”Beringin Setan” Wayang Tavip
Genre baru dunia seni pertunjukan kembali dihadirkan melalui pentas wayang tavip dengan lakon Beringin Setan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (22/8/2018). Menyaksikannya dari balik kelir atau layar, wayang itu bukan lagi bayang-bayang hitam. Dengan teknik tersendiri, wayang tavip menampilkan citra bayangannya yang penuh warna.
”Berkatilah.... Lindungilah yang menanam, yang merawat pohon beringin,” syair tembang akapela atau paduan suara mulut itu mengawali munculnya wayang pohon beringin di layar.
Dalang Budi Ros (59), aktor senior Teater Koma, Jakarta, segera mengisahkan berbagai hal terkait pohon beringin itu. Pohon itu ditanam para leluhur desa, yang kemudian tempat itu menjadi dikenal sebagai Kutowaringin.
Pohon beringin tumbuh makin besar. Pedagang minuman khas dawet memanfaatkan kerindangan di bawahnya. Banyak warga setiap hari selalu mampir untuk membeli minuman itu.
Dalam kisah berikutnya, beringin besar itu ternyata tidak hanya menaungi burung, reptilia, dan lainnya, tetapi juga menaungi pedagang dawet dan warga yang membelinya. Belakangan, ternyata para setan juga bernaung di pohon itu.
Alkisah, pohon beringin tiba-tiba ditebang. Warga tidak tahu alasan penebangan itu. Para penebang tinggal pasrah saja. Itu karena atas perintah Kepala Desa.
Warga memprotes, Kepala Desa pun menemui warga. Ia menjelaskan, gara-gara pohon beringin itu, nama Kutowaringin tidak lagi dikenal warga sekitar kampung. Warga lebih suka menyebut daerah itu sebagai Kampung Beringin.
Menurut Kepala Desa, nama Kutowaringin lebih bergengsi daripada Kampung Beringin. Kepala Desa itu didampingi seorang dukun. Dukun itu rupanya yang memiliki inisiatif supaya pohon beringin ditebang saja.
”Pohon beringin itu sudah menjadi masa lalu. Pohon beringin itu bisa diganti pohon lainnya,” ujar sang dukun kepada warga.
Alasan berikutnya, ada ulah setan penjaga pohon beringin yang merasuki tubuh putri Kepala Desa, Agnes Winarni. Agnes kerasukan setan bertepatan di saat jadwal seleksi pemain sinetron. Peluang Agnes untuk menjadi pemain sinetron pun kandas.
Sang dukun mengidentifikasi setan yang merasuki Agnes datangnya dari pohon beringin itu. Menebangnya menjadi cara paling gampang untuk mengusir setannya.
Ditebanglah kemudian ”beringin setan” itu. Tentu, di babak berikutnya, tidak terlalu mudah untuk begitu saja mengusir setan-setan yang selama ini bernaung di pohon beringin yang kokoh dan rindang tersebut.
Bahan plastik
Wayang tavip pertama kali disematkan namanya pada 2010 oleh pemimpin kelompok Teater Koma, N Riantiarno. Pada waktu itu, permainan wayang ini disebut sebagai wayang motekar, wayang yang memakai figur boneka atau tokoh-tokoh terbuat dari bahan plastik dan diwarnai.
Penciptanya, M Tavip. Ketika itu wayang motekar disertakan dalam pementasan Teater Koma yang sedang memainkan lakon Sie Jin Kwie. Aktor Budi Ros berperan sebagai dalang wayang itu.
Budi Ros akhirnya terus berlanjut menjadi dalang wayang tavip sampai sekarang. Medium plastik untuk wayang tavip memiliki karakter tembus cahaya. Ketika ditembakkan cahaya lampu, wayang itu tidak menghalangi cahayanya.
Karena sifat plastik yang tembus pandang, cahaya lampu diteruskan, hingga bayangannya terbentuk di layar sesuai citra warna wayang tersebut.
Sebelum pentas, Tavip menunjukkan cara pembuatan wayang tavip gunungan. Tavip memungut limbah botol plastik untuk minuman air putih. Ia membentuk beberapa lembar dari potongan botol-botol plastik itu.
Lembaran itu kemudian dibentuk serupa gunungan pada wayang kulit. Gunungan wayang tavip pun penuh warna. Ketika disorot cahaya lampu, bayangan yang terbentuk serupa gunungan itu penuh warna. Inilah sisi kelebihan wayang tavip ketika dibandingkan dengan wayang kulit. Wayang tavip bukan membentuk bayangan hitam di layar.
Tavip juga menciptakan sesuatu yang disebutnya ”bazoka”. Seperti mesin pelontar mortir, peralatan berbentuk tabung sepanjang kurang dari satu meter itu untuk menciptakan efek citra gerak yang berwarna-warni. Efek visualnya seperti lukisan abstrak, tetapi mampu bergerak di layar.
Itulah teknik wayang tavip yang membuatnya beda. Tidak hanya itu, penyajian narasinya pun beda, tanpa diiringi musik gamelan. Ketika membawakan lagu pun, tidak ada iringan alat musik apa pun. Jadilah, lagu-lagu yang dibawakan sebagai akapela dengan suara mulut.
Peralatan yang digunakan dalang hanyalah berupa kecrek yang terbuat dari besi, dan gedog untuk menabuh papan kayu. Suara kecrek dan gedog untuk mengiringi narasi yang disuarakan dalang.
Menurut Budi Ros, cara mendalang dengan iringan suara dari mulut ini pernah populer di Banyumas, Jawa Tengah. Namanya dalang jemblung. Namun, cara mendalangnya seperti mendongeng, tanpa wayang pula.
Selain ada penyederhanaan dengan menghilangkan iringan alat musik, wayang tavip berhasil mengembangkan efek visual yang penuh warna seperti layar film di bioskop. Tema narasinya pun fleksibel, menyesuaikan keadaan terkini. Ekspresi dan komunikasi menjadi lebih penting.
Tidak mengherankan, dalang yang ada di balik layar pun kadang maju ke depan layar. Ia menjumpai penontonnya dan memberikan narasi pelengkap untuk suatu adegan tertentu. Ia pun seperti mendongeng. Layar ditinggalkannya begitu saja.
Untuk beberapa saat kemudian, sang dalang kembali bermain di belakang layar. Ketika narasi menuntut banyak tokoh, di situlah peranan asisten dalang.
Pada kesempatan itu, Budi Ros dibantu tiga asisten dalang yang meliputi Sir Ilham Jambak, Yesa Andika, dan Tonny G Achmad. M Tavip sebagai kreator wayang juga tidak jauh-jauh dari dalang dan asistennya. Tavip memainkan ”bazoka”-nya untuk menimbulkan afek penuh warna yang bergerak di layar.
Singkat cerita, narasi Beringin Setan berlanjut dengan kesurupan massal. Banyak warga disurupi setan-setan yang semula menghuni rumahnya di pohon beringin yang ditebang. Kepala Desa makin kerepotan manakala putrinya, Agnes, kembali kemasukan setan.
Sang dukun yang semula berhasil mengusir setan di tubuh Agnes sekarang tak berkutik. Setan tetap merasuki tubuh Agnes. Bahkan, sang dukun pun mengalah lalu berkompromi. Sebagai hasil kompromi, setan itu meminta setiap warga agar menanam pohon beringin di halaman rumahnya.
”Apakah ini namanya perjanjian dengan setan?” tanya salah satu warga kepada sang dukun.
Dalang Budi Ros membuat epilog, setan nantinya akan berdiam di pohon-pohon beringin yang ditanam para warga. Setan tetaplah ada, bahkan dengan adanya banyak pohon beringin itu nantinya para setan akan terus berkembang biak.
”Repot betul ketika mempunyai bayangan seperti itu,” demikian akhir narasi Beringin Setan dengan naskah karya Budi Ros tersebut.