Musik Nasirun dan Lukisan Trie Utami
Lukisan-lukisan kecil itu, yang ukurannya hanya 33 cm x 46 cm, merupakan karya perupa Nasirun yang tengah ditampilkan dalam pameran seni rupa ”Dwi Rupa Bumi” di Jogja Gallery, Yogyakarta, pada 18-30 Maret 2018. Pameran ini bisa dibilang unik— atau bahkan langka—karena Nasirun memamerkan karyanya bukan dengan perupa lain, melainkan justru bersama dengan penyanyi Trie Utami.
Ya, ini Trie Utami yang dulu pernah menjadi vokalis grup musik Krakatau yang legendaris. Penyanyi yang akrab dipanggil Iie itu juga merupakan penyanyi solo dan pernah menghasilkan lagu-lagu hits semacam ”Kau Datang”, ”Untuk Ayah dan Ibu” serta ”Nurleila”.
Dalam pameran ”Dwi Rupa Bumi”, Trie Utami tidak membawakan karya musik tentu saja, melainkan menghadirkan sejumlah lukisan dan sketsa yang dibuatnya dalam rentang waktu berbeda. Di ruang pamer Jogja Gallery, lukisan-lukisan Trie Utami bersanding dengan karya Nasirun yang berupa lukisan dan karya instalasi.
Selain lukisan-lukisan kecilnya yang menjadi bagian dari karya ”Membaca Karya Rupa”, Nasirun juga menghadirkan seri lukisan ”Tergambar Begitu Rupa” yang terdiri dari sembilan panel ukuran besar, yakni 250 cm x 90 cm. Selain itu, Nasirun juga menghadirkan sejumlah instalasi wayangnya yang berukuran besar dan diletakkan di bagian atas ruang pamer.
Alat musik
Dari karya-karya Nasirun dalam pameran ”Dwi Rupa Bumi” yang cukup menarik adalah sejumlah karya yang menggunakan alat musik sebagai medium. Dalam pameran ini, Nasirun menghadirkan lukisan yang tergambar di atas beragam jenis alat musik, misalnya gitar, biola, dan celo. Pada setiap alat musik tersebut, Nasirun menorehkan lukisan dengan ragam corak berbeda.
Praktik melukis di atas medium yang tidak biasa sebenarnya sudah dilakoni Nasirun sejak lama. Pada tahun 2012, di Galeri Salihara, Jakarta, Nasirun pernah menghadirkan lebih dari 1.000 lukisan yang ia gambar di atas kartu undangan acara seni rupa. Pada tahun 2013, dalam pameran di Bentara Budaya Yogyakarta, seniman kelahiran Cilacap, Jawa Tengah, itu memamerkan lukisan yang ia torehkan di atas beduk dan kentongan.
Eksplorasi gila-gilaan Nasirun mencapai puncak pada tahun 2016 saat berpameran di Gedung Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Saat itu, perupa kelahiran 1 Oktober 1965 tersebut menghadirkan lukisan pada 26 mobil, 43 patung kuda kayu, 13 perahu kano, 8 karya kriya kayu berbentuk motor Harley Davidson, 2 gerobak sapi, 13 meja dan kursi kayu, serta beragam medium lain.
Oleh karena itu, lukisan-lukisan Nasirun di atas alat musik dalam pameran ”Dwi Rupa Bumi” sebenarnya tidak terlalu memberi kejutan baru. Apalagi, dalam sebagian besar karya tersebut, Nasirun menjadikan alat musik semata-mata sebagai medium lukisan, bukan sebuah obyek utuh yang ia respons dengan seni rupa.
Namun, pengecualian tampak pada dua karya, yakni ”Membaca Karya Rupa” dan ”Berimajinasi dengan Buroq”. Pada ”Membaca Karya Rupa”, Nasirun tak hanya menampilkan sejumlah lukisan yang ia pajang seperti buku partitur musik, tetapi juga menghadirkan figur-figur wayang berukuran kecil yang ia sambungkan dengan tuts piano.
Saat kita mencoba memencet-mencet tuts piano tersebut, figur-figur wayang itu akan ikut bergerak sekaligus muncul suara nada tertentu dari mesin piano. Karya ini menarik karena menghadirkan interaksi nyata antara seni rupa dan musik.
Lain lagi pada karya ”Berimajinasi dengan Buroq”. Nasirun menggunakan alat musik harpa sebagai bagian dari sebuah instalasi berbentuk burak, makhluk yang dipercaya menjadi tunggangan Nabi Muhammad dalam peristiwa isra Mikraj. Dalam karya itu, harpa digunakan untuk membentuk bagian dada burak, sementara bagian tubuh lainnya dibentuk dari meja berkaki empat.
Selain menarik dari segi bentuk dan penggunaan material, karya ini juga mewakili ketertarikan Nasirun pada dunia Islam dan Jawa. Apalagi, di bagian belakang sang burak, Nasirun meletakkan sebuah patung wayang Jawa. Kehadiran wayang ini mengejutkan, sedikit tidak nyambung, tetapi juga dengan pas mewakili ekspresi artistik yang khas Nasirun.
Perempuan
Pada bagian lain, lukisan-lukisan Trie Utami tampaknya menampilkan semacam renungan atas diri dan dunia sehari-harinya. Kebanyakan lukisan Trie menghadirkan figur perempuan dan beberapa di antaranya terlihat ingin menampilkan relasi perempuan dan alam.
Salah satu yang paling mengesankan adalah ”Melumah” (2018) yang menampilkan sosok perempuan sedang berbaring telentang di atas sebuah lingkaran, sementara tangan sang perempuan lurus ke atas, tengah memegang (mengangkat?) lingkaran lain. Di dalam lingkaran tempat perempuan itu berbaring terdapat figur yang mirip janin dalam kandungan.
Lukisan lain Trie ihwal perempuan yang juga memberi kesan adalah ”Feminin” (2005) dan ”9 Bulan” (2004). Dua lukisan ini menggambarkan figur tubuh perempuan yang tak lengkap, tetapi mengesankan gestur yang kuat.
Dalam pengantar tertulis di katalog pameran ”Dwi Rupa Bumi”, Trie menyebut lukisan-lukisan itu sebagai rekaman suaranya yang ada dalam kesunyian. ”Ini adalah rekaman suaraku di dalam sunyi. Lagu-lagu imajinasi di alur melodi rupa, rangkaian syair warna, dan progresi harmoni peristiwa. Jadi, selamat mendengarkan improvisasi sepi, dalam riuh rendah tepukan yang teramat hening,” ujarnya.