Kesengsem Drama Korea Saat Pandemi
Saat banyak orang berada di rumah saja, drama Korea menjadi salah satu pilihan hiburang yang menyenangkan. Meski begitu, ada baiknya hiburan itu tidak melupakan tanggung jawab lainnya.
Dengan cerita menarik yang dikemas apik, geliat drama Korea semakin menguat di ranah global, tak terkecuali Indonesia. Penggemar semakin bertambah saat pandemi. Awalnya hanya coba-coba melihat drama Korea, lama-lama semakin kesengsem.
Tahun 2020 menjadi tahun kelam bagi dunia. Ketika semua orang harus tinggal di rumah, layanan streaming film menjadi salah satu hiburan utama untuk melepas kebosanan, kebingungan, dan ketakutan. Di Indonesia, drama Korea menjadi pilihan alternatif bagi penonton yang ingin menjajaki film baru ketika pandemi muncul sejak Maret 2020. Apalagi, pilihan serial yang ditawarkan semakin menarik perhatian.
Setelah sempat mengenal drama Korea pada 2017, Christo RL (29) mulai rajin menonton K-Drama saat harus bekerja dari rumah akibat pandemi. Awalnya, Christo bersama keluarga menonton drama romantis Crash Landing on You (2019-2020) mengisahkan kisah cinta pasangan tentara dari Korea Utara dan pengusaha cantik asal Korea Selatan.
Penjelajahan drama menarik pun dimulai. Bersama keluarganya, ia menonton mulai dari drama horor Kingdom (2019-sekarang), drama fantasi W: Two Worlds (2016), drama olahraga Weightlifting Fairy Kim Bok-joo (2016-2017), hingga drama Itaewon Class (2020).
”Cerita drama Korea itu ternyata sangat menarik. Banyak genre dengan cerita yang kompleks sehingga memainkan emosi penonton. Akting mereka juga bagus, akting pemeran pendukungnya saja sangat total, padahal kontribusi mereka kecil,” kata Christo, pegawai pemerintahan di Jakarta Pusat ini, Kamis (14/1/2021).
Saat pandemi, Christo yang memiliki waktu luang, menyukai drama dengan plot twist, seperti Sky Castle (2018-2019) dan The Penthouse: War in Life (2020-sekarang). Pemuda ini rupanya lebih merasa tertantang ketika cerita lebih kompleks karena membuat penasaran hingga akhir cerita.
Christo mengaku sempat memiliki stigma terhadap drama Korea yang terkesan hanya mengenai percintaan cengeng dengan target pasar perempuan. Setelah mencoba menonton, pendapatnya tentang K-Drama berubah. K-Drama justru membawa kesegaran di tengah banjir film Barat sebab menyajikan cerita dari sudut pandang, budaya, dan lokasi shooting yang baru.
Christo sekarang banyak terinspirasi dari K-Drama, termasuk dengan gaya berpakaian ala Korea. ”Saya jadi sering mengenakan sweater polos dan plaid pants berwarna gelap. Habis ini, saya mau mencoba menonton film-film dari negara lain,” tuturnya.
Kezia Agnes (16), pelajar SMA Negeri 6 Tangerang Selatan, Banten, merupakan penggemar baru drama Korea. Kezia sebenarnya mulai tertarik dengan K-Drama setelah menonton drama fantasi Hotel de Luna (2019), sebuah drama tentang hotel khusus hantu. Berkat drama itu, Kezia jadi mengetahui drama Korea menawarkan banyak genre, termasuk genre romance dan fantasi yang merupakan favoritnya.
Selama pandemi, Kezia juga menonton drama baru di layanan streaming, seperti Crash Landing on You (2019-2020), It\'s Okay to Not Be Okay (2020), dan Start-Up (2020). ”Nonton drama Korea selama pandemi itu seperti hiburan tanpa akhir. Banyak cerita yang tidak mudah ditebak kayak cerita dalam What’s Wrong with Secretary Kim atau drama fantasinya itu imajinasi tinggi bikin kita kayak gak kepikiran bakal ada yang gitu kayak di Strong Woman Bong-soon,” tutur Kezia.
Dia mengaku, drama Korea cukup memengaruhi pola hidupnya. Apabila biasanya Kezia menonton hanya tiga sampai empat jam sehari, dirinya bisa menonton lebih dari tujuh jam sehari selama pandemi. Tugas sekolahnya terbengkalai dan jam belajarnya terganggu karena kepikiran ingin terus menonton.
”Nonton drama Korea juga buat aku ingin tampil seperti mereka secara fisik. Baju mereka playful dan gak membosankan. Aku ingin style kayak gitu jadi juga sempat diet dan malah sakit,” katanya sembari tersipu.
Akan tetapi, lanjutnya, hal positif yang diperolehnya ialah jadi lebih terbuka untuk mengenal budaya baru dengan cara yang menyenangkan. Kezia terkadang menggunakan sejumlah kosakata Korea yang sering didengarnya dalam drama ketika bercakap-cakap dengan keluarga, misalnya annyeonghaseyo (halo), arasseo (mengerti), dan gomawo (terima kasih).
Fenomena K-Drama
Selama 20 tahun, gelombang Korea telah meluas dari beberapa negara Asia Timur hingga negara-negara di Amerika Utara, Eropa Barat, Timur Tengah, dan Amerika Latin. Drama Korea merupakan salah satu elemen yang mendorong Gelombang Korea.
Drama-drama, misalnya Autumn in My Heart (2000), Winter Sonata (2002), Dae Jang Geum (2003), merupakan beberapa pionir di pasar China, Taiwan, Hong Kong, Jepang, dan negara-negara Asia Tenggara. Popularitas drama Korea di ranah global berlanjut hingga kini menembus batas jarak, budaya, dan bahasa.
Dikutip dari buku Hallyu 2.0: The Korean Wave in the Age of Social Media, Sangjoon Lee dan Abé Markus Nornes (2015) menyatakan variabel yang paling integral dari pertumbuhan Gelombang Korea adalah perkembangan teknologi komunikasi. Media sosial memainkan peran penting. Popularitas drama televisi Korea dan musik K-Pop tidak akan bertahan tanpa medsos dan interaksi konstan di dalamnya.
Drama Korea kini menjadi salah satu kategori alternatif favorit dalam program televisi dan layanan streaming. Melihat potensi ini, banyak perusahaan besar kini tak sungkan untuk mengembangkan K-Drama bagi penonton global, termasuk Viu dan Netflix.
”Netflix menghargai kekuatan storytelling karena kami percaya itu menarik melampaui batas dan lintas genre. Jadi, kami bermaksud untuk terus menyampaikan cerita Korea berkualitas tinggi kepada audiens kami di seluruh dunia,” bunyi pernyataan Netflik kepada The Korea Times.
Netflix, penyedia layanan streaming Amerika Serikat, telah menghabiskan sekitar 700 juta dollar AS untuk menyediakan film dan serial televisi Korea dalam lima tahun terakhir. Anggaran ini mencakup lebih dari 80 acara yang dibuat di Korea Selatan.
Layanan streaming video on demam (SVOD) lainnya adalah Viu. Saat pandemi, Viu mengalami peningkatan jumlah pelanggan aktif sebesar 35-40 persen dengan waktu rata-rata menonton video juga meningkat hingga 50 persen per orang. Jenis konten yang diminati penonton Viu berada pada genre happy drama. Sejak lama, Viu menjadi rujukan penggemar drama Korea untuk menikmati serial terbaru.
Salah satu serial yang sedang tayang di Viu dan banyak dinikmati penggemar adalah True Beauty. Diangkat dari Webtoon populer, komedi romantis ini mengisahkan aksi Lim Ju-gyeong yang diperankan Moon Ga-young yang menggunakan riasan untuk menyembunyikan wajah aslinya. Serial ini juga dibintangi Cha Eun Woo dan Hwang In Yeob.
Country Manager Viu Varun Mehta mengatakan, pihaknya selalu menginginkan cerita terbaik. ”Cerita yang dapat membuat Viu-ers tersenyum ketika mereka menikmati perjalanan emosional melalui drama-drama. Kami bergantung pada tim analitik tingkat lanjut, yang menggabungkan beberapa keinginan dari konsumen dan pengetahuan pasar kami untuk memprediksi acara yang akan disukai penonton,” kata Vahrun.
Menurut Vahrun, Viu menghadirkan drama Asia terbaru dan tercepat untuk penonton di Indonesia. ”Hal ini menjadikan kami tujuan paling disukai untuk menikmati drama Korea di Indonesia. Kami memiliki superfans yang selalu mengharapkan lebih banyak tayangan Korea dan negara Asia lainnya. Viu-ers (sebutan bagi penonton Viu) menghabiskan waktu menonton minimal 2-3 episode drama setiap hari,” ujarnya.
Dengan rentang usia penonton 18-35 tahun, lanjut Vahrun, tahun ini Viu akan menayangkan drama-drama yang menjadi favorit. Beberapa di antaranya, Cheat on Me If You Can, The Penthouse Season 2 dan Must You Go!.
Tontonan menyenangkan
Ada kalanya sulit menghentikan menonton serial drama Korea karena setiap episode membuat penasaran. Bila sudah menonton satu episode, akan berlanjut ke episode berikutnya. Saat kita dipaksa berada di rumah saja, kegiatan menonton film menjadi hiburan menyenangkan.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung, Langgersari Elsari Novianti, mengatakan, saat pandemi, banyak orang yang stres karena merasa kesehatannya terancam. Belum lagi, semua gerakan sosial dibatasi dan belum tahu kapan akan berakhir.
Selama pandemi, Sari melanjutkan, kita mempunyai ”tambahan waktu" selama di rumah. Waktu yang tadinya, sebelum pandemi, dialokasikan untuk perjalanan, ettapi dengan di rumah aja, waktu tersebut bisa dimanfaatkan untuk hal lain. Kalau di Bandung, alokasi waktu perjalanan bisa 2 jam sehari atau di Jakarta bisa 4 jam sehari.
”Dalam pengamatan saya, kebanyakan anak muda, 20-30 tahun memilih memanfaatkannya untuk diri sendiri. Me time. Waktu untuk diri sendiri ini kemudian yang digunakan untuk kegiatan yang mendatangkan efek senang, bahagia, meredakan ketegangan dalam diri. Aktivitasnya macam2, bisa yoga, meditasi, nyanyi, nonton drakor, dan berkebun. Pilihannya tergantung dari setiap orang,” katanya.
Menurut Sari, salah satu cara mengatasi stres ialah meredakan emosi dengan melakukan hobi. ”Misalnya, dengan melihat drama Korea, satu atau dua episode, lalu muncul perasaan lebih tenang. Kemudian, karena merasa tenang, perilaku yang sama akan dilakukan berulang kali. Mengulangi perasaan senang. Bagi sekelompok orang, drakor sumber kekuatan baru, sebagai hiburan yang menyenangkan,” kata Sari.
Sinametografi drama Korea, menurut Sari, menjadi salah satu alasan mengapa disukai masyarakat Indonesia. Selain itu, cerita yang menarik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Banyak nilai-nilai yang juga bisa diangkat dari cerita drama Korea.
”Drama Korea menjadi pengalihan saat kita cemas dengan pandemi. Kita ingin memelihara perasaan senang dengan menonton film. Tetapi, kalau sudah lebih dari dua jam, enggak sehat. Apalagi, kalau ternyata ada tanggung jawab lain yang harus dikerjakan,” katanya.
Baca juga: Drama Korea yang Memikat
Untuk para mahasiswa, lanjut Sari, bisa mengambil sisi positif dari cerita drama Korea. Mereka bisa saling berdiskusi tentang tema cerita. Misalnya, drama Start Up yang mengisahkan perjuangan anak muda yag berwirausaha. ”Kita bisa mengasah kemampuan berpikir kritis. Malahan mungkin bisa mencontoh dari mereka, seperti sopan santun anak muda kepada orangtuanya. Sikap itu bisa diaplikasikan dalam kehidupan kita,” ujarnya.
Akan tetapi, perlu diingat juga kalau salah satu hikmah pandemi adalah mendatangkan pikiran mengenai skala prioritas dan memperbaiki konsep waktu. Menurut Sari, waktu tambah tadi eloknya dibagi porsinya, sebagian gunakan untuk me time yang menimbulkan ketenangan/kebahagiaan pada jiwa, sebagian bisa dialihkan ke kegiatan yang mendukung produktivitas.
”Misalnya nyicil skripsi bagi mahasiswa, bantu ortu dan keluarga di rumah, ikut kelas-kelas workshop online, atau baca buku. Berapa porsi pembagiannya diserahkan pada kebijaksanaan kita. Timbang-timbang saja. Misal, ”extra time” saya 2 jam, 1 jam untuk drakor, 1 jam untuk beres-beres kamar. Besok ganti lagi menjadi 1 jam yoga, 1 jam bantu mama. Lusa ganti lagi dengan aktivitas lainnya,” ujar Sari.