Tamasya Suara The Prodigy
Grup musik elektronik asal Inggris, The Prodigy, merilis album baru No Tourists pada November 2018. Lewat album baru tersebut, mereka mengajak penikmat musik untuk berwisata melintasi hamparan nada dan bunyi yang akan memuaskan indera pendengaran. Ini semacam tamasya suara.
The Prodigy bukanlah wajah baru di dunia musik lonjak-lonjak. Grup dengan personel Liam Howlett (kibor, komposer, programmer) dan duo vokalis/penari/MC, Maxim dan Keith Flint, sejak tahun 1990-an menciptakan konsep musik studio dan pertunjukan langsung. Tidak hanya sensasional, konsep ini kemudian berubah menjadi sebuah pergerakan musik. The Prodigy dipuja dan menjadi bagian dari kehidupan bagi penggemarnya.
Musik The Prodigy yang agresif dan meledak-ledak justru dengan mudah diterima berbagai kalangan, mulai dari penggemar musik pop hingga ke metal mania. The Prodigy seperti mengisi sisa otak manusia yang hampir seluruh volumenya sudah dijejali dengan referensi selera musik masing- masing. Ibaratnya, selain rock dan heavy metal, selalu ada The Prodigy di antaranya.
Saat album No Tourists dirilis pada 2 November 2018, para penikmat musik elektronik dalam komentar-komentar di media sosial seolah bersepakat menyebutkan bahwa The Prodigy telah membangkitkan kembali kemegahan genre big beat dengan ramuan musik industrial yang kental. Musik tersebut populer pada era tahun 1990-an.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC Radio 6 yang tayangan audionya diunggah di kanal YouTube, motor dari The Prodigy, Liam Howlett, mengatakan, materi album No Tourists lebih intens dan menyajikan The Prodigy dari berbagai perspektif. Liam memasukkan musik rave klasik yang menjadi fondasi The Prodigy meskipun ditampilkan dengan gaya yang segar. ”Album ini bukan album retro meskipun kami bangga dari masa kami berawal. ”No Tourists seperti melihat ke masa lalu dengan tempat memandang yang baru.” kata Liam.
The Prodigy selama lebih dari dua dekade telah dengan gagah berada di pusaran besar arus musik elektronik. Saat genre electronic music dance (EDM) dengan cepat menguasai pasar dan menciptakan tren baru bagi penggemar musik dansa, The Prodigy tetap konsisten membuat musik dengan bunyi mesin yang berkarakter. Tidak seperti kebanyakan musik EDM yang mood iramanya mudah ditebak dan kadang terjebak itu-itu saja, The Prodigy justru mengacak-acak sumber suara dan menyuguhkan materi lagu yang mengejutkan.
Selera asal
Boleh dibilang No Tourists adalah album yang kembali ke selera asal The Prodigy. Ini jika ditilik sejak mereka merilis album ketiga The Fat of The Land (1997) yang menjadi cetak biru musik The Prodigy dan kemudian memperbarui bunyi-bunyian di album-album berikutnya.
Mendengarkan album No Tourists seperti kita sedang berbelanja di toko serba ada. Mau mencari apa saja semuanya tersedia. Liam Howlett dengan cerdas menyusun kepingan puzzle sampling suara dan membangunnya menjadi 10 lagu yang masing-masing mempunyai berkarakter.
Album ini dijejali irama yang beraneka ragam, mulai dari rap, techno, disko, hingga industrial rock. Lagu pembuka No Tourists, ”Need Some1”, yang dirilis beberapa bulan sebelumnya cukup memberikan bocoran materi album No Tourists. Secara gamblang, melalui ”Need Some1”, The Prodigy memamerkan aneka beat yang sudah dikenal oleh para penggemarnya. Lagu tersebut memanggil memori ke lagu-lagu kebangsaan The Prodigy, seperti ”Firestarter” atau ”Breathe” yang keduanya menjadi biangnya album The Fat of The Land.
Seperti album-album The Prodigy yang lain, No Tourists juga pelit syair. Setiap lagu hanya terdiri atas dua-tiga bait yang diulang-ulang. Lalu, sebenarnya fungsi duo vokalis mereka apa?
Meski minim peran di proses rekaman album, Maxim dan Keith Flint adalah representasi visual dari The Prodigy. Saat pembuatan klip video dan konser, mereka berdua adalah bintangnya. Penampilan Keith Flint dengan rambut ala karakter fiksi Wolverine dan rias wajah Maxim yang layaknya Indian menjadi merek dagang mereka. Penampilan dansa Keith Flint yang ugal-ugalan tetapi cenderung lucu menjadi salah satu penanda The Prodigy. Aksi panggung The Prodigy adalah satu yang terbaik di dunia.
No Tourists adalah sebuah album yang komplet. Sebuah narasi tentang keindahan masa lalu yang dikemas dalam bungkus masa kini. Album No Tourists memproduksi suara-suara yang dulu muncul pada era bunyi-bunyian tidak diproduksi dengan mesin komputer berprosesor canggih. Album ini adalah murni kerajinan tangan Liam Howlett. Album ini juga memperlihatkan kemampuan The Prodigy untuk beradaptasi dengan perkembangan tanpa meninggalkan akar.
Pilih salah satu lagu di album No Tourists, mungkin saja lagu tersebut akan menjadi favorit Anda. Sangat sulit menentukan lagu jagoan di album No Tourists. Beberapa lagu tampil menonjol dengan dentuman bas yang kuat, seperti lagu ”No Tourists”, ”Champions of London”, dan ”Timebomb Zone”.
Ada juga lagu ”Resonate” yang cukup memberi warna album ini dengan repetisi irama dengan volume yang ditinggikan. Semuanya lagu cukup unik dan berpotensi membuat pendengar menggelengkan kepala. Jika harus dipilih satu lagu terbaik, ”Light Up The Sky” paling unggul. Ini adalah salah satu lagu yang bisa menjadi branding The Prodigy.
Album ini perlu didengar secara utuh. Dengan menyimak semua lagu, penikmat musik The Prodigy seolah sedang mengikuti paket tur wisata dengan sajian suara-suara yang bervariasi. Sebuah rute perjalanan yang menyenangkan.
Satu hal yang pasti, lagu-lagu di album No Tourists (dan tentunya lagu-lagu The Prodigy lainnya) selalu sukses membangkitkan gelora dan memompa semangat para pendengarnya. Melalui No Tourists, The Prodigy menancapkan tonggak kedua pencapaian musik mereka. Bagi yang tidak terlalu mengenal The Prodigy dan mencoba mendengarkan, siap- siap ketagihan setelah diajak bertamasya suara.
(Yuniadhi Agung)