Pada suatu masa, Advent Bangun dan Barry Prima menjadi dua sosok yang mendominasi film-film laga Indonesia. Pada era 1970-an hingga awal 1990-an, ketika film nasional berjaya, Advent Bangun muncul di banyak film. Selama kariernya sebagai aktor laga, tak kurang dari 53 film dia bintangi. Advent merupakan ikon akting laga tanpa pura-pura.
Advent Bangun, yang belakangan memilih menjadi pendeta dengan nama Yohanes Thomas Advent Bangun, meninggal dunia pada Sabtu (10/2) dini hari di RSUP Fatmawati pada usia 65 tahun. Sejak sepuluh bulan lalu, dia dikabarkan mengidap penyakit gula yang antara lain mengakibatkan gagal ginjal.
Sosok Advent Bangun mengajarkan banyak hal tentang kehidupan, terutama tentang kegigihan dan kelemahlembutan. Ketika belia, dia mengalami beberapa peristiwa traumatis. Peristiwa itu mendorong Advent bertekad belajar bela diri secara tekun dan keras. Dia melipatgandakan porsi latihannya dibanding para karateka lain. Lewat karate, dia ingin bisa melindungi diri. Ketekunan ini membentuk pria tinggi dan tegap ini menjadi karateka andal. Berulang kali dia menjadi juara di ajang karate nasional, bahkan internasional.
Pada Pekan Olahraga Nasional VIII 1973, Advent Bangun menjadi karateka peraih medali emas. Setahun kemudian, dia menjadi juara karate DKI Jaya. Gelar itu dia pertahankan hingga 12 tahun.
Aktor laga
Kemahirannya melumpuhkan para karateka menarik para pembuat film untuk mengajaknya menjadi aktor laga. Tampang Advent yang keras nyaris tak pernah tersenyum, serta postur tubuhnya yang tinggi tegap dirasa cocok untuk memainkan karakter-karakter antagonis. Film Rajawali Sakti tahun 1976 menjadi debut Advent di layar lebar sembari mengembangkan kariernya sebagai karateka.
Dalam film ini, Advent menjadi pemeran pembantu dan beradu akting dengan Johny Kokong dan Septia Rini, yang juga karateka Dan I dan Dan II. Beberapa karateka lain juga terlibat dalam film tersebut. Akting Advent Bangun terlihat natural dan meyakinkan. Dia tak pernah pura-pura dalam memainkan jurus-jurus silat atau karate karena memang menguasainya. Gerakan-gerakannya saat memasang kuda-kuda, memukul, ataupun menendang begitu nyata. Ini menjadi daya tarik Advent.
Advent kerap menjadi tokoh antagonis, beradu akting dengan tokoh protagonis Barry Prima. Ini, misalnya, bisa disimak dalam film Si Buta Lawan Jaka Sembung tahun 1983 atau Siluman Srigala Putih tahun 1987. Hanya dalam beberapa film Advent berperan sebagai tokoh protagonis. Sebutlah Satria Bambu Kuning yang menunjukkan totalitas Advent dalam aksi laga.
Sebagai karateka, itu menjadikan Advent muncul sebagai aktor laga yang penuh perhitungan. Dia tidak pernah mencederai lawan mainnya dalam baku hamtam saat shooting. Meskipun demikian, pukulan-pukulannya tetap bertenaga. ”Pukulannya selalu berjarak sekitar satu sentimeter. Berbeda dengan pemain lain yang sering membuat lawan mainnya babak belur,” kata Yan Wijaya (65), wartawan film, aktor, yang juga rekan Advent sejak masih sama-sama lajang.
Meskipun tampak galak, Advent sebenarnya pribadi yang hangat dan lembut. Dia juga sederhana. Yan kerap diajak Advent menonton film di bioskop di Grand Theater, Senen, Jakarta.
Putus cinta
Untuk urusan perempuan, Advent terbilang meniti jalan terjal. Berulang kali dia gagal menjalin cinta. Sebagaimana diberitakan Kompas pada 30 Oktober 1980, kala itu Advent mengaku tiga kali putus cinta. Akhirnya dia menikah dengan seorang gadis Karo.
Meskipun terkenal dan banyak penggemar, Advent termasuk sosok yang tidak mudah tergoda perempuan. Padahal, kala itu, mudah sekali bagi seorang aktor untuk ”tidur” dengan perempuan lain. ”Dia tidak mau mengidap penyakit seks menular,” kata Yan.
Kepada Yan, Advent mengungkapkan bahwa dia memiliki saudara seorang dokter. Saudaranya itu meperlihatkan foto-foto orang yang terkena penyakit menular seksual (PMS), seperti sipilis dan gonorrhea. Foto-foto tadi membuat Advent menjaga diri untuk tidak sembarangan berhubungan seksual.
Ketika film Tanah Air lesu, perekonomian Advent sempat limbung. Hingga, dia menerima tawaran menjadi penyanyi dangdut dengan bayaran belasan ribu rupiah sampai jutaan rupiah. Sisa-sisa pesonanya sebagai aktor laga masih mampu menopang ketenarannya sehingga kerap diundang menyanyi.
Tahun 2001 menjadi tonggak baru dalam hidup Advent. Dia memilih menjadi pendeta. Hingga sepuluh bulan lalu, penyakit gula menggerogotinya dan Advent meninggal pada Sabtu dini hari. Dari Advent, kita bisa belajar akting laga yang tak pura- pura. (M HILMI FAIQ)