Algoritma yang Memanjakan Penonton
Setiap orang memilih sendiri film apa yang ingin ditonton. Pilihan itu bisa dari genre, pemain film, judul, bahkan dari tampilan gambar. Pada arus teknologi yang supercepat saat ini, penonton di seluruh dunia dimanjakan melalui algoritma aplikasi di tiap gawai. Salah satunya adalah layanan menonton film daring dengan konten orisinal.
Senin (12/11/2018), Husein Mubarak (28) menonton film The Night Comes for Us lewat tabletnya di sebuah kafe di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sebuah film karya anak bangsa yang dimainkan oleh Iko Uwais, Joe Taslim, Julie Estelle, Dian Sastro, dan artis lainnya itu ditonton Husein dan warga dunia lewat Netflix, sebuah perusahaan raksasa teknologi asal Amerika Serikat.
Karena sudah banyak menonton film di Netflix, Husein mulai bertanya dalam hati, film apa lagi yang hendak ditontonnya. Tetapi, dalam hitungan detik, pertanyaan Husein langsung dijawab dari profil Netflix sejak dirinya mendaftar dan berlangganan.
Pada profil di aplikasi Netflix ada beberapa rekomendasi judul film yang muncul. Sebagian besar adalah film-film bernuansa aksi menegangkan, seperti Fast and Furious versi animasi, Skyscraper, dan juga beberapa film aksi asal Asia.
Tetapi, anehnya, dari sekian banyak judul film bergenre aksi, tiba-tiba muncul di baris keempat film komedi-animasi Minions. Wow... bagaimana bisa seorang pencinta film aksi direkomendasikan film Minions.
”Akhirnya saya tonton juga deh film Minions. Awalnya memang gak suka, tetapi ternyata saya tonton sampai habis. Filmnya kocak garing juga,” ungkap Husein.
Husein memang gila menonton. Ia biasa nonton film di kafe, sementara nongkrong dengan teman-temannya. Di toilet kantor, di warung makan, dan paling banyak di tempat tidur. Indekosnya memang tidak terlalu besar, tak ada televisi, hanya ada laptop dan beberapa jenis gawai.
Bagi Husein, menonton bisa di mana saja selama ada telepon pintar. Di monitor teleponnya, terdapat beragam jenis penyedia konten film, seperti Netflix, Iflix, dan Hooq. Ia mengaku sudah mencoba beberapa aplikasi nonton daring.
Namun, sisanya sudah lama dihapus dari telepon genggamnya itu. ”Enak menonton di HP, bisa di mana saja menontonnya. Kerjaan saya gak terlalu banyak, jadi banyak free time-nya. Nah, itu saya habiskan dengan menonton film,” ungkapnya.
Personalisasi
Bukan hal baru dalam bisnis digital untuk membuat ”jualannya” semakin dekat dengan konsumen. Ketik saja satu kata di laman Google, maka akan diberikan umpan atau feed untuk pilihan kata tadi. Sama seperti Netflix, sekali menonton akan ada banyak rekomendasi film untuk pengguna.
Melalui algoritma personalisasi, Netflix memahami keinginan Husein dan 138 juta penggunanya di seluruh dunia. Semua hal disesuaikan dengan keinginan pengguna, bukan hanya soal jenis film, melainkan juga soal kapasitas memori gawai, hingga posisi menonton si pengguna.
Seperti Husein, film Minions muncul dalam daftar rekomendasinya karena beberapa faktor. Salah satunya kata kunci animasi, lalu ada beberapa artis di Fast and Furious yang juga kerap bermain film komedi.
Vice President of Product Netflix Todd Yellin di acara Netflix Slate Asia di Singapura mengatakan, lewat algoritma personalisasi Netflix mencoba memahami keinginan penontonnya. Pihaknya bahkan setiap saat mengunjungi Asia hanya untuk mengetahui keinginan menonton film orang Asia.
”Saya dan istri saya, sudah belasan tahun bersama, kami jelas mempunyai genre film yang berbeda, tetapi ada satu judul film yang sama masuk dalam rekomendasi film kami,” kata Yellin.
Yellin mengatakan, di Netflix pengguna bisa menggunakan empat layar atau empat gawai berbeda sekali menonton film. Netflix memahami, jika pengguna menonton di layar yang lebih kecil seperti layar telepon genggam, maka kualitas gambar diperkecil karena kalau kualitas besar akan menyedot banyak kuota. Berbeda dengan menonton di layar besar.
”Dari hasil kajian kami, orang yang menonton di layar kecil biasanya mengutamakan konten cerita dibandingkan dengan detail lain seperti kancing baju dan jubah. Sebaliknya dengan orang yang menonton di layar besar,” kata Yellin.
Memanjakan Asia
Dalam acara Netflix Slate Asia, Kompas diberi kesempatan menghadiri acara yang juga diikuti lebih dari 200 media di seluruh Asia untuk menyaksikan beberapa film unggulan Asia yang akan keluar 2019. Terdapat 17 film dan serial Asia yang akan hadir.
Semuanya adalah film dengan konten Asia yang berasal dari Jepang, Taiwan, Thailand, India, dan Korea Selatan. Di lokasi acara yang digelar selama dua hari pada Kamis-Jumat (8-9/11/2018) di Marina Bay Sands itu terdapat juga beberapa stan unggulan serial film Kingdom dari Korea Selatan.
Film yang bercerita tentang zombi zaman Dinasti Joseon abad pertengahan di Korea itu bercerita tentang drama perebutan mahkota raja dan wabah yang membuat penduduk berubah menjadi zombi. Sebuah cerita yang bahkan tidak terpikirkan oleh penggemar drama Korea atau drakor.
Sutradara Kingdom, Kim Seong-hun, mengungkapkan, serial Kingdom dimainkan artis-artis profesional. Mereka pun membangun karakter masing-masing dalam kurun waktu lebih kurang empat tahun hanya untuk persiapan serial tersebut.
”Ini akan menjadi cerita yang berbeda daripada drakor yang sudah-sudah,” ungkap Kim Seong-hun.
CEO Netflix Reed Hastings mengungkapkan kekagumannya pada karya-karya pembuat film di Asia. Menurut dia, karya film orisinal Asia memberikan warna dan rasa berbeda untuk pencinta film di dunia.
”Kami berinvestasi pada cerita atau kisah yang kemudian dibagikan kepada semua orang di dunia. Nah, hal terpenting dalam berbagi cerita adalah membangun koneksi dengan latar belakag budaya yang berbeda,” kata Hastings.
Sebelumnya pada 2018, Hastings sudah meluncurkan beberapa film orisinal Asia seperti The Night Comes for Us dari Indonesia, lalu serial film Sacred Games dari India, dan Devilman Crybaby asal Jepang.
Peluncuran itu menandai komitmen juga kemajuan ekspansi pasar Netflix di Asia. Para pembuat film Asia pun mesti berbangga karena filmnya bisa ditonton pelanggan Netflix di 190 negara di dunia.
”Berbagi cerita lewat film artinya juga membagi kebahagiaan, harapan, dan aspirasi. Bukankah itu semua yang kita cari saat menonton sebuah film?” ungkap Hastings.
Chief Content Officer Netflix Ted Sarandos mengungkapkan, lebih dari separuh konten Asia di Netflix ditonton pelanggan di luar Asia. Apalagi, dengan fitur terjemahan 20 bahasa membuat pelanggan lebih mudah menikmati film.
”Kami percaya produksi Asia kami selanjutnya akan mendapatkan penggemar di Asia dan juga kawasan lainnya,” kata Ted.
Menonton menjadi lebih mudah, Anda tidak perlu keluar rumah untuk menyewa DVD atau bahkan ke bioskop. Anda sudah dimanjakan begitu mengunduh beberapa aplikasi penyedia film daring. Khusus Netflix, tak akan ditemui iklan yang menutup layar yang kerap mengganggu penonton.