Covid-19 Memaksa Para Produsen Film Putar Otak agar Tidak Rugi
Wabah Covid-19 memaksa para produser film meminta perubahan jadwal tayang film kepada pengelola bioskop. ”Saya tidak mau ngotot tanggal berapa karena semua pasti kewalahan,” kata Mira Lesmana.
Wabah Covid-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2 memaksa produser dan sutradara putar otak menyiasati terhambatnya produksi film dan televisi. Begitu juga distributor film, jaringan bioskop, dan komunitas perfilman di seluruh dunia harus bersiasat mengatur ulang jadwal penayangan dan diskusi film nasional ataupun internasional.
Pekan lalu, Netflix mengonfirmasi kepada The Verge bahwa mereka menghentikan sementara produksi film dan televisi di Amerika Serikat dan Kanada selama dua pekan karena pembatasan dari pemerintah. Selain Netflix, Disney juga menghentikan produksi di beberapa film untuk waktu yang singkat.
Di Indonesia, pukulan terhadap indutri film semakin terasa ketika dua jaringan bioskop di DKI Jakarta, yaitu Cinema XXI dan CGV, menghentikan sementara kegiatan mereka selama dua pekan mulai Senin, 23 Maret 2020, hingga 5 April 2020. Hal ini diikuti dengan penundaan dan ketidakpastian waktu penayangan sejumlah judul film nasional.
Baca juga: Wabah Covid-19 Pukulan Telak untuk Industri Film
Jadwal rilis film The Science of Fictions karya sineas Yosep Anggi Noen, misalnya, harus mengalami penyesuaian karena wabah Covid-19. Film ini tayang perdana pada tingkat Asia dalam Busan International Film Festival 2019. Film yang mengambil lokasi shooting di Gumuk Pasir, Bantul, DIY, itu juga ditayangkan di festival bergengsi dunia Locarno Film Festival Ke-72, di Locarno, Swiss, Agustus 2019. Di Indonesia, penonton harus lebih sabar menunggu kepastian penayangan film.
Film ini sudah keliling dunia. Ketika sedang semangat-semangatnya rilis di Indonesia, malah ada situasi darurat ini.
”Soal detail waktu, kami tidak bisa bilang, tetapi yang jelas ada penyesuaian rilis. Film ini sudah keliling dunia. Ketika sedang semangat-semangatnya rilis di Indonesia, malah ada situasi darurat ini,” kata Anggi Noen, saat dikonfirmasi, Sabtu, (21/3/2020).
Film Tersanjung karya sutradara Hanung Brahmantyo juga terpaksa menunda tanggal tayang. Film yang dibintangi antara lain oleh Clara Bernadeth, Kevin Ardilova, Giorgino Abraham, Sacha Stevenson, Febby Febiola, Ari Wibowo, Kinaryosih, dan Nugie itu seharusnya tayang pada 19 Maret 2020. Penayangan film kemudian ditunda hingga batas waktu yang belum ditentukan mengikuti imbauan pemerintah untuk menghindari keramaian.
Dengan berat hati MVP Pictures memutuskan menunda pemutaran film Tersanjung di bioskop Tanah Air.
”Dengan berat hati, MVP Pictures memutuskan menunda pemutaran film Tersanjung di bioskop Tanah Air,” tulis MVP Pictures melalui keterangan pers, Senin (16/3/2020) lalu.
Produser MVP Pictures Amrit Punjabi mengatakan, dengan mundurnya penayangan film, pihaknya harus kreatif dalam mempromosikan film. Hal itu dilakukan untuk menjaga antusiasme penonton dari masyarakat yang sebelumnya sudah menyaksikan trailer film.
Saya berharap dalam sebulan dan dua bulan wabah segera berlalu. Tidak banyak yang bisa kami lakukan memang, selain bersabar.
Ia menjelaskan, saat ini MVP Pictures sedang menyelesaikan pengeditan di sejumlah judul film. ”Saya berharap dalam sebulan dan dua bulan wabah segera berlalu. Tidak banyak yang bisa kami lakukan memang, selain bersabar,” katanya.
Wabah Covid-19 tidak hanya mengganggu jadwal tayang film, persiapan dan produksi film juga terhambat. Produser dan sutradara harus putar otak menyiasati proses casting pemain, mengatur ulang jadwal shooting, dan menentukan lokasi pengambilan gambar.
Produser dan sutradara Mira Lesmana mengatakan, untuk pertama kali, Miles Productions akan memproduksi dua judul film tahun ini. Kedua film yang masih dirahasiakan judulnya itu seharusnya mulai diproduksi pada Mei dan Juli untuk ditayangkan pada akhir tahun. Dengan adanya wabah Covid-19, jadwal produksi film harus diundur. ”Saya juga harus siap apabila nantinya jadwal penayangan film juga mundur,” kata Mira.
Mira merasa beruntung karena film belum mulai diproduksi. Saat ini, Mira dan kawan-kawan masih dalam tahap persiapan produksi film. ”Kalau kami sudah berada di tengah-tengah produksi, betapa pusingnya harus menghentikan proses produksi yang sudah berjalan,” kata perempuan yang memproduksi beberapa film-film sukses, seperti Ada Apa dengan Cinta, Petualangan Sherina, dan Laskar Pelangi.
Saat ini, Mira menyiasati persiapan produksi film yang terhambat dengan proses casting dan rapat internal secara daring. Ia juga membatalkan rencana pengecekan lokasi shooting di sejumlah wilayah di Indonesia. Proses pencarian lokasi dilakukan berdasarkan foto-foto yang sudah ada. Sambil menunggu wabah Covid-19 berlalu, lulusan Institut Kesenian Jakarta ini bersama timnya juga berusaha memastikan penulisan naskah beres sesuai jadwal.
Saya sudah menghubungi bioskop untuk memundurkan tanggal tayang. Namun, saya rasa semua produser juga melakukan hal sama.
Mira mengatakan, saat ini industri perfilman nasional dan dunia hanya bisa menunggu dan berharap wabah Covid-19 segera berlalu. ”Saya sudah menghubungi bioskop untuk memundurkan tanggal tayang. Tetapi, saya rasa semua produser juga melakukan hal sama. Saya tidak mau ngotot tanggal berapa karena semua pasti kewalahan,” katanya.
Di tengah merebaknya wabah, Mira mengimbau masyarakat agar mematuhi anjuran pemerintah untuk menjaga jarak sosial, bekerja di rumah, dan menghentikan kegiatan yang melibatkan orang banyak agar penyebaran wabah ini bisa segera dikendalikan.
Kepala Bidang Litbang Badan Perfilman Indonesia Tito Imanda mengatakan, Covid-19 telah memukul hampir semua sektor industri, termasuk perfilman. ”Karena film adalah bagian dari masyarakat, tentu ikut terpukul,” katanya, dihubungi dari Jakarta, Sabtu.
Tito menjelaskan, pukulan itu dirasakan sutradara, produser, dan jaringan bioskop yang harus kewalahan mengatur jadwal tayang. Hal lain yang lebih menantang adalah mengatur ulang jadwal produksi film karena dengan adanya pembatasan sosial (social distancing), produksi harus terhenti. Hal ini sangat mengganggu produksi film di masa depan mengingat setiap aktor, aktris, dan tim produksi, seperti kameramen, mempunyai jadwal yang sangat padat. ”Mengumpulkan orang untuk memproduksi film itu jauh lebih sulit,” katanya.
Sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 yang disebabkan SARS-CoV-2 sebagai pandemi, Pemerintah Indonesia sudah menganjurkan masyarakat untuk menerapkan karantina mandiri dan pembatasan sosial. Berbagai tempat yang biasanya menjadi pusat berkumpulnya masyarakat, termasuk gedung-gedung bioskop, menjadi sepi. Agenda produksi, penayangan, dan diskusi film juga menjadi terhambat mengingat ada anjuran dari pemerintah untuk mengurangi aktivitas di luar rumah.
Komunitas seni Rumata’ Artspace di Makassar, Sulawesi Selatan, memindahkan beberapa program favorit yang biasanya dilakukan secara tatap muka menjadi bentuk digital. ”Kami akan membuka kelas-kelas dan diskusi mengenai sastra dan perfilman melalui digital bersama tokoh-tokoh dan penulis yang memang sudah kami kurasi terlebih dahulu,” kata Direktur Program dan Kerja Sama Rumata Rachmat Hidayat Mustamin.
Ia menjelaskan, wabah Covid-19 memang memengaruhi geliat perfilman di daerah, seperti diskusi, pemutaran film, dan kegiatan kolaborasi dengan berbagai pihak. Menanggapi pandemi Covid-19, Rumata’ menutup sementara galeri dan perpustakaan serta menghentikan aktivitas. Hal ini dilakukan sebagai partisipasi untuk mengurangi penyebaran virus.
Dalam kondisi normal, setiap kegiatan di Rumata’ bisa mendatangkan 20-100 orang. Komunitas ini rutin mengadakan acara diskusi dan pemutaran film dua kali dalam sepekan. Dengan adanya wabah Covid-19, masyarakat harus menunda pertemuan dan diskusi di Rumata’. Kunjungan komunitas dan individu untuk sekadar membaca buku di perpustakaan juga tidak bisa dilakukan. ”Kami masih menunggu situasi mereda agar tidak takut berkumpul, berembuk, dan beraktivitas seperti biasa,” kata Rachmat.