Mengalirkan Harapan lewat Konser Virtual
Merancang kualitas gambar dan suara sedemikian rupa sudah semestinya jadi standar pertunjukan langsung via internet, yang belakangan sedang jadi tren.
Panggung musik kembali melantang walau pandemi Covid-19 belum kunjung berakhir. Sepanjang akhir pekan lalu, sejumlah acara musik disiarkan langsung di internet sampai ke ruang-ruang pribadi penontonnya. Para musisi sepakat mengumandangkan semangat untuk melanjutkan hidup di suasana serba sulit saat ini.
Band ska asal Yogyakarta Shaggydog merayakan ulang tahun ke-23 mereka. Sebenarnya, ulang tahun itu jatuh pada 1 Juni. Namun, mereka merayakannya pada Sabtu (27/6/2020), lewat konser yang mereka beri judul #23Load, atau bisa dibaca Reload, alias memuat ulang, bisa juga diartikan mengisi kembali.
Layaknya konser dalam masa pembatasan fisik sekarang ini, pertunjukannya disiarkan melalui internet di kanal Doggyhouserecords.com mulai pukul 20.00. Para doggies dan honeys (sebutan buat penggemar band ini) menyaksikan dari tempat masing-masing, dengan membeli karcis seharga Rp 40.000, Rp 200.000, atau Rp 500.000. Tiket termurah hanya mendapat akses pada tayangan langsung itu. Sementara harga yang lebih mahal dibonusi merchandise khusus.
Ongkos yang dibayar penonton dipertanggungjawabkan dengan baik. Mereka menggandeng CitraWeb, penyedia jaringan internet, dalam menyiarkan penampilannya. Tayangan itu mengalir lancar. Dengan koneksi internet broadband yang kami pakai, gambar beresolusi tertinggi bisa disimak tanpa terputus.
Kualitas suaranya pun jempolan, apalagi kalau dilantangkan pakai speaker stereo rumahan. Kualitas gambar dan suara semacam ini sudah semestinya jadi standar pertunjukan langsung via internet, yang belakangan sedang jadi tren.
Shaggydog memulai pertunjukan dengan lagu ”Kembali Berdansa” dari album berjudul sama. Sebagai pembuka, lagu itu menyiratkan inilah saatnya melepas kerinduan yang tertahan antara band dan penggemarnya. Bait pertama yang berbunyi ”Begitu lama aku menunggu/’Tuk bisa lagi berdansa denganmu//Dan cukup lama aku menghilang/Kini ku datang sambutlah aku/Dan kita berdendang//” menemukan maknanya.
Sejak pertengahan Maret, enam sekawan ini absen di berbagai pentas karena pelarangan pengumpulan massa di masa pandemi. Padahal, sebelumnya, hampir saban akhir pekan mereka manggung di sejumlah kota.
Pertengahan Mei silam, Shaggydog memang sempat bikin siaran langsung juga. Tapi waktu itu yang main adalah para kru mereka, didampingi beberapa personel band, untuk menggalang donasi buat pekerja panggung. Jadi, penampilan Shaggydog secara utuh pada Sabtu malam itu spesial; pertama kali dalam tiga bulan, sekaligus merayakan ulang tahun.
Bernostalgia
Sebagai perayaan ulang tahun, acara malam itu sarat nuansa nostalgia. Mereka menyisipkan potongan video dan foto dari masa-masa awal karier mereka. Sejumlah orang yang menjadi bagian sejarah band juga didatangkan untuk diajak ngobrol.
Band ini masih digawangi oleh orang yang sama sejak berdiri, yaitu Heru pada vokal, Richad dan Raymond di gitar, Bandizt (bas), Yoyo (drum), dan Lilik (keyboard). Perubahan formasi sempat terjadi di awal karier, dari sembilan orang susut jadi enam orang. Pada acara malam itu, mereka dibantu Pampam pada saksofon, dan Yowi pada trombon.
Rangkaian acaranya dipandu oleh Gepenk Kesana-kesini. Dia adalah pembawa acara yang laris jadi MC di berbagai acara musik di Yogyakarta sejak dekade 2000-an. Jadi bisa dibilang, Gepenk akrab dengan Shaggydog sejak awal band ini terbentuk pada 1997. Gepenk mengajak ngobrol orang-orang lama Shaggydog, seperti Intan, Memet, dan Suthik—orang-orang yang pernah mengurusi grup ini—juga Tomi, mantan peniup saksofon di album perdana band.
Lagu-lagu yang mereka bawakan pun mewakili keseluruhan enam album diskografi mereka. Lagu ”Bis Kota”, misalnya, dicuplik dari album pertama Shaggydog keluaran 1999. Ada juga lagu hibrida dangdut ”Ambilkan Gelas” dari album termutakhir Putra Nusantara (2016).
Sayangnya, mereka tak membawakan lagu ”Room” yang ada di album kompilasi band-band Yogyakarta United Underground, keluaran 1997. Itu adalah album kompilasi penanda era bagi kancah musik ”bawah tanah” Yogyakarta.
Tamu yang mereka undang tak cuma orang belakang layar. Shaggydog berkolaborasi dengan duo NDX AKA pada lagu ”Ambilkan Gelas”, rapper Mario Zwinkel di ”Putra Nusantara”, dan yang paling spesial adalah musisi reggae dancehall asal Jerman Dr Ring Ding pada lagu ”From Doc to the Dog” lewat sambungan konferensi video. Nyaris mustahil melihat kolaborasi Indonesia-Jerman itu di panggung reguler Shaggydog.
Mereka berbagi cerita momen penting band, termasuk ketika bernaung pada major label, yang menghasilkan dua album, yaitu Hot Dogz (2003) bersama EMI, dan Kembali Berdansa (2006) bersama Pops Music di bawah Aquarius Musikindo. ”Karena bergabung ke label besar, kami sempat dianggap sell-out (menjual diri) oleh kancah permusikan underground,” kata Memet, yang ketika itu jadi manajer band.
Tekanan juga datang dari label, yang merasa berhak ikut campur dalam urusan penciptaan lagu, misalnya pada lagu ”Hidup Ini”. ”Lagu itu pernah diminta label ganti lirik. Kata ’aku’ ’kamu’, disuruh ganti jadi ’lo’ ’gue’. Buat kami kok kayaknya enggak pas, ya. Itulah pelajaran dari industri musik,” kata Heru.
Namun, harus diakui, Shaggydog meraih puncak popularitasnya setelah merilis album Hot Dogz, yang diproduksi label besar itu. Salah satu lagunya yang amat tenar adalah ”Di Sayidan”, sebuah penghormatan pada kampung di tengah Kota Yogyakarta, tempat lahir band ini. Larik ”angkat sekali lagi gelasmu, kawan” dalam lagu itu jadi penutup konser yang menyiratkan harapan.
Jadi obat
Berbarengan dengan siaran konser #23Load itu, berlangsung pula festival musik streaming Live Stream Fest IV di situs Vidio.com, juga Neno Fest di Loket.com. Menonton Live Stream Fest—berlangsung pada Sabtu hingga Minggu—tak dipungut biaya, tapi dianjurkan berdonasi. Sementara untuk menonton Neno Fest, penonton harus membayar Rp 30.000 per hari, atau Rp 70.000 untuk tayangan sejak Jumat hingga Minggu.
Hari terakhir Neno Fest—digarap perkumpulan Indonesia Streaming Gigs—Minggu (28/6/2020) menampilkan Geisha, D’Masiv, Kunto Aji, dan Rossa. Masing-masing penampil main sekitar 40 menit. Jeda antarartis diisi tayangan iklan produk sponsor utama. Panggungnya ditata serius dengan tata lampu layaknya konser reguler. Suaranya pun terdengar baik.
Sayangnya, siaran itu tak terlalu mulus. Ketika D’Masiv menyanyikan lagu ”Jangan Menyerah”, koneksi internetnya justru sempat “menyerah” selama beberapa menit. Penonton jadi riuh di kolom obrolan.
Rian dan kawan-kawan membawakan sepuluh lagu, termasuk lagu baru ”Bersama Kita Kuat” yang ia ciptakan ketika menjalani isolasi mandiri. ”Semoga lagu ini bisa jadi obat buat kita semua di sini. Musisi harus semangat karena ada kru yang bersama kita. Musisi harus balik lagi demi menghibur teman-teman (penggemar),” ucap Rian.
Harapan serupa juga disampaikan vokalis anyar Geisha, Regina Poetiray, lewat mikrofon berwana merah jambu itu. ”Geisha senang banget bisa manggung lagi, walaupun virtual. Semoga pandemi cepat berlalu, jadi bisa seru-seruan bareng secara langsung,” kata Regina.
Meskipun pandemi belum berakhir, D’Masiv dan Geisha sedang menuntaskan proyek masing-masing. Roby Satria, gitaris Geisha, menjanjikan album baru, yang katanya juga dibarengi buku. Adapun D’Masiv tinggal merilis album kompilasi berisi 20 lagu yang sudah kelar mereka rekam ulang. Siap-siap, ya!(HEI)