Pementasan musik keroncong dan seriosa ”Kisah Mawar” 90 Tahun Rose Pandanwangi, penyanyi mezosopran pertama Indonesia, usai digelar di Teater Ciputra Artpreneur, Jakarta, Minggu (27/1/2019). Ada pesan terucap yang terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Dari bagian acara bincang-bincang jeda pementasan yang dipandu wartawan senior Ninok Leksono, terungkap kiat sederhana jika kita ingin melanggengkan kedua jenis musik ini. Di antaranya pesan dari narasumber Imam D Kamus (48), seorang musisi sekaligus pendokumentasi dan periset musik keroncong, serta dari seorang pianis terkemuka Indonesia saat ini, Ananda Sukarlan (51).
Imam menyebutkan, keroncong memiliki spirit hibrida atau semangat perkawinan silang untuk terus berubah dan terjaga keberadaannya. Namun, untuk beranjak membuat perubahan haruslah memiliki pijakan.
Pijakan yang disarankan adalah belajar dari musik keroncong formal yang dikembangkan musisi Kusbini (1910-1991). Sejak era kolonial Hindia Belanda, Kusbini aktif menciptakan komposisi musik keroncong khas Indonesia dan memainkannya.
Jejak pemikiran dan kreativitas di jalur musik keroncong Kusbini dituangkan ke dalam beberapa buku yang pernah dibuatnya. Pada tahun 1972, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganugerahi Kusbini sebagai Pembina Musik Keroncong Indonesia.
”Keroncong itu musik Indonesia asli. Tetapi, asalnya dari pengembangan jenis musik yang digunakan untuk mengiringi tarian mareska dari Portugis, dan musiknya disebut moresko,” kata Imam.
Pada akhirnya, keroncong beda dengan moresko. Ada penanda kuat yang membedakannya, yaitu keroncong memiliki irama musik yang dilahirkan sebuah alat musik yang tidak terdapat pada moresko. Alat musik itu dikenal sebagai ”cak” dan ”cuk”.
Kedua alat musik itu tidak jauh berbeda dengan ukulele. Namun, cara memainkan ”cak” dan ”cuk” ini berbeda dengan ukulele. Cara memainkan keduanya saling menyahut dan saling mengisi.
Dari situlah keroncong formal asli Indonesia tumbuh dan bertitik tolak. Namun, sampai sekarang kita masih dapat menikmati keroncong yang masih mempertahankan keportugisannya atau moresko itu.
Keroncong yang masih menjaga aroma rasa keportugisannya dapat dijumpai dari komunitas yang bertahan di Jakarta sisi utara bagian timur, yaitu sebagai Keroncong Tugu. Irama dan alat musiknya seperti yang digunakan untuk mengiringi tarian mareska Portugis, di antaranya flute, kecapi, dan ukulele atau gitar.
Antusiasme diciptakan
Meredupnya musik keroncong sekarang tak jauh beda dengan seriosa. Ananda menyampaikan kiat menarik.
”Musik seriosa bukan dari serius musik karena semua aliran musik bagi saya itu serius. Saya lebih memilih seriosa sebagai tembang puitik,” kata Ananda.
Tembang puitik tak ubahnya sebagai musikalisasi puisi. Puisi dinyanyikan dan diiringi alat musik.
Titik tolaknya sederhana. Penyair di Indonesia tidak sedikit jumlahnya. Lirik puisi yang diciptakan pun tak kalah menarik. Ketika dijadikan sebagai tembang puitik, tak ubahnya sebagai lagu seriosa.
Soal antusiasme terhadap musik seriosa yang redup, bagi Ananda, hal itu bukanlah suatu keadaan yang harus diterima pasrah begitu saja. Namun, antusiasme terhadap seriosa sebagai tembang puitik dapat diciptakan.
”Antusiasme itu sesuatu yang harus diciptakan,” ujar Ananda.
Ananda menyebut beberapa puisi karya penyair Sapardi Djoko Damono, Eka Budianta, atau Goenawan Mohamad. Lirik-lirik puisi mereka sangatlah bagus untuk dijadikan tembang puitik, yang bagi Ananda, itu tak ubahnya sebagai lagu seriosa.
”Puisi-puisi seperti karya Sapardi Djoko Damono sangat menarik karena liriknya sudah melahirkan musik,” ujarnya.
Ananda menyajikan aransemen tembang puitiknya yang dinyanyikan penyanyi tenor Nikodemus Lukas Hariono (25).
Penyair Sapardi Djoko Damono pun ikut pentas membawakan puisi ”My Queen” dari suami Rose Pandanwangi, salah seorang pelukis maestro Indonesia, S Sudjojono.
Rose Pandanwangi turut menunjukkan suara emasnya. Ninok Leksono pun turut menampilkan sebuah lagu keroncong berjudul ”Di Sela Rumput Hijau”.
Rina Ciputra Sastrawinata, pengelola teater Ciputra Artpreneur, mengungkapkan rasa bangganya bisa menghadirkan pentas berkualitas tersebut. Pentas musik keroncong dan seriosa atau tembang puitik yang menjadi bagian identitas bangsa ini.
Sharifah Syed Muhammed, seorang pianis dan periset musik seriosa Rose Pandanwangi dari Malaysia, turut meramaikan acara ini sebagai salah satu narasumber talk show. Ia mengungkapkan, Rose Pandanwangi menarik perhatiannya karena berhasil mementaskan musik seriosanya yang khas di panggung internasional.
Beberapa nama penyanyi keroncong tampil diiringi Grup Keroncong Sekar Pertiwi yang dipimpin Iswandaru. Ervina Simarmata membawakan beberapa lagu keroncong asli, stambul, dan langgamnya. Ervina meraih juara I Festival Keroncong Tingkat Nasional 2005.
Kemudian, menyusul Intan Soekotjo. Ia juga berduet dengan ibunya, penyanyi keroncong ternama, Sundari Soekotjo.
Pementasan ”Kisah Mawar” anggun dan megah. Sekaligus pementasan dengan bincang-bincangnya yang memberi pengetahuan dan tantangan.
Keroncong dan musik seriosa ditumbuhkan dan dikembangkan menjadi salah satu identitas bangsa Indonesia. Keberadaannya kini meredup, tetapi selalu masih ada dan akan ada selamanya untuk menjaga spirit hibrida keroncong dan mencipta antusiasme seriosa melalui tembang puitik.