Impian Di Balik Popularitas Ip Man
Dennis To berulang kali merenung seusai menerima naskah filmnya. Ia menginterpretasi karakter Ip Man lebih dalam sekaligus meningkatkan kemahiran Wing Chunnya.
Film Ip Man terbaru mengisahkan kiprahnya sebagai penegak hukum yang menghadapi barisan sindikat dan imperialisme. Seri master bela diri itu menghantarkan gelora mendalami ajarannya. Di balik ketenaran tradisi tersebut, praktisi Wing Chun di Tanah Air menyelipkan harapannya.
Saat poster Ip Man: Kung Fu Master dirilis akhir tahun 2020, penggila sinema spontan bertanya-tanya. Seorang berpakaian lazimnya sifu atau guru kungfu berdiri tegak. Hanya punggung sang jagoan yang terlihat. Ia dengan tenang menyambut geng kapak yang menyerang membabi buta.
Postur itu mirip betul Donnie Yen. Tak mengherankan memang lantaran imaji Yen kadung melekat dengan Ip Man. Bisa dibilang, Yen adalah Ip Man dan Ip Man adalah Yen. Maka, tatkala Ip Man 4: The Finale (2019) menjadi film terakhir Yen dari seri tersebut, banyak penggemarnya gundah.
Sesaat setelah menonton trailer Ip Man: Kung Fu Master dengan peluncuran pada hari yang sama dengan posternya, pupus sudah harapan untuk menyaksikan kembali akrobatik Yen. Dennis To, pemeran Ip Man kali ini, sebenarnya bukan aktor kemarin sore.
Ia sudah tiga kali memerankan dedengkot Wing Chun itu setelah The Legend Is Born: Ip Man (2010) dan Kung Fu League (2018). The Legend Is Born: Ip Man bukan pula film ecek-ecek karena beberapa aktor kawakan, seperti Sammo Hung dan Yuen Biao, bahkan anak Ip Man, Ip Chun, turut tampil.
Malah, To ikut ambil peranan meski minor dalam Ip Man (2008) dan Ip Man 2 (2010) yang dibintangi Yen. Bela diri To tak kalah mumpuni. Ia beberapa kali juara wushu dunia. To juga dua kali nomine Hong Kong Film Awards. Apa daya, ia tampaknya belum bisa lepas dari bayang-bayang Yen dan meletakkan fondasi sosok Ip Man sendiri.
Belum lima menit dimulai, Ip Man: Kung Fu Master sudah ditingkahi gedebak-gedebuk. Ip Man, kapten polisi di Foshan, China, menyambut ratusan begundal bersenjatakan kapak. Ia mudah saja menaklukkan gerombolan bertopi fedora dan bersetelan hitam itu untuk melindungi bosnya.
Pertarungan sengit tak terelakkan. Ip Man hendak mencokok San Ye (Michael Wong). Gembong mafia itu keji, tetapi disegani karena keteguhannya menampik bisnis opium yang merusak kehidupan. Ia akhirnya bersedia ikut ke kantor polisi, tetapi tewas dalam sel.
Fitnah ditimpakan kepada Ip Man, hingga putri Ye, Qingchuan (Yuan Li Ruoxin) bertekad menuntut balas. Kekisruhan semakin pelik saat bala tentara Jepang tiba dan berdalih menggelar festival bela diri untuk meredam perlawanan masyarakat.
Seri Ip Man selalu diakhiri dengan laga. Perwira Jepang tangguh, Tokugawa (Ren Yu), menjadi lawan pamungkas. Repetisi lantas teramat kental. Sutradara Ip Man: Kung Fu Master Li Liming, meski sedikit klise, masih mengandalkan sepak terjang pembela kebenaran.
Komparasi dengan aksi Yen turut diungkapkan Ip Chun meski ia lebih memfavoritkan To. Ip Chun memuji akting To yang dinilai paling mendekati ayahnya. ”Saya juga ikut main film bersama To sebagai respek,” katanya sesuai informasi yang tercantum dalam situs resmi film ini.
Ip Chun pernah membimbing Yen belajar Wing Chun setelah menerima tawaran untuk memerankan Ip Man, tetapi To dianggap spesial. ”Sebelum To terjun ke dunia film, ia sudah jadi murid kehormatan saya. Saya punya chemistry (ikatan) dengan To,” ucapnya.
Ip Man, pengajar bela diri tradisional yang konservatif itu telah menjelma sebagai bagian dari kultur pop dan khazanah perfilman global. Figur tersebut melejit menjadi magnet yang menarik sineas-sineas, termasuk Liming untuk menggaet penonton.
Kelihaian Ip Man melancarkan beragam jurus juga masih punya nilai jual bagi pencandu film asal sinematografinya tak jelek-jelek amat. Liming bahkan sudah mengutarakan rencana memanggungkan tokoh itu semasa mudanya dalam film berjudul Young Ip Man.
Bumbu-bumbu
”Dalam Ip Man: Kung Fu Master, konfrontasi ditekankan lewat pergulatan dirinya dengan hasrat melawan kekuatan penindas,” kata Liming. Film itu menyuguhkan keberanian, pengorbanan, dan menegakkan keadilan. Tak hanya patriotisme, filosofi juga disampaikan lewat dialog.
Sementara, To berulang kali merenung seusai menerima naskah filmnya. Ia menginterpretasi karakter Ip Man lebih dalam sekaligus meningkatkan kemahiran Wing Chunnya. ”Peran yang beda sebagai petarung jadi saya lebih serius menjiwainya,” ujarnya.
Film itu berlatar kehidupan Ip Man sebelum Revolusi Komunis China pada 1949. Ia dipaksa keluar dari kesatuannya di sela kedatangan pasukan Jepang. Kenyataannya, Ip Man memang pernah menjadi polisi saat menetap di Foshan pada tahun 1914-1937.
”Hanya, Ip Man dalam film selalu melawan Jepang. Ia sebenarnya polisi nasionalis Chiang Kai-shek,” ucap Ketua Umum Federasi Wing Chun Indonesia Martin Kusuma. Penjelasan itu dicantumkan dalam buku yang ia tulis, Wing Chun Tradisional Ip Man.
Karya itu diterbitkan Tradisional Ip Man Wing Chun (TIMWC) Publishing tahun 2016. Martin menghimpun informasi-informasi langsung dari Ving Tsun Athletic Association (VTAA), organisasi Wing Chun yang didirikan Ip Man pada tahun 1967 di Hong Kong.
Juara dunia
Pakem melawan petarung dan pasukan Jepang sewaktu menginvasi China selalu diterapkan lumrahnya film-film segenre. ”Aslinya, Ip Man berseberangan dengan komunisme tapi kalau dalam film plotnya begitu, bisa gawat,” kata Martin sambil tersenyum.
Ia membenarkan jika kebanyakan film Ip Man, termasuk yang dibintangi Yen sudah disedapkan dengan bumbu-bumbu. Martin yang juga Pendiri dan Ketua Umum TIMWC Indonesia itu tetap menyambut gembira respons dunia terhadap film-film Ip Man yang meriah.
Popularitas Wing Chun melonjak. Jumlah anggota TIMWC pada tahun 2019 saja sudah 5.000-6.000 orang. Organisasi itu berasal-usulkan Brotherhood of Wing Chun. ”Didirikan pada tahun 2010. Waktu pertama kali dibentuk, anggotanya hanya sekitar 20 orang,” ucap Martin.
Kini, TIMWC beraktivitas di 22 provinsi. Meski Wing Chun sudah kesohor, instruktur bersertifikat resmi dari VTAA itu masih mengidamkan dukungan
agar dinamikanya lebih ideal. ”Saya berharap Wing Chun jadi bagian dari KONI. Kalau prestasi, atlet-atlet Wing Chun Indonesia sudah luar biasa,” katanya.
Kejuaraan dunia tahunan Wing Chun selalu digelar di Hong Kong. Mereka mulai ikut kompetisi itu pada tahun 2014 dan sudah menggondol juara umum pada tahun 2016 dan 2018. “Kalau di Jakarta dan ikut kejuaraan dunia, bisalah dibantu sponsor tapi teman-teman di daerah perlu dibantu,” ujarnya.
Rizky Fitria (29) yang menekuni Wing Chun sejak tahun 2015 sangat berharap pemerintah bisa menaruh perhatian lebih besar terhadap bela diri itu.
”Wing Chun sebagaimana dalam film-film Ip Man juga mengajarkan saya untuk rendah hati,” ujar warga Cipinang, Jakarta, itu.