Sang Penakluk
Penakluk adalah julukan paling tepat untuk Edward Christopher Sheeran. Berbekal sebuah gitar, seorang diri dia menaklukkan ribuan pasang mata yang memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, dengan lagu dan lirik-liriknya yang membius.
Ed Sheeran! Ed Sheeran! Ed Sheeran! Luapan adrenalin serasa menggenangi Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (3/5/2019) malam. Ribuan orang, menurut promotor PK Entertainment, AEG Present, dan Sound Rhythm jumlahnya 50.000 orang, mulai anak-anak, remaja, hingga paruh baya, berteriak serempak menyerukan nama Ed Sheeran penuh antusiasme. Gemanya bergetar ke seluruh penjuru. Stadion yang sebelumnya telah dipanaskan oleh band rock asal Jepang, One Ok Rock, itu makin menggelora.
Yang diserukan namanya berjalan memasuki panggung dengan senyum tersungging di bibir. Tangan kanannya menenteng sebuah gitar bolong berwarna coklat. Gegap gempita menyambut kehadiran penyanyi dan musisi kelahiran West Yorkshire, London, yang telah dinantikan kehadirannya di Jakarta sejak lama itu.
Tanpa basa-basi, Ed memainkan gitarnya. ”Castle on the Hill” yang berirama riang dengan lirik lugas dibawakan dengan suara penuh tenaga. Penonton bertepuk tangan. Paduan suara pun menggema, mengikuti lirik pendek-pendek ”Castle on the Hill” yang dinyanyikan dengan cepat.
Panggung yang hanya diisi oleh Ed dan gitarnya itu tak tampak sepi. Musiknya tetap tersimak penuh berkat alat pengulang (repeater) yang digunakannya. Untuk memainkannya, Ed biasanya memulai lagu dengan memainkan nada dasar lagunya lebih dahulu, lalu merekamnya di pedal alat pengulang yang diaktifkan dengan cara diinjak. Saat diperlukan, rekaman itu diputar ulang sehingga Ed bisa memainkan melodi dari gitar yang sama.
Di panggung, yang tampak jelas adalah Ed yang memainkan gitarnya dengan cara digenjreng saja, minim petikan melodi, atau bahkan cara brutal, memukul-mukul badan gitar seperti layaknya orang memukul kendang. Untuk memberi ketukan, dia hanya perlu mengetuk badan gitar.
Aksinya itu menjadi makin penuh dengan permainan gambar di panggung yang didesain bergaya ala gedung teater serta tata lampu penuh warna. Rahasia itulah yang membuat Ed, meski hanya seorang diri, berhasil menaklukkan seisi stadion. Hanya dengan satu gitar.
Baru setelah lagu itu rampung, Ed Sheeran menyapa penonton. ”Halo Jakarta”, disusul permintaan maaf atas batalnya konser di Jakarta tahun 2017 karena cedera yang ia alami.
Ed rupanya bukan tipe musisi yang pelit bicara. Di panggung, dia banyak bicara. Tak hanya tentang lagu-lagunya, tetapi juga tentang perjalanan kariernya di dunia musik. Bagaimana dari seorang bocah yang lahir di kota kecil di London, bisa tampil di konser skala stadion, termasuk ke Jakarta.
”Angel To Fly” kembali membuat penonton takluk di bawah pesona permainan gitar Ed. Yang perlu dicatat, setiap membawakan lagu baru, Ed selalu mengganti gitarnya meski tetap sama-sama berupa gitar bolong. Dari layar besar di sisi kiri dan kanan panggung, penonton bisa menyaksikan tato warna-warni menghiasi kedua tangan Ed.
Skala stadion
Penampilan Ed di Stadion Utama Gelora Bung Karno malam itu menjadi konser terakhir dalam rangkaian tur konser Ed Sheeran Divide World Tour 2019 di Asia. Konsernya di Asia dimulai dari Malaysia, 13 April lalu, berlanjut ke Hong Kong, Korea, Jepang, Singapura, dan Bangkok. Semua konsernya digelar dalam skala stadion dengan kapasitas penonton mencapai puluhan ribu orang.
Dalam film dokumenter tentang Ed berjudul Jumpers for Goalposts yang disutradarai Paul Dugdale, Ed mengungkapkan mimpi dan ambisi itu. Film konser pertama Ed itu dibuat saat tampil di Stadion Wembley, London, empat tahun lalu. Stadion Wembley merupakan tempat keramat bagi para musisi besar dunia. Beberapa yang pernah berkonser di situ antara lain Queen, Michael Jackson, Rolling Stones, U2, dan Foo Fighters. Ed menjadi satu-satunya musisi dan penyanyi solo tunggal yang tampil pertama kali di Stadion Wembley.
Film itu juga mengungkap rahasia aksi Ed selama ini. Bagaimana meski hanya seorang diri dan gitarnya, Ed mampu menyuguhkan musik yang demikian kaya. Dengan bantuan repeater, tidak ada rekayasa dalam permainan musiknya. Musik yang didengar penggemarnya asli, keluar dari gitar yang dimainkannya.
Dengan status sebagai musisi dan penyanyi solo tunggal, Ed baru saja menyabet predikat Top Touring Artist di ajang Billboard Music Awards 2019 yang berlangsung Rabu (1/5) di Las Vegas, Amerika Serikat. Dia menyambut kemenangan itu dari Jakarta melalui unggahan di akun Instagram. Untuk kategori itu, Ed mengalahkan Taylor Swift, Jay Z, Bruno Mars, Justin Timberlake, dan Beyonce.
Saat ini, Ed juga tak hanya menjadi penyanyi dan musisi peraih Grammy yang konsernya selalu ditunggu di banyak negara. International Federation of the Phonographic Industry (IFPI), organisasi nonprofit yang bergerak di industri rekaman dunia, menobatkan Ed sebagai penyanyi dengan penjualan terbesar.
Albumnya terjual hingga 150 juta keping di seluruh dunia dan meraih 90 kali penghargaan Platinum. Album Divide yang dirilis Maret 2017, yang di dalamnya memuat singel ”Shape of You” dan ”Perfect”, menjadi album terlaris di dunia tahun 2017.
Sebagai konser penutup rangkaian tur Asia, Ed mengajak penonton bergembira dengan lagu-lagu dari album Divide (:), juga lagu-lagu dari kedua albumnya yang lain, Plus (+) dan Multiply (X).
Pada lagu-lagu berirama lambat seperti ”Thinking Out Loud” dan ”Perfect”, penonton tak mau kehilangan kesempatan untuk menyanyi bersama. Stadion yang gelap, hanya mengandalkan tata lampu dari panggung, bergelimang pendar cahaya dari telepon genggam ribuan penonton.
Gema paduan suara membuat suasana stadion terasa magis. Lirik lagu romantis juga menjadi kekuatan Ed untuk membius penggemarnya. Tak banyak orang peduli Ed beberapa kali tersandung persoalan tentang tuduhan plagiat hingga harus menghadapi tuntutan hukum. Ed dan gitarnya telanjur menaklukkan hati penggemarnya.
Di lagu ”Sing”, penonton juga disuguhi kemampuan Ed menyemburkan lirik-liriknya dengan sangat cepat. Saat menyanyi seperti itu, Ed fokus memegang mikrofon. Gitarnya dibiarkan menggantung di pundak. Kadang bahkan sampai berjongkok di panggung.
Lima belas menit menjelang pukul 22.00, Ed menghilang dari panggung. Tak lama, dia kembali ke panggung, membawakan ”Shape of You” yang membuat stadion bergemuruh. Penonton yang merangsek ke depan panggung semakin banyak. Di sudut-sudut lain, penonton bergoyang dan bernyanyi penuh semangat, disambung ”You Need Me, I Don’t Need You”.
Saat lampu padam, harapan untuk kembali menyaksikan Ed pun pudar.