan gitarnya mirip riff pada lagu ”Jumpin’ Jack Flash”-nya Rolling Stones.
Lagu ”Kembali ke Jakarta” judulnya mengingatkan pada lirik lagu Bee Gees, ”Massachusetts”. Simak lirik awal ”Feel I’m goin back to Massachusetts/Somethings telling me I must go home." Perhatikan pula intro ”Kembali ke Jakarta” yang mengingatkan pada pula orkestrasi pada lagu ”Massachusetts”. Pada album khusus berbahasa Inggris ”Another Song For You” ada rasa Beatles pada lagu seperti ”Mr Time” yang mengingatkan pada lagu ”Mr Moonlight” yang dipopulerkan Beatles. Sekali lagi Koes Plus tidak meniru, tetapi secara kreatif mengolah pengaruh jadi lagu mereka sendiri.
Daya cipta Koes Plus dalam meladeni tuntutan industri bisa dibilang sangat responsif dan kreatif. Di luar album yang katakanlah mainstream, Koes Plus juga bisa menjual lagu yang oleh pelaku industri disebut sebagai Pop Melayu, Pop Jawa, Pop Keroncong, Pop Anak-Anak, Pop Kasidah, serta satu album khusus berbahasa Inggris.
Di luar masa kreatif itu era 1960-1970-an, Koes Bersaudara/ Koes Plus—dengan embel-embel nama lain—tetap bertahan hingga era 2010-an, sebuah daya hidup yang luar biasa. Yon Koeswoyo, pada usia 70-an tahun masih penuh semangat di panggung. Persis seperti lagu yang pernah ia nyanyikan, ”Penyanyi Tua”.
Dan, persis yang ia sebut dalam lagu itu, lagu Koes adalah lagu sederhana, tetapi terdengar di mana-mana, dan anehnya (sampai hari ini) banyak penggemarnya.... (Frans Sartono)