Si Pemberontak Makin Matang
Ratu pop Katy Perry disebut-sebut sebagai pemberontak karena sikap dan perilakunya jauh dari nilai-nilai konservatif yang ditanamkan orangtuanya. Dia salah satu pejuang kesetaraan dan demokrasi. Lewat lagu, Katy menyampaikan gagasannya yang kian hari kian matang.
Konser Katy selalu menawarkan kemegahan dan pengalaman imajinatif, begitu juga dengan konser bertajuk ”Witness” di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Tangerang, Banten, Sabtu (13/4/2018). Konser yang dipromotori AEG Presents dan InTour Live ini merupakan konser Katy yang ketiga kali di Indonesia, setelah tahun 2012 dan 2015.
Katy tampil di panggung utama selebar 70 kaki (21 meter) dan panjang runaway 90 kaki (27.5 meter). Panggung utama ini disertai latar belakang layar raksasa berbentuk mata, sementara runaway meliuk sebagai deformasi dari air mata meleleh. Sekilas bentuk panggung ini mirip kecambah.
Tim Katy dibantu orang-orang berpengalaman dalam tata panggung pertunjukan seperti Manajer Produksi Jay Schmit, Perancang Kreatif Es Devlin, serta Produser dan Sutradara Pertunjukan Baz Halpin.
Mereka merancang panggung spektakuler dengan memasang instalasi galaksi lengkap dengan planet-planet mengambang yang kuat diduduki Katy. Beragam properti, seperti boneka hiu, angsa merah jambu, serta kepala berbentuk bibir tampil semarak. Dengan bantuan properti itu, segala imajinasi Katy yang superfisial itu seolah nyata.
Pada konser-konser sebelumnya di Amerika Serikat, Singapura, dan Thailand, misalnya, Katy selalu muncul berbalut baju ketat berwarna merah menyala dan penuh kerlap-kerlip dari ujung kaki sampai kepala.
Pada konser di ICE tadi malam, dia muncul dengan balutan baju warna emas berkilau. Masuk segmen berikutnya, dia berganti baju semakin terbuka menampakkan kakinya yang jenjang. Sepanjang pertunjukan enam kali Katy berganti baju, termasuk baju andalan dengan bagian dada menyala dengan pencahayaan LED.
Katy sangat memperhatikan kostum yang dia kenakan karena baginya, pakaian merupakan cara bercerita yang bagus. Lewat pakaian juga Katy menunjukkan pemberontakannya terhadap nilai-nilai konvensional. Baginya, manusia itu harus beradaptasi, berubah ke arah lebih baik. Itu dia wujudkan dalam pakaian.
Pertunjukan ini dibagi dalam enam segmen. Masuk segmen kedua, Katy mengajak berbincang para Caty Cats, sebutan untuk penggemar Katy, yang malam itu jumlahnya tak kurang dari 8.000 orang itu. Rentang usia mereka antara awal belasan tahun sampai 40 tahunan. Beberapa anak di bawah 15 tahun menonton konser ini ditemani orangtua mereka.
Di atas panggung, Katy bertanya arti kata ”hot” dan ”cold” dalam bahasa Indonesia. Penonton pun menyambar dengan jawaban menyerupai kor. ”Oh, panas dan dingin,” ujar Katy.
Ia juga mengajak seorang penonton pria dari Surabaya naik ke panggung. Katy minta diajari berbicara bahasa Indonesia dan bahasa lokal Surabaya. ”Foto sami-sami!” teriak Katy kemudian.
Katy menyanyikan 20 lagu, termasuk ”Firework”. Setengah dari daftar lagu itu dia ambil dari album keempatnya, Witness, seperti ”Roulette”, ”Dejavu”, dan ”Witness”. Selama menyanyikan lagu-lagu itu, Katy menari, berlari, memanjat, dan melakukan hal-hal ”gila” lain.
Pertunjukan di Indonesia ini merupakan penampilan Katy ke-71 selama tur dunia ”Witness” yang dimulai pada 27 Agustus lalu di Amerika. Penampilan Katy di Jakarta ini sekaligus menjadi pertunjukan penutup.
Pada akhir segmen keempat, saat hendak menyanyikan lagu ”Power”, sebagian pasokan listrik padam sehingga mengakibatkan suara Katy tak terdengar. Begitu juga dengan suara band pengiring. Katy pun kemudian menyanyikan lagu ”Unconditionally” secara akustik. Ini justru menyuguhkan keindahan tersendiri.
Kesetaraan
Katy malam itu tampil berani dan menantang. Ini bentuk pemberontakan dia terhadap nilai-nilai konservatif yang mengungkung. Katy tumbuh besar di lingkungan gereja di Santa Barbara, California. Dia bahkan tergabung dalam paduan suara gereja dan sempat merilis lagu rohani. Dalam atmosfer yang penuh dengan nilai konservatif itu, Katy kerap penasaran, mengapa dia tak boleh bergaul dengan komunitas LGBT, misalnya.
Katy merasa hidup dalam kungkungan seksisme dan nilai-nilai misoginis. Dia memutuskan mengambil sikap dengan memandang semua manusia setara. Pemberontakan ini antara lain tecermin dalam lagu ”I Kissed A Girl” yang ada dalam album One of The Boys. Lagu yang malam itu dia nyanyikan dengan iringan penari latar bertopeng bibir.
”I kissed a girl and I liked it/ The taste of her cherry chap stick/ I kissed a girl just to try it/ I hope my boyfriend don\'t mind it”.
Lagu tersebut sempat mengundang beragam reaksi dan protes dari kaum agamawan dan homoseksual. Akan tetapi, Katy Pery bergeming. Baginya, lagu itu bukan untuk merendahkan siapa pun. Lagu ”I Kissed A Girl” yang dirilis tahun 2008 itu ikut menggerek namanya di kancah musik. Bahkan, akhirnya ia menjadi ratu pop.
Lagu-lagu di atas yang juga membuat banyak orang menggemari Si Kucing. Perias artis Bella Bhakty (26) dan influencer di media sosial Chacha Thaib (27) menyukai Katy karena sikapnya yang prokesetaraan dan demokrasi. Apalagi, dalam perkembangannya lirik lagu Katy dinilai makin matang.
”Lagu ’Swish Swish’ dan ’Chained to The Rhythm’ menunjukkan kematangannya,” kata Chacha.
Lagu”Chained to The Rhythm” itu berisi tentang cara bersikap dalam hidup. Bahwa sah-sah saja mendambakan hidup sempurna dan utopis, tetapi sebaiknya tetap memberi perhatian pada masalah di luar diri sendiri.
Banyak sosok yang memengaruhi sikap dan cara pandang Katy. Selain Freddie Mercury, Madonna adalah sosok yang banyak memengaruhi Katy. Dalam suatu kesempatan bahkan terang-terangan Katy ingin seperti Madonna. Salah satunya dalam cara memandang dunia. Keduanya ingin semua orang hidup dalam kesetaraan.
Semalam, di Jakarta, Katy memang makin matang.