Catatan Perjalanan dalam Wajah
Karya-karya dalam pameran bertajuk ”Remembering” merupakan kumpulan kenangan perjalanan pelukis kontemporer Antonius Kho ke sejumlah negara Asia dan Afrika. Mendengar kata perjalanan, pikiran langsung membayangkan akan menyaksikan lukisan keindahan alam dari kedua benua itu. Jika bayangan kita sama, bersiaplah dibuat terkejut oleh tatapan-tatapan mata dalam kanvas saat memasuki galeri!
Deretan-deretan kanvas yang telah terbingkai rapi ”dihuni” oleh wajah-wajah yang seketika menarik perhatian pengunjung. Sebagian wajah dalam kanvas terang-terangan menatap tajam pengunjung yang berdiri di hadapannya.
Sementara sejumlah obyek wajah lainnya melempar godaan kepada pengunjung dengan lirikan matanya, seolah mengundang pengunjung mampir menikmati kombinasi warna lembut hasil goresan tangan Antonius.
”Undangan” tersebut pun ampuh menghipnosis pengunjung hingga terbuai melakukan perjalanan menjelajahi sebanyak 25 karya yang dipamerkan di galeri House of Sampoerna, Surabaya. Pameran tunggal itu diselenggarakan mulai 3 Februari sampai 3 Maret 2018.
Antonius adalah pelukis kontemporer kelahiran Klaten, Jawa Tengah, yang sudah menyelenggarakan puluhan pameran tunggal sejak 1984. Tak hanya di dalam negeri, karya-karyanya kerap terpampang di sejumlah galeri luar negeri, seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Perancis.
Kekayaan pengalaman itu membuatnya rutin diundang dalam program pertukaran seni budaya di Asia dan Afrika sejak 2006. Tak hanya itu, ia pun aktif terlibat dalam sejumlah festival kesenian di luar negeri. Dalam setiap perjalanannya, ia selalu menyempatkan mampir ke pusat wisata dan sejumlah lokasi lainnya.
Buku sketsa, pensil, dan pulpen gambar merupakan benda yang selalu dibawa Antonius dalam kunjungannya ke berbagai belahan dunia. Menurut dia, setiap negara memiliki manusia dengan wajah yang menarik untuk diamati. ”Tanpa perlu berinteraksi langsung, saya bisa melihat karakter-karakter manusia dari suatu negara,” ujarnya, Jumat (2/2).
Keberagaman wajah dalam setiap negara itulah yang menggerakkan hatinya untuk mengabadikan beberapa kontur wajah dalam buku sketsanya. Negara-negara yang telah ia sambangi di antaranya Kamboja, India, Vietnam, dan Madagaskar. Dalam satu negara, ia bisa menggambar sketsa hingga sekitar 30 wajah. Hingga saat ini, lebih dari 500 sketsa wajah tersimpan rapi di bukunya.
Menghidupkan sketsa
Setelah sepuluh tahun diendapkan dalam buku sketsanya, Antonius baru terinspirasi menghidupkan sketsa itu dalam karya lukis kontemporer mulai 2016 hingga awal 2018. Karya lukis yang dituangkan dalam pameran kali ini merupakan bentuk refleksi dari renungan serta kenangan mengenai catatan perjalanan Antonius.
Kekuatan karyanya bertumpu pada penggunaan warna lembut, seperti jingga, putih, coklat, dan hijau muda yang dihasilkan dari kombinasi pewarna akrilik, pastel, dan pensil warna. Karakter kuat dari karyanya juga terlihat dari visualisasi bentuk wajah dengan mimik yang terkesan unik.
Bagi Antonius, wajah-wajah itu merupakan wujud dari beragamnya karakter orang-orang yang dia jumpai di setiap perjalanannya ke sejumlah negara. Dalam menghasilkan karyanya, ia mengandalkan kenangan dia akan sosok wajah dalam sketsa itu. Setiap sosok yang tergores dalam buku sketsanya pun kembali mengantarkannya ke masa lalu. Kenangan akan sosok wajah itu ia ingat secara detail.
Saat ditanya tentang sosok yang menghiasi lukisan berjudul ”Scream”, Antonius mengisahkannya seolah-olah baru saja pulang menemui sosok tersebut. Padahal, wajah tersebut diabadikannya pada 2011 saat berkunjung ke Madagaskar.
Dalam kanvas berukuran 90 x 40 sentimeter itu, sesosok pria berambut gimbal menatap dengan mantap. Namun, mulutnya menganga berteriak. Sosok itu dijumpai Antonius saat mampir di salah satu permukiman kumuh di negara itu dan seketika menarik perhatiannya. ”Dari mimik wajahnya, saya ada penderitaan yang ingin diteriakkan kepada dunia,” tuturnya.
Jika diamati lebih dalam, wajah pria itu tertindih oleh ”tato” kolase perpaduan gambar tangan dan mata. Sang empunya karya menyatakan bahwa tangan dalam kolase itu merupakan simbol kedamaian. Adapun mata merefleksikan mata batin pada diri manusia.
Kolase tersebut dihasilkan dengan mewarnai kanvas dengan pensil warna atau pastel. Kemudian, ia melapisi bagian wajah yang telah diwarnai dengan kertas transparan. Dengan begitu, timbul efek tiga dimensi sehingga bagian wajah dalam setiap karyanya menonjol dan terkesan bernyawa.
Meski wajah sesosok manusia selalu mendominasi karya lukisnya, setiap ”penghuni” kanvas selalu ditemani obyek relief-relief khas dari negara terkait. Penggambaran relief dilakukan karena kekaguman Antonius terhadap keindahan relief yang menyimpan kekayaan sejarah setiap negara.
”Setiap karya saya ingin menunjukkan bahwa meski setiap manusia berbeda-beda, pasti ada setidaknya satu akar budaya yang saling berkaitan antara satu negara dan negara lainnya,” ungkap Antonius.
Holy Inne, istri Antonius, menuturkan, sang suami sempat terserang stroke ringan saat berada di sebuah pameran lukisan di Vietnam pada awal 2016. Sempat dirawat selama dua pekan, Antonius bukannya menyerah dengan kehidupan. Ia justru bangkit kembali melahirkan karya-karya yang ditampilkan dalam pameran Remembering.
Dengan menjelajahi dunia, Antonius mampu mengumpulkan segudang pengalaman dan inspirasi yang kemudian bisa dituangkan dalam bentuk karya. Apalagi jika perjalanan itu berkesan dan meninggalkan kenangan yang membekas, itu menjadi penyemangat baginya terus berkarya.
Di usianya yang tak lagi muda, rupanya petualangan masih menanti dirinya. Dalam waktu dekat, Antonius akan berkunjung ke Bhutan, Nepal, dan Sri Lanka. Perjalanan baru, bagi Antonius, berarti kesempatan melahirkan karya baru! (RYAN RINALDY)