Refleksi dari Kegeniusan Picasso
Picasso menatap lekat-lekat kanvas besar yang sudah terpampang di hadapannya, ditemani kekasih gelapnya, Dora Maar, yang siap mengabadikan dengan kameranya. Picasso mengangkat kuas berlumur cat, lalu naik tangga untuk menggoreskannya di bagian atas kanvas, tetapi ia tak kuasa dan membatalkannya.Nawa Tunggal
Ini salah satu adegan episode awal film serial televisi berjudul Genius: Picasso yang diproduksi National Geographic dengan sutradara Ron Howard. Tokoh Pablo Picasso (1881-1973) tua diperankan Antonio Banderas. Alex Rich memerankan Picasso muda.
Kanal televisi National Geographic memutar episode pertamanya pada 24 April 2018. Ron merampungkan serial ini hingga 10 episode dengan durasi masing-masing episode sekitar 1 jam.
Kanvas besar yang tak jadi dilukis Picasso kelak di kemudian hari menjadi lukisan besar berjudul ”Guernica”. Ini dibuat berselang beberapa hari setelah pengeboman kota Guernica di Spanyol bagian utara oleh pasukan angkatan udara Nazi Jerman pimpinan Adolf Hitler. Ada data yang menyebutkan serangan itu menewaskan 1.654 orang dan menimbulkan 889 korban terluka pada April 1937.
Lukisan ”Guernica” menjadi penanda zaman sekaligus mengukuhkan bahwa sebuah mahakarya seni rupa memiliki kontribusi sosial politik untuk meneriakkan antiperang. Namun, cukup menggelikan adegan selanjutnya di film itu.
Tatapan mata Picasso yang tajam tetap saja tidak membulatkan tekad untuk melukis sesuatu. Hingga kemudian datanglah perempuan kekasih Picasso lainnya yang juga tak kunjung dinikahinya, Marie Therese Walter.
Walter tidak sengaja berjumpa dengan Dora. Walter marah bukan kepalang hingga Walter meminta Picasso untuk memilih satu di antara mereka. Picasso tidak menjawab pertanyaan Walter. Wajahnya justru makin sumringah. Ia justru seketika itu mendapat ide untuk melukis di kanvas besarnya.
Dengan enaknya, Picasso justru menyuruh Walter dan Dora untuk memperebutkannya. Walter dan Dora pun bergulat. Picasso juga ”bergulat” dengan kuas dan kanvas besarnya, mencipta lukisan ”Guernica” itu.
Ron Howard menampilkan bayangan-bayangan adegan matador yang terekam Picasso pada masa kecilnya. Dilukis Picasso, banteng yang beringas. Raut muka kuda dengan ringkikan yang payah dan menderita.
Sementara itu, perkelahian Walter dan Dora terus berlangsung. Tangan Walter mengempaskan tubuh Dora. Dora terjerembap. Adegan ini menginspirasi Picasso dan dilukisnya sebagai tubuh dengan gerak tangan terempas di kanvasnya.
Lukisan ”Guernica” pun selesai. Adegan segera beralih. Di layar tertera sebuah tulisan, ”Spanish Pavilion World’s Fair, Paris, 1937”. Lukisan ”Guernica” dipajang di sebuah perhelatan seni rupa internasional di Paris, Perancis. Dunia gempar. Dunia kembali menengok dan mengukuhkan lukisan ”Guernica” sebagai mahakarya Picasso untuk meneriakkan antiperang.
Bukan hagiografi
Aktor Antonio Banderas (58) sadar betul terhadap risiko kontroversial atas perannya sebagai Picasso. Mengutip sebuah wawancara panjang Theguardian.com, Antonio mengatakan, film itu bukanlah hagiografi atau pengisahan untuk menguduskan atau pengultusan individu Picasso.
”Kami tidak melakukan pemuliaan terhadap Pablo Picasso. Kami melakukan refleksi terhadap semua hal yang terjadi dalam hidupnya. Kamu akan melihat terkadang ada perilaku kekejamannya terhadap wanita,” ujar Banderas.
Perkelahian antara Walter dan Dora mungkin saja bisa dimaknai atas perintah Picasso untuk memperebutkan dirinya. Mungkin pula hal ini memicu ketegangan. Betapa sadisnya Picasso membiarkan dua perempuan itu berkelahi untuk saling melukai satu sama lain.
Di sisi lain, Picasso meraih keuntungan dengan mendapatkan gairah atas kejadian menyedihkan berupa perkelahian itu untuk melukis. Picasso membiarkan kekerasan itu terjadi. Bahkan, justru memprovokasi kejadian itu.
Di sinilah letak kontroversi di antara kemuliaan atau kekejaman Picasso yang disadari Banderas bakal terpicu. Banderas tidak mempersoalkan kontroversial seperti itu. Ia melihat tetap ada makna reflektif yang berguna dari jejak perjalanan dan perjuangan hidup seorang Picasso.
Ungkapan pedas dan satir tentu ada di sela-sela pujian untuk film serial Genius: Picasso ini. Seperti sebuah tinjauan yang dituangkan Indiwire.com. Di situ diungkap untuk empat jam atau sekitar empat episode film, belum terlihat apa yang dimaksud dengan kegeniusan Picasso.
Pembuka film ini berupa adegan seorang ibu melahirkan jabang bayi. Seorang perempuan tua membantu proses persalinan itu. Tali pusar diputuskan dan darah pun berceceran.
Di situ tidak ada suara tangis bayi. Wajah kemuraman tampak dari dua laki-laki dewasa yang menunggu proses persalinan itu.
Hingga akhirnya perempuan yang membantu persalinan itu membopong bayi yang hanya terdiam itu keluar dari bilik persalinan. Sang ayah dari sang bayi itu tertunduk lesu. Ia tak berani menatap lekat-lekat wajah bayi yang hanya terdiam membisu itu. Mungkinkah sang bayi itu mati?
Laki-laki satunya lagi segera menyulutkan api ke cerutunya. Ia mengisap dalam-dalam cerutu itu dan mengembuskan asap cerutunya ke wajah sang bayi. Hidung sang bayi menghirup asap itu. Wajah sang bayi yang terdiam mulai sedikit bergerak kemudian pecahlah suara tangis bayi itu.
Semua tertawa gembira. Sang bayi itu terus menangis. Dialah Picasso dengan nama panjang Pablo Diego José Francisco de Paula Juan Nepomuceno María de los Remedios Cipriano de la Santísima Trinidad Ruiz Picasso.
Kelahiran Picasso menjadi pembuka film Genius: Picasso. Film karya sutradara Ron Howard itu cukup menegangkan dan mencengangkan. Tidak kalah mencengangkan kisah Picasso selanjutnya, terutama kisah asmara dengan perempuan-perempuannya.
Atau kisah kariernya di dunia seni rupa. Seperti ketika Picasso belajar melukis dengan langgam realisme di usia 14 tahun. Betapa Picasso ingin betul melukis seorang wanita dengan bokongnya yang indah, tetapi ia sama sekali belum pernah melihat bokong wanita.
Hingga akhirnya di sebuah rumah bordil, Picasso memberanikan diri untuk meminta seorang perempuan menunjukkan bokongnya untuk dilukisnya. Itulah Picasso. Meski perjalanan hidupnya kontroversial, tetap saja ada makna yang bisa kita petik.
Melalui berbagai eksperimen karya lukisnya, yang akhirnya menghasilkan sekitar 20.000 lukisan, Picasso melahirkan gaya tersendiri, gaya kubisme. Gaya kubisme harus diakui mampu menyelamatkan dunia seni rupa ketika itu yang sedang memuliakan gaya realisme dan sedang digerus kemapanannya oleh karya seni fotografi.
Gaya realisme menggunakan satu sudut pandang untuk melukis. Ini sama persis fotografi. Picasso menciptakan teknik kubisme yang menghasilkan karya lukisan dengan lebih dari satu sudut pandang. Gaya kubisme tidak bisa ditiru dengan kamera fotografi. Dunia seni rupa dengan capaian gaya kubisme tidak mati atau terkalahkan oleh fotografi.