Petualangan Bob James
Jika musik jazz adalah petualangan, maka Bob James adalah seorang petualang. Selama puluhan tahun kariernya, karya-karya Bob James telah dilabeli dan dimasukkan dalam kategori tertentu yang dianggap mampu menjelaskan komposisi-komposisi musiknya. Namun, pianis asal Amerika Serikat itu terus menempuh petualangan yang melampaui label dan kategori yang dilekatkan kepadanya.
Petualangan itu pula yang disajikan Bob James saat tampil dalam konser musik UGM Jazz 2018, akhir pekan lalu, di Grand Pacific Hall, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam konser yang diselenggarakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, itu, Bob tampil dalam format trio bersama pembetot bas Michael Palazzolo dan penabuh drum Ron Otis.
Pentas malam itu dibuka dengan alunan lembut piano Bob James yang menyajikan komposisi ”One Afternoon”. Ini adalah sebuah permainan piano tunggal yang panjang, tapi manis dan mungkin membuat penonton membayangkan suatu sore yang romantis.
Tanpa jeda berarti, ”One Afternoon” langsung disambung dengan ”Bulgogi” yang disambut tepuk tangan riuh penonton. Tampaknya para penonton segera mengenali melodi unik yang khas di awal komposisi tersebut, sebuah ciri yang juga melekat dalam sejumlah komposisi hit Bob James.
Dua komposisi paling awal yang dimainkan Bob James malam itu berasal dari album terbarunya yang bertajuk Espresso dan dirilis tahun ini. Album itu menandai pilihan Bob James untuk kembali bermain dalam format trio jazz klasik yang bertumpu pada piano, bas, dan drum. Selama karier bermusiknya yang terentang panjang, musisi berusia 78 tahun itu memang kerap terlibat dalam kolaborasi dengan format berbeda-beda.
Salah satu yang paling dikenal dan sukses adalah kelompok musik Fourplay yang didirikan Bob James bersama penabuh drum Harvey Mason, pembetot bas Nathan East, dan gitaris Lee Ritenour pada tahun 1990. Kelompok ini bahkan disebut sebagai ”super grup jazz” karena didirikan para pendekar jazz yang telah dikenal luas sebelumnya.
Dalam konser UGM Jazz, Bob James memainkan sejumlah komposisi dari album Espresso karena ia memang memiliki misi untuk mempromosikan album tersebut. ”Misi utama kami adalah untuk memainkan musik dari album baru yang diberi nama Espresso,” kata peraih dua Grammy Awards itu dalam sesi konferensi pers sehari sebelum tampil di UGM Jazz.
Selain ”One Afternoon” dan ”Bulgogi”, ada beberapa komposisi dalam Espresso yang dihadirkan dalam konser tersebut, misalnya ”Ain’t Misbehavin’”. Itu merupakan lagu jazz populer ciptaan Fats Waller dan Harry Brooks dengan lirik yang ditulis oleh Andy Razaf. Bob James menggubah lagu itu menjadi komposisi instrumental dengan tempo lebih cepat, tetapi tanpa meninggalkan suasana ceria dan humor dalam karya tersebut.
Namun, Bob James tentu saja juga menyajikan sejumlah komposisi lamanya yang mendapat sambutan meriah penonton. Saat ”Feel Like Making Love” dilantunkan, misalnya, penonton langsung menimpali dengan tepuk tangan untuk mengiringi permainan piano Bob James yang lembut dan melodis.
Sementara itu, ketika ”Night Crawler” yang bertempo lebih cepat berkumandang, audiens juga menyambut dengan tepuk tangan yang lebih keras dan bersemangat. Tentu saja, komposisi Bob yang paling dikenal, yakni ”Angela”, juga turut dimainkan untuk melengkapi kerinduan penggemarnya terhadap karya yang pernah menjadi theme song film televisi bertajuk Taxi pada dekade 1980-an itu.
Kebebasan
Di kalangan pencinta jazz, karya-karya Bob James kerap digolongkan sebagai smooth jazz yang menggabungkan elemen jazz dengan musik pop yang easy listening. Penggolongan ini tentu sah-sah saja karena karya-karya musisi tersebut memang mengandung unsur musik pop yang lembut, romantis, dan mudah dicerna.
Akan tetapi, kategori tersebut tentu tak bisa dipakai untuk menjelaskan semua karya Bob James. Saat tampil dalam UGM Jazz, Bob membuktikan bahwa karya-karyanya tak bisa diringkas dan diringkus dalam sebuah kategori. Itulah kenapa dalam konser tersebut ia juga menyajikan sejumlah komposisi yang mungkin tak bisa digolongkan sebagai smooth jazz.
Selain itu, Bob bersama Michael Palazzolo dan Ron Otis juga menyajikan serangkaian permainan solo yang penuh improvisasi dengan teknik tinggi. Dalam beberapa komposisi, improvisasi itu menjadi sebuah petualangan yang membawa audiens ke wilayah-wilayah tak dikenal yang penuh kejutan.
Improvisasi musikal semacam itu, yang sangat lumrah dalam dunia jazz tradisional, menjadi pembeda karya Bob James dengan komposisi smooth jazz standar yang konon salah satu cirinya adalah minim improvisasi.
Bob James menuturkan, dirinya memilih memainkan musik jazz karena genre tersebut menawarkan kebebasan untuk berimprovisasi. ”Saat kita memainkan musik, tentu saja ada semacam struktur atau tempat di mana kita memulai, tapi begitu kita masuk ke dalam musik, itu menjadi sesuatu yang lebih susah diprediksi dan kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” kata pianis yang sudah beberapa kali tampil di Indonesia itu.
Bob juga mengibaratkan musik jazz sebagai petualangan yang kadang menghadirkan perasaan takut, tetapi sekaligus memancing gairah. ”Saya menyukai petualangan ke tempat-tempat yang berbeda dan saya senang memiliki kesempatan untuk mengajak para pendengar merasakan petualangan itu,” ungkapnya.
Lintas generasi
Selain menampilkan Bob James, konser UGM Jazz 2018 juga menghadirkan sejumlah musisi Indonesia, yakni penyanyi Ruth Sahanaya, musisi Candra Darusman, serta penyanyi muda Kunto Aji. Pemilihan musisi yang bukan hanya lintas generasi, melainkan juga lintas genre itu jelas bertujuan menjaring audiens yang lebih luas.
UGM Jazz, yang sebelumnya bernama Economics Jazz Live, adalah pentas musik jazz tahunan yang sudah digelar sejak tahun 1987. Acara yang tahun ini memasuki pergelaran ke-24 tersebut dimotori oleh dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Tony Prasetiantono. ”Sejak tahun 2011, kami mengubah orientasi dari mengundang artis domestik menjadi artis internasional karena saya merasa sudah saatnya UGM punya konser internasional,” kata Tony.
Sejak saat itu, Tony telah mendatangkan sejumlah musisi jazz dunia, seperti Michael Paulo, David Benoit, Casiopea, Lee Ritenour, Phil Perry, Dave Koz, Peabo Bryson, dan Patti Austin.
Meski menghadirkan musisi kelas dunia, harga tiket UGM Jazz relatif murah. Tahun ini, misalnya, tiket dijual dengan harga Rp 200.000 sampai Rp 800.000. Itulah kenapa acara tersebut lalu dikenal sebagai konser musik internasional, tetapi tiketnya dijual dengan ”harga angkringan”.