Selama masa pandemi, Danilla rindu bercanda dengan teman-temannya. Candaan yang lucu, garing, agak menjurus, sampai yang kekanak-kanakan mengalir di album terbarunya, ”Popseblay”. Meski begitu, album ini digarap serius.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·5 menit baca
Album Popseblay yang dirilis Danilla pada tanggal cantik (22-2-2022) adalah sekumpulan cerita yang biasa dia lontarkan bersama teman-teman sekelilingnya. Setelah mengeluarkan dua album penuh dan satu minialbum, Danilla menyuguhkan candaan, berani memarodikan dirinya sendiri, menertawakan citra yang melekat pada dirinya, juga menyatakan semua mamalia derajatnya sama.
Judul album penuh ketiga milik penyanyi dan penulis lagu bernama lengkap Danilla Jelita Poetri Riyadi ini terkesan main-main belaka. Apa pula itu popseblay? Sebagai informasi, dua album sebelumnya berjudul puitik, yaitu Telisik (rilis 2014) dan Lintasan Waktu (2017). Lewat dua album itu pula, dia tiba-tiba mendapat julukan biduan sendu, serta kopi dan senja—citra yang tak perlu dia tolak, tetapi ditertawakan saja.
”Ha-ha-ha, enggak tahu kenapa tiba-tiba musik gue sering dibilang musik ’senja’. Sepertinya, sih, karena banyak coffee shop yang putar lagu gue sore-sore, padahal mungkin cuma muter album Telisik doang. Album itu keluar barengan ketika banyak orang bikin lagu dengan kata ’senja’,” kata Danilla, Senin (21/2/2022).
Baiklah, kesan penyanyi ’senja dan kopi’ coba dilupakan Danilla. Lewat karyanya, dia berusaha memperluas cakrawala musiknya. Pada minialbum Fingers (2018), dia bermain di ranah pop dengan dominasi bunyi gitar mengawang-awang. Pada 2021, dia juga bikin proyek merombak lagu-lagu lamanya bersama band pengiring The Glamors. Di proyek ini, lagu macam ”Senja di Ambang Pilu” dan ”Terpaut oleh Waktu” jadi glamor ala musik pop 1980-an.
Formula pop 1980-an itu rupanya jadi jembatan menuju album Popseblay ini, dalam takaran imbang antara pop glamor dan humor. Warna tegasnya adalah pop. Namun, kembali ke pertanyaan tadi, apa-apaan itu seblay?
”Jadi, seblay itu semacam perasaan enak habis makan kekenyangan, ditiup angin sepoi-sepoi. Itu istilah dari Fluxcup, sih,” jelas Danilla. Fluxcup adalah pembuat video yang sering mengeluarkan istilah ajaib. Seblay ini jadi istilah yang kerap terlontar di lingkaran pertemanan Danilla dan Fluxcup.
Selain memang album ini bisa memberi efek keenakan tadi, kata seblay dipakai karena Danilla rindu kepada teman-temannya. Rindu suasana senda gurau tanpa jaga citra, sejujur-jujurnya. Selama pandemi Covid-19, Danilla dan sekumpulan teman bermusiknya—yang disebut Tim Kesuksesan Danilla—jarang bertemu muka.
”Banyak cerita lagu-lagu di album ini yang personal, yang tahu cuma kami-kami, candaan internal-lah. Gue bikin album ini rasanya seperti sedang ngobrol dan bercanda dengan teman sendiri. Jadinya album bercanda yang paling serius,” katanya.
Candaan itu terasa sejak awal album. Lagu di urutan pertama, ”Kudikan”, dibuka dengan ocehan Fluxcup. ”Eh, tapi ya, sebenarnya, kalau mau jujur, nih, enakan makan telor gulung tiker, atau yang ada koyo cabenya?” Apa-apaan, coba? Penggemar Fluxcup—diikuti 235.000 akun di Youtube saja—bakal demen sama yang model begini.
Namun, ini bukan album lawak. Begitu Fluxcup kelar meracau, musik serius mulai mengalun dengan lirik yang berasosiasi sensual, seperti ”Matamu melirik ke dalam belahan jantungku/Ku tahu apa yang kau bayangkan.” Nuansa bersenang-senang pada lagu ”Kudikan” berlanjut di bagian dua pertiga lagu. Musik pop mereka mendadak belok berlanggam dangdut!
Candaan masih kuat terpancar di lagu kedelapan, ”Di Mana”, yang dibuka dengan tiupan terompet dan larik , ”Tiba saatnya aku bertekuk lutut padamu….” Di bait kedua, di sela-sela Danilla melantunkan larik, ”Kamu suka, aku suka” yang asosiatif, terselip potongan suara pria—diisi oleh penyiar Bobby Mandela—bernada genit. Begini godaanya, ”Bagus, kan, kamu mau? Kalau kamu mau, aku anterin. Ikut aku yuk….” Danilla berkilah, lagu gombalan itu bukan tentang goda-menggoda.
”Ini lagu tentang sepatu, sih. Tim kami itu pada suka belanja, apalagi sepatu. Kadang jadi bahan bercanda, kalau ada yang punya sepatu baru, suka injek-injekan. Bercanda seperti itu yang bikin aku kangen sama teman-teman,” ujar Danilla.
Suara warganet
Selain mencandakan kelakuan dia dan teman-temannya, Danilla juga menerima dan ”menertawakan” bentuk tubuh dalam lagu ”Berat Badan”. ”Katanya lebih cantik tanpa dagu dua/Katanya lebih menarik yang tak ringan,” begitu petikan salah satu baitnya. Perihal bentuk tubuh ini, Danilla pernah mengaku sering diejek warganet di media sosial.
”Orang suka komentar tentang bentuk tubuh, entah itu bercanda atau bentuk perhatian. Tapi, urusan bentuk tubuh masih berpengaruh di lingkungan terdekat. Daripada capek jelasin, gue bikin lagu, deh. Enggak cuma yang gemuk, tapi yang kurus juga punya masalah,” kata Danilla yang banyak menulis lagu di album ini bersama kibordis Otta Tarega.
Lagu ”Senja di Seberang Nusa” juga disarikan dari komentar orang terhadap musikalitas Danilla, yang katanya ”musik senja”, jazz, atau bossanova; juga soal liriknya yang melulu kegalauan. Di lagu ini, semua unsur itu dia masukkan, diimbuhi kesinisan.
Begini petikan lariknya, ”Dengarkanlah tembang Danilla/Siapa pula penyanyi itu tapi mengapa lagu-lagunya sungguh kurasa/Benar adanya kurasa/Haru ‘ku dibuatnya.” Itu bukannya menyombong. Danilla membicarakan kasak-kusuk warganet dari sudut pandang mereka.
Perihal komentar negatif warganet, dia terakan di lagu ”Dungu-dungu”. Danilla merasa, komentar itu asal ucap, atau hanya mau membicarakan apa yang mereka suka meski Danilla melontarkan konten berbobot. ”Kuberikan segenap kesungguhanku/Selayang seru/Diminatinya yang dungu-dungu/Suka hatimu.”
Ada kejutan paduan suara di lagu ini dalam ragam bahasa. Kalau Anda mengerti bahasa Sunda, mungkin Anda ikut tertawa bersama tim paduan suara jadi-jadian ini.
Tentang persahabatan
Danilla juga menyuguhkan lagu-lagu tentang pertemanan, baik dengan manusia maupun hewan. Pada nomor ”Bukan Otomata”, sikap Danilla tegas pada kesetaraan makhluk hidup. ”Kesadaran nyata/mereka merasa yang sama nyerinya/Sungguh jelas sungguh kita tak beda.”
Sementara pada nomor ”Di Balik Selimut”, Danilla mengutarakan keintimannya bersama kucing bernama Lupus Mutiara, kucing yang berkeliaran di studio mereka. ”Di balik selimutku, ku tahu ada yang menunggu”, yaitu Si Lupus, yang mengeong di ujung lagu.
Sementara lagu ”Maka dari Itu”, Danilla bercerita tentang hubungan pertemanan—sesama manusia—yang saling bantu-membantu, tetapi rupanya harus bersiap menghadapi perpisahan. Lagu bernuansa sendu, tetapi megah ini dilengkapi sesi musik gesek. Namun, ada potongan suara yang sepertinya jadi bagian bercanda mereka, yaitu suara kokok ayam.
Adalah Lafa Pratomo, koproduser album, yang jadi ”penjaga gawang” supaya isian-isian bunyi tidak kelewat cengengesan. ”Album-album Project Pop atau Padhyangan Project jadi tolok ukur kalau lagu di sini (Popseblay) sudah kelewat lawak, dan perlu direm. Aku menghindari album ini jadi album komedi. Mudah-mudahan rasanya begitu,” kata Lafa.
Komedi atau tidak, rasanya sudah jadi urusan pendengar karena album ini sudah beredar. Yang jelas, Danilla merasa tak banyak berubah sejak album pertama. Lewat Popseblay, dia sekadar meluapkan kisah pertemanan dengan terdekatnya. Boleh, dong.