LSF Promosikan Sensor Mandiri
Untuk kedua kalinya, Lembaga Sensor Film atau LSF kembali menganugerahkan penghargaan tahunan bagi sejumlah produk sinematografi, baik berformat sinetron, FTV, maupun film bioskop, sesuai dengan kategori usia. Kali ini, pengumuman Anugerah LSF 2018 disiarkan Jumat (19/10/2018) malam oleh Kompas TV dengan melibatkan sejumlah artis papan atas.
Berbeda dengan tahun lalu, penganugerahan kali ini memang dirayakan. Niat mulianya untuk mengedukasi pentingnya sensor mandiri. Baik masyarakat, para produsen dan pegiat sinematografi, maupun ekshibitor, dalam hal ini stasiun televisi dan bioskop, diajak untuk bisa memahami dan membiasakan diri pada konsep sensor mandiri, seperti juga menjadi tema penghargaan tahun ini.
”Ini memang bukan award (penghargaan) untuk bagus-bagusan film atau banyak-banyakan jumlah penonton. Semua film dinilai dan diseleksi sesuai tata aturan dan konsep yang dipahami serta menjadi patokan kerja LSF. Jadi, film yang dinyatakan menang adalah yang paling tinggi nilainya dalam mengadaptasi tata aturan dan konsep tadi,” ujar Ketua Panitia Anugerah LSF 2018, Rommy Fibri.
Pada periode LSF sekarang, tambah Rommy, pihaknya tidak lagi menerapkan sensor dalam artian memotong atau melarang penayangan (banned) sebuah produk atau karya film, seperti terjadi di masa lalu. Secara teknis dan teknologi pun pemotongan konten film tak lagi dimungkinkan seperti saat teknologi film masih menggunakan pita seluloid.
Pihak LSF, menurut Rommy, hanya sebatas merekomendasikan dan memberikan catatan agar pemilik film merevisi filmnya sesuai berita acara penyensoran LSF. Eksekusi untuk merevisi, entah dalam bentuk pemotongan, pemburaman, atau bahkan mengubah adegan film diserahkan sepenuhnya kepada pihak produsen atau pemilik film.
Adakalanya pemilik film mudah menerima rekomendasi atau catatan LSF tadi untuk langsung melakukan sensor mandiri. Akan tetapi, tak jarang pertentangan dan penolakan keras terjadi. Pihak LSF sendiri, menurut Rommy, sebisa mungkin tak ingin melarang tayangan film produksi Tanah Air.
”Ada kalanya setelah terjadi dialog dan perdebatan kemudian disepakati antara kami dan pemilik film untuk tidak mengubah apa pun. Seperti rekomendasi kami ke film Lima, beberapa waktu lalu, pihak pemilik film bersikeras tak mau salah satu adegan di dalam filmnya direvisi sesuai rekomendasi kami,” ujar Rommy.
Akhirnya, solusinya adalah dengan menaikkan kategorisasi umur penonton dari sebelumnya 13 tahun ke atas (13+) menjadi 17 tahun ke atas (17+). Pertimbangannya, penonton usia 17 tahun ke atas sudah cukup bisa menyikapi dan memahami adegan yang dipersoalkan tadi.
Walau begitu, bagi LSF, tetap ada sejumlah hal yang tak dapat dikompromikan. Hal tersebut antara lain adegan yang memperlihatkan unsur kekerasan dan sadisme, penggunaan narkotika dan zat adiktif terlarang lain, terutama jika adegan pemakaiannya dirinci dalam film. Selain itu, juga hal terkait isu seputar kepekaan agama.
Mengenai konsep sensor mandiri, masyarakat juga diharapkan ikut terlibat aktif, terutama dalam menentukan film apa yang akan mereka tonton. Dalam sambutannya pada ajang penganugerahan, Ketua LSF A Yani Basuki menyebutkan, melalui prinsip ”Memilah dan Memilih Tontonan (MMT)” sesuai kategori usia dan peruntukan, masyarakat diharapkan bisa berperan aktif dan ikut bertanggung jawab, terutama dalam konteks penguatan ketahanan budaya dan nasional.
Semua diseleksi
Pada dasarnya semua produk film, baik bioskop, sinetron, maupun FTV, yang disensorkan ke LSF sepanjang satu tahun, periode 1 September 2017 sampai 31 Agustus 2018, masuk dalam proses penyeleksian. Produk-produk film ini kemudian dipilah sesuai kategorisasi yang ditetapkan untuk proses seleksi anugerah LSF 2018.
Dibandingkan dengan tahun lalu, pengategorian film-film yang diseleksi bertambah. Dari tiga kategori sebelumnya, FTV, sinetron, dan film bioskop, tahun ini kategori sinetron dan film bioskop lebih dibuat terperinci. Untuk sinetron dibagi dalam tiga kategori, yakni laga, drama, dan religi. Adapun film bioskop pembagiannya berdasarkan kategori usia, seperti semua umur, 13 tahun ke atas, 17 tahun ke atas, dan 21 tahun ke atas.
Sementara untuk pihak ekshibitor, stasiun televisi dan bioskop, terdapat kategori peduli sensor mandiri (televisi dan bioskop), televisi peduli pendidikan, dan televisi peduli budaya. Dengan begitu total ada 12 kategori penghargaan pada Anugerah LSF 2018.
Turut hadir Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Ketua LSF A Yani Basuki. Masing-masing menyerahkan penghargaan kategori Film Bioskop untuk usia 13 tahun ke atas, Yo Wis Ben, yang diwakili pemainnya, Bayu Skak, dan penghargaan kategori Bioskop Peduli Sensor Mandiri yang diterima Corporate Secretary Cinema XXI Catherine Keng.
”Film nasional adalah pengejawantahan realitas kehidupan kita. Kalau filmnya maju berarti masyarakat dan negaranya maju. Adalah tanggung jawab bersama kita memajukan film Tanah Air. Saya berharap LSF terus mempromosikan sensor mandiri yang melibatkan para pelaku industri film dan masyarakat,” ujar Muhadjir.
Mengakhiri pidatonya, secara mengejutkan Muhadjir menyanyikan penggalan refrain lagu ”Sakura” yang sebelumnya dibawakan penyanyi Rossa di atas panggung. Selain Rossa, penyanyi Cakra Khan juga tampil di perhelatan ini.
Sejumlah artis papan atas, seperti Rano Karno, Maudy Koesnaedi, Prisia Nasution, Ayu Laksmi, Yuki Kato, dan Pandji Pragiwaksono, secara berpasangan dan bergantian membacakan para nomine dan pemenang untuk semua kategori.
Penghargaan kategori Televisi Peduli Pendidikan dimenangi Trans TV, kategori Televisi Peduli Budaya dimenangi Indosiar, dan kategori Televisi Peduli Sensor dimenangi ANTV. Selain film Yo Wis Ben, penerima penghargaan kategori film bioskop klasifikasi usia Semua Umur jatuh pada film berjudul Kulari Ke Pantai produksi PT Mira Lesmana Production Services.
Untuk film bioskop klasifikasi Usia 17+ dan 21+ berturut-turut dimenangi film berjudul Aruna dan Lidahnya produksi Palari Films dan Kenapa Harus Bule? (Ugly Stupid Love) produksi PT Kalyana Shira Films.
Kategori FTV diberikan pada Hari-Hari Guru Jalil produksi PT Demi Gisela Citra Sinema, Serial Televisi Genre Aksi dimenangi Amara: Sahabat Langit produksi PT MD Entertainment. Adapun penghargaan FTV untuk Genre Religi dan Genre Romansa masing-masing dimenangi Aku Bukan Ustadz (PT MNC Pictures) dan Orang Ketiga (PT Sinemart Indonesia).
(Wisnu Dewabrata)