GIANYAR, KOMPAS — Program acara berita Kompas TV Dewata meraih penghargaan terbaik dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bali 2018. Stasiun televisi ini mengalahkan 16 stasiun televisi pemerintah dan swasta lainnya di Bali. Konten yang kreatif dan inovatif hingga penyiaran berita menjadi dasar penganugerahan kategori program berita terbaik versi KPID Bali.
Kepala Biro Kompas TV Dewata Bambang Calistus bersyukur atas pencapaian itu karena berkat kerja keras tim dalam menyajikan program berita setiap pagi pukul 06.00-07.00 Wita.
”Perbedaan di Kompas TV Dewata dalam penyajiannya karena adanya dialog yang membahas isu terhangat di Pulau Bali. Kompas TV Dewata bekerja sama dengan harian Tribun Bali,” kata Bambang, Kamis (29/11/2018).
Penghargaan ini, bagi Bambang dan tim, merupakan apresiasi bergengsi di ajang tiga tahunan KPID Bali. Kategori program berita terbaik memang yang paling diperebutkan.
Selama 11 tahun usia Kompas TV Dewata, kemenangan program berita yang pertama. Tahun ini, Kompas TV Dewata masuk nominasi di empat dari tujuh kategori yang dilombakan. Tahun 2015, Kompas TV Dewata meraih penghargaan kategori program talkshow terbaik.
Keempat kategori itu adalah program berita terbaik yang sudah dimenangi, program anak dan remaja, iklan layanan masyarakat, serta pembaca berita. ”Ini kebanggaan bagi tim,” ujar Bambang.
Saat ini, Kompas TV Dewata sudah memenuhi konten daerah minimal 10 persen. Kompas TV Dewata memuat 15 persen konten daerah.
Pengamat sosial Ras Amanda mengatakan, siaran lokal sudah mulai kreatif di sejumlah stasiun televisi di Bali. Karena itu, muatan konten lokal diharapkan mampu mendukung pelestarian budaya dan kearifan setempat.
Soal jangkauan siaran, Kompas TV Dewata belum bisa menjangkau satu kabupaten dari sembilan kabupaten/kota di Bali. Kabupaten Buleleng hanya bisa menangkap siaran Kompas TV pusat. Kesulitan jangkauan siaran lokal ke Buleleng juga dialami stasiun swasta lain di Bali. Menara pemancar yang berdiri di Ungasan, Kabupaten Badung, meski tinggi, pemancarnya menabrak pegunungan di Buleleng.
”Perlu membangun pemancar tambahan di pegunungan itu. Hanya saja, investasinya mahal,” ucap Bambang.