Kuliner Para Pemberani
Biasanya standar acara memasak di televisi selalu menghadirkan seorang pemandu acara artis belia nan cantik dengan ditemani seorang chef selebritas yang piawai di bidangnya. Bisa juga sebaliknya, sang chef menjadi host dengan ditemani satu atau dua artis sebagai pelengkap.
Kalaupun ada tayangan yang memasukkan sedikit ”bumbu penyedap”, biasanya acaranya berformat tayangan realitas (reality show). Ini semacam kompetisi memasak yang dipandu sejumlah chef dengan tingkah polah dan perangai tertentu.
Drama dan ketegangan di acara seperti itu kerap dibangun dari beragam konflik yang terjadi, baik di antara para peserta kompetisi memasak tadi maupun di antara peserta dan chef-chef tuan rumah acara. Ketegangan biasanya juga terjadi saat salah seorang peserta harus hengkang di babak seleksi, yang biasanya menjadi momen sangat emosional.
Sementara itu, ketegangan berbeda dihadirkan oleh kanal National Geographic, lewat The Fearless Chef, yang dibawakan chef kelahiran Nairobi, Kenya, Kiran Jethwa. Acara memasak ini sendiri memiliki ciri khas petualangan di mana sang chef akan berkeliling dunia, mulai dari Afrika, Amerika Latin, hingga beberapa kawasan Asia.
Saat berada di beberapa negara itu, Chef Jethwa akan mencoba mencari dan menemukan beragam bahan makanan dan bumbu lokal langsung dari tempatnya diproduksi untuk kemudian diolah dan diracik menjadi menu masakan yang menggugah selera makan.
Tak sekadar mendatangi pasar-pasar dan membeli bahan- bahan masakan tersebut, sang chef bahkan mendatangi sendiri lokasi tempat bahan-bahan itu diproduksi dan mengalami sendiri petualangan dalam mendapatkannya.
Pada episode pertama saja tayangan petualangan ini sudah lumayan memberi kejutan. Dikisahkan perjalanan Chef Jethwa di Bolivia untuk mendapatkan bahan-bahan daun koka untuk dimasak. Tak sekadar mendatangi pasar-pasar tradisional tempat daun koka dijual bebas, sang chef menempuh perjalanan menegangkan dari ibu kota La Paz menuju kota Yungas.
Kota pusat perkebunan koka terkenal di Bolivia itu berada di lereng-lereng pegunungan tinggi negeri itu yang tak hanya memiliki salju di puncaknya, tetapi juga ditumbuhi hutan-hutan rapat dan kontur tanah terjal berlembah dan berbukit-bukit ekstrem. Jarak antara La Paz dan Yungas sendiri harus ditempuh perjalanan darat sekitar 200 kilometer.
Selain mengikuti pengalaman memanen daun koka di perkebunan yang berada di kawasan lereng-lereng terjal, Chef Jethwa juga mencoba ”moda transportasi” alternatif yang tak kalah berbahaya, menyeberang dari satu bukit ke bukit lain dengan cara meluncur menggunakan tali baja semacam aktivitas flying fox tanpa pengamanan memadai.
Tak hanya itu, perjalanan berbahaya juga masih berlanjut saat Chef Jethwa mengikuti mobil pengangkut daun-daun koka yang dibeli seorang pengepul. Mobil penumpang jenis van kecil (microvan) itu memuat berkarung-karung daun koka dan melintas jalur jalan makadam yang berada di lereng-lereng perbukitan berjurang sedalam ratusan meter.
Selain menggunakan tepung daun koka sebagai bumbu, dalam penyajiannya di episode ini Chef Jethwa juga menggunakan bahan-bahan eksotis lain, seperti daging hewan mamalia khas setempat, ilama, dan daging dari bagian penis lembu jantan (bull) yang memang menjadi bagian dari kuliner khas Bolivia.
Panjat kelapa
Dalam episode ”Sri Lanka”, Chef Jethwa mencoba memanjat sendiri pohon-pohon kelapa setinggi rumah tiga lantai demi mendapatkan nira, yang menjadi bahan utama salah satu resep masakan setempat yang diolahnya. Dalam episode itu ditayangkan ketegangan yang dirasakan sang chef saat harus memanjat dan meniti ”jembatan tali” yang menghubungkan satu pohon dengan pohon lainnya.
Aktivitas itu dilakukannya hanya dengan pengamanan minim, hearness dan tali panjat tebing, yang bisa dibilang masih lebih lumayan ketimbang para pemanjat pohon lokal yang nyaris tanpa pengamanan memadai. Inilah cara orang-orang Sri Lanka memangkas waktu untuk memanjat puluhan pohon kelapa dalam sehari.
Saking berbahayanya, salah seorang pendamping Chef Jethwa dalam memanjat juga bercerita, nyaris tak ada orang yang bakal selamat jika jatuh dari ketinggian itu. Walau tak sampai tuntas, Chef Jethwa mencoba memberanikan diri naik dan meniti jembatan tali tadi.
Sementara pada episode-episode lain digambarkan betapa ”sengsara” dan menantangnya perjalanan Chef Jethwa hanya untuk mendapatkan bahan baku masakannya langsung dari tempat asal dengan metode yang dilakukan penduduk setempat. Semisal saat Chef Jethwa harus menempuh puluhan jam perjalanan darat dan sungai yang melelahkan di Bangladesh untuk bisa mengetahui dan sekaligus mendapatkan bahan baku ikan air tawar yang akan digunakannya memasak.
Bersama para pedagang bibit ikan setempat, Chef Jethwa naik kereta api yang penuh dijejali penumpang selama sekitar 3 jam. Tak sekadar naik kereta api dengan cara biasa, sang chef juga mencoba pengalaman menantang naik ke atas atap kereta api.
Kereta api padat penumpang yang melaju 50-60 kilometer per jam dengan kabel-kabel listrik melintang di beberapa pelintasan atau cabang-cabang pohon menjulur di kanan kiri jalur kereta atau kabel listrik melintang. Jika tak hati-hati, orang dapat dengan mudah kehilangan keseimbangan dan terjatuh karena dua hal itu. Nyawa bisa jadi taruhannya.
Beberapa petualangan lain yang menegangkan sang chef, pemilik salah satu restoran terkenal di Nairobi, Kenya, tersebut, adalah mendatangi beberapa tempat di negara lain, seperti kawasan timur laut China yang dingin dan diselimuti salju tebal, tempat dia mencari dan mendapatkan akar bunga teratai dan ikan carp untuk diolah dan dimasak.
Selain itu, di beberapa episode lain Chef Jethwa juga mengunjungi kawasan Pegunungan Himalaya di Nepal dan mengikuti aktivitas menantang, memanjat tebing-tebing tinggi hanya dengan menggunakan tangga dan tali tambang seadanya bersama suku Gurung. Suku itu memang terkenal dengan keahliannya berburu dan mengumpulkan madu dari sarang-sarang lebah liar yang menempel di tebing-tebing tinggi di kawasan pegunungan Himalaya tadi.
Sementara dalam petualangannya di Pulau Vamizi, Mozambik, Chef Jethwa menyelam di kedalaman untuk berburu ikan tuna jenis dogtooth, hanya dengan menggunakan tombak. Yang membuat petualangan itu menegangkan adalah kawasan perairan sekitar pulau tempat sang chef menyelam itu dikenal juga sebagai habitat hiu.
Meski demikian, tak hanya perjalanan dan petualangan menegangkan yang menjadi satu-satunya inti serial. Pada setiap episode, Chef Jethwa mengakhirinya dengan memasak bahan-bahan baku yang telah didapatkannya dari satu daerah untuk menjadi hidangan-hidangan eksotis lezat nan memikat.
Tak lupa pula dia mengundang makan bersama para tokoh dan kru lokal yang membantunya sepanjang perjalanan bertualang. Bahan-bahan baku lokal dan eksotis itu diolah dengan teknik dan resep memasak modern sehingga menghasilkan kreasi kuliner fusi, yang juga tak kalah menarik dan membuat ngiler, tetapi juga enak dan perlu untuk disimak.