Regenerasi Komika
Banyak kalangan menilai bahwa regenerasi komika atau pelawak tunggal mulai macet. Kompas TV yang sudah memasuki tahun kedelapan menggelar Stand Up Comedy Indonesia melihat memang tidak mudah mencari komika-komika baru. Akan tetapi, Kompas TV ingin membuktikan, generasi baru komika akan selalu muncul.
Pada perhelatan Stand Up Comedy Indonesia Season 8 (SUCI 8) bertajuk ”Mission Impossi8le”, Kompas TV menjaring peserta audisi di Surabaya sebanyak 257 orang, Jakarta 634 orang, dan lewat dunia digital 355 orang. Selanjutnya dipilih 15 finalis. Semua finalis dibagi dalam tiga kelompok yang dimentori oleh satu juri, yakni Indro ”Warkop”, Pandji Pragiwaksono, dan Cak Lontong.
Mereka ditantang untuk tampil di depan komunitas di luar massa stand up comedy. Misalnya mereka tampil di depan anggota TNI Angkatan Udara dan Polri dan di kampus. Ini untuk menguji mental para finalis tampil di luar zona nyaman.
Para finalis ini digembleng secara khusus dengan pendidikan dan pengajaran yang antara lain berupa teknik penulisan, akting, sampai teknik membuat vlog. Silabus-silabus tadi sudah diberikan tim Kompas TV sejak SUCI 1 delapan tahun lalu. Hasilnya, lulusan-lulusan SUCI berkibar di luar stand up comedy di berbagai bidang. Ada yang menjadi penulis, bintang film, pembawa acara, bintang sinetron, dan bintang iklan. ”Kami meyakini cara kami bagus dalam mengembangkan stand up comedy di Indonesia,” kata Khasanah Nola, Produser SUCI 8 Kompas TV.
Tahun ini, mereka mendapat tambahan materi vlog agar dapat membaca peluang mendapatkan pemasukan di luar stand up. Selain itu, finalis juga mendapat materi soal proses mencari dan membuat berita dari petinggi redaksi Kompas TV dan harian Kompas. Hal ini untuk mempertajam analisis kritis mereka dalam melihat sebuah peristiwa.
Juri Indro ”Warkop” mengatakan, konsistensi Kompas TV dalam menjalankan SUCI layak diapresiasi. Sebab, Kompas TV mempertahankan konsep yang serius dalam mendidik komika. Kompas TV tidak mengejar sensasi atau pundi-pundi. ”Kompas TV masih bertahan dengan kompetisi yang sebenarnya. Bukan sekadar lucu-lucuan. Bukan mengejar rating semata. Ini konsistensi yang penting,” kata Indro.
Saat ini Suci 8 tapping memasuki tujuh besar, tetapi yang tayang di televisi masih babak mission show di Markas Besar TNI AU. Tayangan ini bisa ditonton setiap Sabtu pukul 19.00 WIB. Terlihat beberapa finalis memiliki bakat dan kemampuan matang. Mereka beberapa kali disebut-sebut juri bakal masuk ke babak final. Mereka, antara lain, M Saleh Jammaharizki alias Popon (29), Bintang Timur (38), Fianita Andriyanti (19), Oki Rengga (27), dan Nur Arifin alias Ipin (23).
Kekuatan persona
Mereka menggunakan persona variatif masing-masing. Popon memakai persona pekerja serabutan, Bintang Timur sebagai pekerja seni, Oki penjaga gawang, Fianita anak akselerasi, dan Ipin anak penjual sayur. Dalam setiap penampilannya, mereka memarodikan peristiwa-peristiwa dalam hidupnya dalam sudut pandang persona tersebut.
Dalam sebuah sesi pertunjukan bertema kuliner, Ipin menceritakan kepahitan sekaligus kebahagiaan menjadi anak tukang sayur. Ibunya selalu masak berdasarkan sayuran yang tersisa hari itu. Jika jualan ibunya laris, berarti dia harus rela makan nasi putih hanya berlauk tempe atau tahu. Sebaliknya, dia makan enak dengan sayuran berlimpah tatkala jualan ibunya tidak laku. Ada capcay, ikan, daging, dan ayam. Sudah seperti orang hajatan. Paradoks ini dia mainkan dengan cantik sehingga memicu tawa. ”Pernah nyokap gue tiga hari masaknya enak mulu. Tetapi tiga hari berturut-turut, nyokap masaknya sambil nangis. Ya Allah, bangkrut ini aduh,” kata Ipin.
Penampilan Ipin semakin hari semakin bagus, lebih tenang dan tertata. Cak Lontong menilai, Ipin semakin alami. Salah satu cirinya, dia bisa ikut tertawa ketika penonton tertawa, tidak terlalu menjaga image.
Yang tak kalah bagus adalah Popon. Dalam setiap penampilannya, dia mampu menyajikan lawakan secara naratif sehingga penonton seperti mendengar dongeng, mengalir dan alami. Dia juga mampu mengolah cerita sehari-hari yang ringan menjadi guyonan yang berbobot. Misalnya dia bercerita tentang warung Nasi Uduk Perang yang ada di Tanah Tinggi, Jakarta. Nama warung tersebut terinspirasi dari seringnya terjadi tawuran antarwarga di Tanah Tinggi.
”Keren makan di Nasi Uduk Perang. Kalau makan di kafe paling live musik. Di sini live perang. Bisa request lagi. Bang, yang sono bacok, Bang,” kata Popon.
Bagi Pandji, selain cara bercerita yang mengalir dan alami, kelebihan Popon adalah kemampuan dia memereteli beat sehingga menjadi humor yang kaya. Dia membedah dan memereteli. Ketika penonton sudah terbawa dalam irama kisah, dia tinggal mengarahkan penonton untuk tertawa meledak.
Tantangan Popon tentu berat untuk bisa mempertahankan penampilan, yang oleh banyak juri, demikian bagus itu. Tantangan yang tak kalah beratnya juga dipikul Fianita, satu-satunya perempuan finalis. Dia memakai persona anak akselerasi dengan bentuk penampilan deadpen. Format ini mengharuskan sang komika tampil tanpa ekspresi (muka lempeng) dan bahasa tubuh. Dengan kata lain, dia dipaksa dingin dan kaku. Ketika penonton tertawa terbahak-bahak pun, dia tidak boleh tergoda.
Saking beratnya bentuk ini, Ernest Prakasa, ketika menjadi juri tamu, mengatakan bahwa deadpen itu jebakan karier. Sekali deadpen, selamanya harus deadpen. Mumpung kompetisi belum jauh, Ernest menyarankan sesekali Fianita mengurangi proporsi deadpen agar energinya tidak habis untuk menahan emosi.
Akan tetapi, sejauh ini Fianita bertahan dengan deadpen. Dia membangun humor dengan menabrakkan logika atau kesan. Dia selalu tampil berjilbab dan selalu mengucap salam. Maka, segera memicu tawa ketika dia bilang, ”Saya penggemar Linkin Park, terutama lagu ’In The End’.” Apalagi saat dia memelesetkan lagu itu. ”Cublek-cublek, cublek suweng in the end,”
Sejauh ini perkembangan para finalis cukup menjanjikan. Bisa dibilang, Suci 8 mampu menjaga regenerasi komika.