Sajak tentang Don Quixote
Gadis asal Spanyol, Carmen Caballero Fernandez, itu bergerak sedikit maju dan memainkan flute di tengah pembacaan sajak-sajak tentang Don Quixote karya Goenawan Mohamad (77). Carmen berusaha menghidupkan sang tokoh utama Don Quixote yang jenaka, majenun, aneh, juga murung itu.
”Ketika memainkan musik tadi, saya menaruh diri sebagai tokoh utama Don Quixote. Di situ saya menyampaikan Don Quixote ada di antara realitas dan tidak,” ujar Carmen, Senin (22/10/2018), di Teater Salihara, Jakarta, seusai geladi bersih pentas pembacaan sajak-sajak Don Quixote.
Sajak-sajak Goenawan itu menafsir kembali novel dengan tokoh utama Don Quixote. Novel karya Miguel de Cervantes itu diterbitkan dalam dua volume antara 1605 dan 1615 di Spanyol. Judul novelnya El Ingenioso Hidalgo Don Quixote de La Mancha atau Sang Bangsawan Cerdik Don Quixote dari Mancha.
Pembacaan sajak-sajak Goenawan itu dipentaskan pada 23-24 Oktober 2018 di Teater Salihara. Kegiatan ini dalam rangka program Literature and Ideas Festival Salihara (LIFEs) yang berlangsung 23-28 Oktober 2018.
Pembacaan sajak selain diiringi alunan flute, juga diiringi piano. Deretan nama yang mendukung pementasan ini meliputi Carmen, Adra Karim, Landung Simatupang, Niniek L Karim, Rebecca Kezia, Sri Hanuraga, dan Sam Ancoe Amar.
Carmen mengatakan, narasi Don Quixote dalam hidupnya seperti melihat dan ingin menuju sebuah oase di tengah perjalanannya di padang gurun. Namun, oase itu hanyalah fatamorgana.
”Fatamorgana bagi Don Quixote tidak hanya terjadi pada fisik matanya. Halusinasi juga terjadi di hatinya,” kata Carmen. Fatamorgana atau halusinasi hati Don Quixote itu karena ia hidup dan mencintai sosok perempuan Dulcenia. Namun, Dulcenia itu sendiri tidak pernah ada.
Novel tentang Don Quixote ini memang menawarkan drama romantis yang menggelikan. Goenawan terusik ingin memopulerkan kembali karya ini di Tanah Air.
Melalui sajak-sajaknya, Goenawan menyampaikan kisah Don Quixote dalam sebuah kegilaan dengan lugas. Seperti di sajak awal pembacaan yang berjudul ”Aku Akan Tugur”. Bunyinya, ”Aku akan tugur sepanjang malam//di puri tua itu, Dulcenia.//Menjaga mimpimu//meski kau tak pernah ada.”
Goenawan pun lugas menyatakan di dalam sajaknya, Dulcenia tak pernah ada. Namun, ia tegas berkisah tentang Don Quixote yang tugur atau menanti dan ingin menjaga mimpi Dulcenia meski Dulcenia tidak pernah ada.
Merawat cinta
Novel yang ditafsir kembali menjadi sajak-sajak oleh Goenawan Mohamad memberi perenungan tersendiri. Goenawan mengibaratkan peristiwa di sebuah kota, ada orang yang aneh, majenun, dan sering disebut sebagai orang gila.
”Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi pada pikiran orang yang kita sebut orang gila itu. Novel tentang Don Quixote seperti itu dan sangat menarik,” kata Goenawan.
Saat menyampaikan prolog sebelum pembacaan sajak-sajaknya, Goenawan menyebut, Miguel de Cervantes memulai kisah Don Quixote dari naskah seorang Muslim Spanyol, seorang Mur, Sayid Hamid Benangeli. Naskah itu ditemukan di sebuah pasar tua di Toledo.
”Agak membingungkan sebenarnya. Sebab, dalam novel ini, Sayid Hamid sendiri kadang muncul, tak tahu apa yang terjadi,” ujar Goenawan.
Goenawan merasa tidak percaya kepada Cervantes, penggubah cerita itu. Ia buru-buru menyampaikan, hal yang dipercayai dari novel itu adalah tentang cinta Don Quixote kepada Dulcenia, cinta kepada perempuan yang tak pernah ada.
Mengembara
Don Quixote dalam perjalanan hidupnya diiringi Sancho Panza. Sancho seorang petani miskin yang tetap setia mengiringi Don Quixote ke mana pun pergi mengembara. Meski Sancho tak pernah mengerti mengapa tuannya itu pergi mengembara.
Goenawan menulis salah satu sajaknya dengan judul ”Sancho Panza Mendiktekan Sepucuk Surat Buat Isterinya”. Bunyinya, ”Telah kuikuti seorang yang murung, Teresa,//ke dalam hutan panjang//sebelum Murcia : ia//yang menorehkan pedangnya//ke pohon-pohon//di batas ngarai.
Aku tahu ia terbujuk//soneta yang sedih//dan kecewa//pada repetisi sungai.” Demikianlah dikisahkan pengiring Don Quixote sadar akan situasi dan merumuskan dengan kalimat akhir, ”Surga telah melupakanmu, Don Quixote,//neraka tak mengenalmu.”
”Ada yang jenaka di sana, tapi juga murung,” ujar Goenawan. Salah satu ungkapan Don Quixote dipetik, ”Aku dilahirkan untuk jadi teladan nasib malang, sasaran dan arah anak panah, untuk disakiti.”
Goenawan menyebut, novel ini kisah kocak yang menyimpan sesuatu yang tidak bahagia. Kisah itu tentang seorang yang kurus, tua, berjalan jauh di abad ke-17. Ia rombeng, terombang-ambing, dan majenun. ”Saya rasa Don Quixote antara gila dan tak gila,” kata Goenawan.
Di novel itu, Don Quixote kadang dipanggil Ksatria Berkuda yang Muram (El Cabalerro de la Triste Figura). Orang-orang di sekitarnya menertawakan, tetapi Don Quixote berjalan terus dan bermimpi terus. Dan, ia terus mencinta Dulcenia meski perempuan itu tak pernah ada.
Mungkin saja Cervantes ingin mengajar kita agar selalu punya cinta. Don Quixote yang majenun, yang aneh, yang gila, itu saja mampu merawat cinta....