Momen Emas Film Keluarga
Kisah mengerucut pada pertemuan mereka dengan Rusdy Attamimi dan keluarga Kwee sebagai tokoh sentral. Kwee Zwan Liang (1896-1959) merupakan keturunan pemilik pabrik gula yang rajin mendokumentasikan kehidupan keluarganya. Ayahnya kepala laboratorium di sebuah pabrik gula milik keluarga di Djatipiring, Cirebon.
Mereka lalu mendatangi kediaman keluarga keturunan Kwee Zwan Liang di Den Haag dan bertemu anak-anak dari Kwee Zwan Liang. Mereka pun berkesempatan menonton film-film Kwee Zwan Liang yang sudah didigitalkan, sementara film seluloid disimpan di badan arsip film EYE Filmmuseum di Amsterdam, Belanda. Film keluarga hasil rekaman Kwee Zwan Liang mulai dari 1927 hingga 1939 (sejauh ini, dari penelusuran tim pembuat film, merupakan film keluarga tertua di Indonesia) tidak hanya menampilkan gambaran momen-momen dalam keluarga, seperti kelahiran anak, keadaan kota, upacara, pesta, kedatangan kerabat, bermain dengan hewan, dan momen akrab lainnya. Film dia juga menampilkan konteks sosial saat itu.
Dalam catatan pengantarnya berjudul ”Si Penonton Filem yang Membuat Filem”, Mahardika Yudha menuliskan, keberadaan film keluarga Kwee juga tak lepas dari konteks awal abad ke-20 yang merupakan masa teknologi film banyak masuk ke Indonesia. Lantaran mahal, pengaksesnya lebih banyak dari kalangan kelas ekonomi atas dan elite. Kemunculan film Kwee Zwan Liang hampir bersamaan dengan periode sutradara-sutradara bumiputra yang
membuat film cerita untuk komersial.
Perjalanan itu juga mempertemukan mereka dengan Rusdy Attamimi di Jakarta. Rusdy yang mantan pilot gemar merekam dengan kamera 8 mm. Mereka pun mendatangi Rusdy yang memiliki banyak koleksi gulungan film dan punya banyak cerita tentang situasi menonton film saat itu. Produser Golden Memories Hafiz Rancajale mengatakan, kehadiran Rusdy mencerminkan masa pembuatan film keluarga semakin marak tahun 1960-1970-an. Ketiga pembuat film juga berbincang dengan peneliti di Amsterdam dan mendatangi ruang penyimpanan film keluarga.
Golden Memories yang digarap dengan gaya film perjalanan sehingga menarik untuk disimak. Terlebih lagi ”memburu” tokoh-tokoh yang dapat dikatakan eksklusif hingga negeri Belanda. Lewat film ini, sejarah menjadi lebih enak dinikmati.
Sepanjang film selama 121 menit, sebagian gambar tidak stabil, direkam secara alami. Di satu sisi, hal itu pada dasarnya dapat menarik penonton secara fisik untuk masuk ke dalam karakter, mendekatkan jarak. Para pembuat film pun tampil apa adanya dan spontan. Itu sesuai dengan tema film keluarga yang juga bersifat spontan, akrab, dan apa adanya. Namun, di sisi lain gambar yang tak selalu stabil untuk durasi tersebut juga berpotensi memunculkan rasa lelah.
Sejarah sinema
Film dokumenter yang diproduksi oleh Milisifilem itu merupakan platform produksi dan pembelajaran budaya gambar bergerak yang diinisiasi oleh Forum Lenteng. Mereka berupaya menelusuri bagian sejarah yang selama ini belum banyak ditoleh saat memetakan sejarah perkembangan sinema di Indonesia, termasuk sinema rumahan.
Hafiz mengatakan, akademisi di Indonesia jarang yang meneliti terkait dengan film keluarga sehingga rujukan lebih banyak ke Belanda yang punya kepentingan melihat film keluarga untuk penelitian kehidupan masa kolonial. ”Film keluarga biasanya bersifat intim dan memberikan gambaran apa adanya,” ujarnya.
Film keluarga dan teknologi video, menurut dia, ikut berkontribusi membentuk industri film dan juga penonton film. Praktik film keluarga, membiasakan keluarga untuk menonton film dan praktik membuatnya. ”Home movie jadi awal perkenalan dengan teknologi merekam. Banyak para pembuat film yang mengawali ketertarikannya membuat film dengan membuat film keluarga, termasuk Steven Spielberg,” ujar Hafiz.
Masih mengutip catatan Mahardika, dalam sejarah sinema, sinema keluarga pun muncul sejak sinema dilahirkan. Tahun 1895, dua gambar bergerak Lumière Bersaudara (pembuat gambar bergerak pertama) yang ditayangkan untuk publik dapat dikatakan sebagai dokumentasi keluarga. Le Repas de Bébé merekam peristiwa sarapan pagi antara Auguste Lumière bersama istrinya Marguerite dan anak perempuan mereka. Momen emas yang ikut menggerakkan dunia sinema.