Koboi menunggang kerbau. Premis tadi cukup imajinatif dan bahkan kocak membayangkan koboi lengkap dengan topi, pistol, dan segala aksesori di tubuhnya terguncang-guncang menunggang kerbau. Sutradara Mike Wiluan mencoba memvisualisasikan imajinasi tadi lewat film Buffalo Boys.
Mike menggarisbawahi bahwa Buffalo Boys tak lain adalah percampuran antara dongeng dan kenyataan. Unsur dongeng yang utama tentu saja koboi menunggang kerbau tadi, yang seolah-olah kuda. Kerbau dalam film ini menjadi penguat bahwa para pahlawan bertopi bundar lebar itu tidak sedang berada di Texas atau daratan Amerika lain, tetapi di Pulau Jawa. Koboi mewakili unsur Barat, sementara kerbau mewakili unsur Timur. Jadilah Buffalo Boys, bukan lagi cowboys.
Jika penunggang kuda di Barat disebut koboi (cowboy) karena menggembala sapi, para pahlawan ini disebut buffalo boys karena menunggang kerbau. Sesederhana itu.
Film persembahan Screenplay Infinite Films ini berlatar pertengahan abad ke-19 ketika Belanda menjajah Indonesia. Pada saat yang sama, banyak orang dari berbagai penjuru dunia mendatangi tanah Amerika untuk mendapatkan kehidupan lebih baik, termasuk orang-orang Asia. Mike menggunakan kenyataan itu dengan berpikir bahwa bisa saja ada orang Indonesia yang datang ke Amerika dan akhirnya kembali ke Indonesia.
Buffalo Boys berkisah tentang represi Belanda terhadap rakyat Indonesia. Siapa pun yang melawan Belanda akan ditumpas. Suatu ketika, datang Jamar (Ario Bayu), Suwo (Yoshi Sudarso), bersama paman mereka, Aruna (Tio Pakusadewo), di tanah Jawa. Aruna adalah saudara dari salah satu sultan di tanah Jawa yang melarikan diri ke Amerika bersama dua keponakannya itu. Kini mereka kembali untuk merebut harga diri, tanah, dan membalas dendam.
Ketiganya mencari-cari keberadaan Van Trach (Reinout Bussemaker), pembunuh ayah Jamar dan Suwo, sekaligus sosok yang menjadi biang kesengsaraan rakyat. Van Trach beserta antek-anteknya selalu bertindak semena-mena dan kejam.
Berdarah-darah
Beberapa adegan laga sebangun dengan cerita Mike, bahwa dia sering menonton film koboi, terutama film-film Quentin Tarantino, sutradara yang terkenal dengan film-film yang berdarah-darah. Di Buffalo Boys pun demikian. Banyak sekali adegan berdarah-darah dan sangat detail. Meskipun tingkat kengeriannya masih di bawah film-film Quentin, sebutlah The Hateful Eight (2015) atau Django Unchained (2012). Adegan tangan terpotong, perut tersayat, atau kepala bocor menjadi lumrah dalam film ini.
Film yang ditulis Mike dan Rayya Makarim ini menyuguhkan adegan laga yang menjanjikan. Bisalah disandingkan dengan The Raid (2011) atau Headshot (2016). Buffalo Boys menyajikan koreografi yang matang sehingga adegan berantemnya sangat memanjakan mata. Seni bela diri ditata sedemikian rupa sehingga setiap gerakan perkelahian tampak alami. Para pemain berlatih selama satu sampai dua bulan untuk menguasai gerakan perkelahian dalam film ini. Dalam beberapa adegan, bela diri campuran tampak menonjol, bukan silat atau karate.
”Memang ada sedikit boxing dan silat. Jadi campuran,” kata Yoshi yang juga bermain dalam serial TV Power Rangers (2012).
Mike menjelaskan, para pemain dilatih dan diarahkan oleh tim koreografi. Dia berusaha keras agar setiap pemain menguasai gerakan-gerakannya sendiri sehingga tidak perlu menggunakan pemeran pengganti (stuntman).
Latihan intensif tadi terbilang berhasil. Sebab, Ario Bayu yang tak mengusai ilmu bela diri pun terlihat demikian mahir dalam setiap adegan. Kesan itu menancap sejak pembukaan film ketika Jamar harus bertarung dengan Brute, seorang petarung yang diperankan Conan Stevens. Pria setinggi 210 sentimeter dengan bobot sekitar 140 kilogram itu tampak gigantis di depan Jamar.
Mike menjelaskan, ketika sesi latihan berlangsung, dia belum menemukan sosok lawan yang pas untuk Ario Bayu alias Jamar. Makanya Ario kerap bertanya siapa lawan tandingnya. Begitu tahu dia adalah Conan, Ario sempat gamang. ”Kena tidak ya kalau saya pukul. Habis dia gede banget,” kata Ario.
Banjir karakter
Alur film Buffalo Boys sangat linier dan mudah ditebak. Pembangunan karakternya hitam-putih. Yang jahat tetaplah jahat dan tokoh baik tetap baik, hingga penonton bubar. Padahal, sangat terbuka peluang untuk meningkatkan drama film ini dengan mengembangkan karakter tokoh.
Di luar itu, berlimpah karakter-karakter yang terkesan dipaksakan. Artinya, tanpa kehadiran mereka pun, jalan cerita film ini tetap baik-baik saja. Sebutlah Leung (Sunny Pang), Koen (Zack Lee), dan Adri (Hannah Al Rasyid). Kehadiran mereka dapat mengurangi eksplorasi karakter tokoh utama.
Mike pun mengakui, memang ada karakter yang semula tidak ada lalu ”dipaksa” ada, yakni tokoh Adri. Ini karena Hannah minta diajak bermain dalam film ini.
Yang agak mengganggu barangkali dialog antartokoh. Boleh saja Suwo dan Jamar menggunakan bahasa Indonesia rasa Amerika karena mereka memang besar di sana. Namun, ada beberapa dialog dalam bahasa Indonesia, tetapi rasa terjemahan bahasa Inggris. Termasuk yang janggal, mengapa para penjajah Belanda berbahasa Inggris.
Di luar persoalan itu, film ini sangat bisa dinikmati, terutama bagi pencinta film laga.