Nyatanya, niat baik tak selamanya berjalan baik. Hubungan Dinda dan Kale kandas justru karena cinta yang terlalu besar, membuat jati diri mereka hilang.
Oleh
Fransisca Romana Ninik
·5 menit baca
Semesta Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini menjadi lebih hangat dengan hadirnya film Story of Kale: When Someone’s in Love. Film ini terasa spesial karena menjadi tanda upaya kreatif yang tidak mau kalah atas kondisi sulit di masa pandemi.
Sosok Kale rupanya mengundang rasa penasaran banyak orang. Karakternya, pilihannya, dan sikapnya dalam menjalin hubungan dengan Awan dalam film Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini (NKCTHI) menyisakan banyak pertanyaan dari penonton. Story of Kale menjadi film sempalan atau spin off dari NKCTHI.
Film yang tayang mulai 28 Oktober 2020 ini berupaya menjawab penasaran tersebut. Dari pemeran pendukung, Kale menjadi sorotan utama cerita. Kisahnya mundur ke belakang, semasa Kale belum menjadi sosok Kale yang muncul dalam film NKCTHI.
Sutradara Angga Dwimas Sasongko kembali menggandeng penulis skenario Irfan Ramli untuk mengembangkan cerita. Keduanya membingkai Story of Kale dalam gambar besar relasi percintaan yang tidak sehat, tidak adil, atau toxic relationship yang kerap dialami banyak orang, tetapi disembunyikan.
Adegan pertama langsung mengentak dengan adegan kekerasan, verbal dan fisik, yang dialami Dinda (Aurelie Moeremans) oleh kekasihnya, Argo (Arya Saloka). Datanglah Kale (Ardhito Pramono) yang berupaya mengeluarkan Dinda dari hubungan tersebut, memberinya kebahagiaan, dan menyembuhkan traumanya.
Nyatanya, niat baik tak selamanya berjalan baik. Hubungan Dinda dan Kale kandas justru karena cinta yang terlalu besar, membuat jati diri mereka hilang. Di situlah Kale menemukan bahwa tidak ada yang bertanggung jawab terhadap kebahagiaan dalam hidup selain diri sendiri.
Penonton dibawa menelusuri peristiwa demi peristiwa dengan alur maju dan mundur, seperti formula pada film NKCTHI. Rasa penasaran penonton yang muncul saat alur maju, dijawab dengan mundur ke peristiwa lalu. Ada kausalitas yang dibangun sehingga membuat jalan cerita lebih dinamis.
Dialog
Cara itu cukup jitu mengingat tidak banyak adegan dalam Story of Kale. Angga memilih racikan dialog driven atau dialog antartokoh yang dominan untuk membangun cerita. Cara ini berisiko apabila tidak disertai dialog yang bernas dan karakter yang kuat untuk menyampaikannya.
Film dialog driven yang berhasil di antaranya The Social Network (2010), Before Sunrise (1995), dan Before Sunset (2004). Meskipun para tokohnya terlihat hanya ngomong-ngomong belaka, mereka tengah menyampaikan cerita. Dialog yang menarik, dibawakan dengan karakter kuat, sukses mengunci tatapan penonton pada layar.
Story of Kale berhasil membangun ceritanya lewat dialog-dialog panjang antara Kale dan Dinda yang membuat penonton ikut hanyut. Seperti ”roh” semesta NKCTHI yang sarat kutipan yang menggugah dan membuat orang tercenung, begitu pula percakapan kedua tokoh tersebut.
”Naskah dibuat saat pandemi, saat segala hal terbatas. Proses risetnya pendek. Produksi diwanti-wanti agar kecil dan efisien. Proses pengembangan berjalan secara daring dan butuh energi lebih besar,” kata Irfan dalam konferensi pers virtual.
Dialog yang panjang itu dibumbui dengan adegan, yang kadang mengentak dan kadang manis. Band Arah dengan personelnya, Roy Sungkono, Tanta Ginting, Gilbert Pohan, dan Hanum Aziza, yang juga terlibat dalam film NKCTHI, kini tak hanya mengisi soundtrack, tetapi ikut bermain sebagai tokoh dalam film.
Beberapa lagu karya Ardhito, yakni ”Sudah”, ”I Just Couldn’t Save You Tonight”, dan ”I Can’t Stop Loving You”, yang dinyanyikan sebagai bagian dari adegan film membawa momen yang terasa begitu manis.
Getir
Yang so sweet atau manis itu menjadi bagian kecil dari narasi besar yang justru getir. Irfan mengulik relasi yang beracun, yang dekat dengan kehidupan kita. Banyak perempuan dan laki-laki berada dalam relasi semacam itu tanpa tidak bisa keluar karena berbagai alasan.
Alasan, seperti disampaikan Dinda, bahwa ”dia kayak gitu karena sayang” atau ”dia akan berubah suatu saat nanti”, jamak disampaikan ketika ditanya mengapa bertahan di dalam hubungan tak sehat. Irfan berharap, penonton Story of Kale bisa mengidentifikasi diri dan sekitarnya apakah mereka berada di dalam hubungan semacam itu.
Ardhito mengungkapkan, ada irisan antara emosi Kale dan dirinya sendiri. Dia seperti becermin pada dirinya sendiri beberapa tahun lalu saat masih mencari jati dirinya. Begitu juga dengan Aurelie yang pernah mengalami relasi yang beracun itu bertahun-tahun lampau.
”Ini seperti membuka luka lama. Setelah shooting, saya masih sempat terkaget-kaget. Tetapi, sekarang sudah baik-baik saja,” tuturnya.
Walakin, kepahitan itu terbasuh dengan perjuangan para tokohnya untuk bisa melakoni hubungan yang lebih sehat, adil, dan setara. Perjuangan ini pula yang menjadi napas bagi Angga saat menggarap Story of Kale.
”Kami memproduksinya dengan protokol kesehatan dan mempertimbangkan keterbatasannya. Jadi, ini adalah film yang spesial. Film yang menandakan usaha kami bersama untuk tetap kreatif dan produktif dalam situasi sesulit apa pun,” ujar Angga.
Produser Story of Kale, Sonny Laksamana, menuturkan, riset tentang cara paling aman dalam produksi film semasa pandemi terus dilakukan dan dijalankan sedisiplin mungkin. Semua pemain dan kru harus dikarantina, harus menjalani tes, bahkan saat hari terakhir produksi mereka belum boleh pulang karena hasil tes belum keluar.
Penayangan film kolaborasi Visinema Content dan Bioskop Online di kanal bioskoponline.com ini juga menjadi tengara akan upaya-upaya yang terus dibangun tersebut. Penonton bisa menonton film Indonesia yang telah dikurasi secara legal dengan harga tiket terjangkau, mulai Rp 5.000, untuk membantu industri tersebut berkembang.
Bersama Story of Kale: When Someone’s In Love, penonton diajak terus menyelami semesta NKCTHI yang masih menyisakan banyak ruang untuk dijelajahi.