logo Kompas.id
HiburanMenanti Penjelajahan Baru...
Iklan

Menanti Penjelajahan Baru AriReda

Oleh
· 5 menit baca

Sejak mulai melagukan puisi lebih dari 30 tahun lalu, duo Ari Malibu dan Reda Gaudiamo identik dengan sajak-sajak Sapardi Djoko Damono. Namun, AriReda sebenarnya tak pernah berhenti pada Sapardi. Setelah mengeluarkan album musikalisasi sajak Goenawan Mohamad tahun lalu, kini AriReda menyiapkan album yang berisi musikalisasi puisi karya sejumlah penyair lintas generasi, dari Chairil Anwar, Joko Pinurbo, hingga Aan Mansyur.Isyarat akan adanya album baru itu muncul dalam penampilan AriReda di Institut Français d\'Indonesie (IFI) Jakarta, Sabtu (27/1) malam. Pentas malam itu sebenarnya merupakan bagian dari pertunjukan musik rutin bertajuk "Supersonik" yang digelar atas kerja sama IFI dan Seri Bermain di Cikini. Namun, AriReda dengan cerdik memanfaatkan momen itu untuk mengenalkan rencana peluncuran album baru mereka.Seperti banyak penampilan AriReda sebelumnya, pentas di IFI Jakarta berlangsung dengan amat sederhana. Di panggung yang tak terlalu luas itu, Ari dan Reda duduk bersebelahan dengan format yang tak berubah sejak dulu: Reda berada di sisi kiri apabila dilihat dari bangku penonton, sementara Ari duduk memangku gitar akustik. Di depan mereka terdapat berlembar-lembar kertas berisi puisi yang akan mereka nyanyikan.Kebersahajaan panggung dilengkapi dengan layar putih yang berada di belakang AriReda. Sepanjang pertunjukan, layar tersebut tetap saja putih, tak berganti warna dan menampilkan gambar atau efek apa pun. Kesederhanaan makin paripurna saat Reda meminta penata cahaya menghilangkan cahaya aneka warna yang menyala di panggung dan menampilkan cahaya putih saja.Pentas AriReda malam itu terbagi ke dalam dua sesi yang diselingi jeda istirahat selama 15 menit. Setiap sesi direncanakan berlangsung dalam waktu 45 menit, tetapi sesi kedua akhirnya molor menjadi sekitar 1 jam. Pada sesi pertama, AriReda memainkan sembilan lagu yang hampir semuanya berasal dari puisi Sapardi Djoko Damono.Pertunjukan dimulai dengan "Kartu Pos Bergambar Jembatan Golden Gate San Fransisco" karya Sapardi yang masuk dalam album Becoming Dew. Suara Reda yang tinggi dan bening serta petikan gitar Ari yang jernih dan tenang berhasil menghidupkan sajak yang hanya berisi rangkaian citraan, seperti "kabut yang likang", "gerimis pada tiang-tiang jembatan", dan "matahari yang menggeliat".Sesudah itu, AriReda berturut-turut melantunkan lima puisi Sapardi, dimulai dengan "Nokturno" yang tenang, "Bunga-bunga di Halaman" yang mendayu dengan melodi yang lebih berwarna, serta "Kuhentikan Hujan" yang begitu nglangut. Setelahnya, penonton menikmati "Sonnet: X" dalam versi bahasa Inggris, disusul dengan sajak pendek Sapardi bertajuk "Lanskap". "Puisi \'Sonnet: X\' ini adalah puisi pertama yang digubah jadi lagu oleh Ari," kata Reda.Setelah rangkaian puisi Sapardi, AriReda memainkan dua sajak Goenawan Mohamad, yakni "Senja Pun Jadi Kecil, Kota Pun Jadi Putih", serta "Kwatrin Musim Gugur (IV)" yang masuk dalam album Suara dari Jauh. Namun, sesudah selingan singkat ke puisi Goenawan, AriReda kembali kepada Sapardi melalui salah satu puisinya yang paling terkenal, "Hujan Bulan Juni", sekaligus menutup sesi pertama pertunjukan.Pada sesi kedua, AriReda menyanyikan 14 lagu yang masih didominasi sajak-sajak Sapardi. Sesi ini diawali dengan "Don\'t Tell Me" yang merupakan terjemahan sajak Sapardi berjudul "Jangan Ceritakan", lalu diakhiri dengan puisi Sapardi yang paling dikenal secara luas, "Aku Ingin". Di antara lagu-lagu itu, ada "Berjaga Padamukah Lampu-lampu Ini Cintaku" dan "Sajak Cinta" karya Goenawan Mohamad serta "Gadis Peminta-minta karya Toto Sudarto Bachtiar. Album baruAri Malibu dan Reda Gaudiamo mulai bermain musik bersama tahun 1982 dengan menyanyikan lagu-lagu folk dan balada. Pada 1987, keduanya mulai memainkan musikalisasi puisi.Sampai saat ini AriReda telah merilis tiga album, yakni Becoming Dew (2007), AriReda Menyanyikan Puisi (2015), dan Suara dari Jauh (2017). Becoming Dew berisi musikalisasi puisi Sapardi, Suara dari Jauh berisi puisi-puisi Goenawan Mohamad, sementara AriReda Menyanyikan Puisi berisi musikalisasi puisi karya beberapa penyair, misalnya Amir Hamzah, Toto Sudarto Bachtiar, Abdul Hadi WM, juga Sapardi dan Goenawan.Dalam perbincangan dengan Kompas sesaat sebelum pentas di IFI Jakarta, Ari dan Reda bercerita tengah menyiapkan materi album baru mereka yang akan diluncurkan pada Maret mendatang. Namun, hingga sekarang Ari dan Reda belum memutuskan konsep dan lagu-lagu yang akan masuk dalam album keempat mereka itu.Saat ini, menurut Reda, ada dua pilihan materi untuk album keempat itu. Pilihan pertama adalah menampilkan musikalisasi dari sejumlah penyair berbeda, misalnya Amir Hamzah, Abdul Hadi WM, Chairil Anwar, Wing Kardjo, Joko Pinurbo, dan Aan Mansyur. Pada kumpulan ini, juga akan ada musikalisasi puisi karya pakar hukum Todung Mulya Lubis. Adapun pilihan kedua adalah menghadirkan puisi Sapardi yang belum masuk dalam album AriReda sebelumnya."Kami masih bingung yang mana yang akan dipilih untuk album berikutnya karena dua materi yang berbeda itu sudah selesai direkam semua," kata Reda.Dalam pertunjukan di IFI Jakarta, AriReda sempat memainkan dua lagu baru mereka, yakni "Doa" karya Chairil Anwar dan "Ranjang" karya Todung Mulya Lubis. Dalam dua lagu itu, yang terasa lumayan berbeda adalah vokal Ari yang cukup dominan. Bahkan, pada "Doa", suara Reda-yang biasanya menjadi vokal utama-kebanyakan hanya hadir sebagai latar belakang dan penyeimbang.Puisi lirikLagu-lagu baru dari sejumlah penyair berbeda itu boleh jadi menandai sebuah penjelajahan baru yang tengah diupayakan oleh AriReda agar tidak melulu terikat kepada Sapardi dan Goenawan. Akan tetapi, dilihat dari puisi yang mereka pilih untuk dilagukan, tampaknya AriReda masih bersetia memusikalisasi puisi-puisi yang kerap dikategorikan sebagai puisi lirik.Di Indonesia, puisi lirik kerap ditandai dengan sejumlah ciri, antara lain mengedepankan personalitas dan mementingkan bunyi. Seperti kita tahu, dua penyair yang puisinya kerap dimainkan AriReda, yakni Sapardi dan Goenawan, adalah penyair yang dianggap sangat berperan membesarkan tradisi puisi lirik di Indonesia.Boleh jadi, pilihan bersetia pada puisi lirik tersebut bertujuan untuk mempertahankan ciri khas AriReda yang sudah terbangun selama ini. Apalagi, melagukan puisi nonlirik dengan gaya AriReda barangkali memang akan sulit. Namun, bukankah tetap sah jika kita memiliki angan-angan bahwa duo ini suatu saat akan memusikalisasi puisi nonlirik, misalnya sajak-sajak balada WS Rendra, puisi mantra Sutardji Calzoum Bachri, atau puisi-puisi gelap Afrizal Malna?(Haris Firdaus)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000