18 Tahun, dan Makin Segar
Festival musik tahunan Java Jazz Festival memasuki penyelenggaraan ke-18. Rentangnya terbilang panjang. Namun, nuansanya justru makin muda dan segar. Penampil dan penontonnya beregenerasi.
Festival musik tahunan Java Jazz Festival kembali dihelat pada 2-4 Juni 2023 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta. Ini adalah penyelenggaraan yang ke-18 kali. Festival gelaran Java Festival Production ini justru makin terasa segar dan muda, baik kurasi penampilnya maupun penontonnya.
Sebelum pukul 16.00 pada Jumat (2/6/2023), ketika sebagian besar kantor ”diliburkan” karena hari terjepit sehingga lalu lintas Jakarta cenderung lancar, ratusan orang mengantre di pintu utama JIExpo, Kemayoran. Acara belum mulai, tetapi penonton sudah berdatangan. Terlihat sebagian besar pengantre adalah kaum muda, beberapa di antaranya tergolong remaja.
Di dalam arena yang bernama resmi Jakarta International BNI Java Jazz Festival 2023 ini, ada 12 panggung yang tersebar di seluruh arena, di dalam aula ataupun di luar aula. Jumlah panggung ini bisa jadi adalah yang terbanyak dalam sebuah festival musik di Indonesia. Festival berskala besar lain seperti Synchronize Fest dan Pestapora menyediakan panggung masing-masing tak lebih dari tujuh. Ini ada 12. Panggung segini banyak memungkinkan lebih banyak penampil beraksi dengan ciri masing-masing.
Solois Kaleb J adalah salah satu yang tampil sore hari. Penyanyi kelahiran Jakarta, 22 tahun lalu, ini tampil di aula tak berkursi. Penontonnya lumayan banyak, rata-rata sebaya dengan Kaleb.
Kaleb mungkin bukan penyanyi jazz atau musisi yang memainkan jazz. Cengkok vokalnya tak seperti Tompi, misalnya. Musiknya juga cenderung R&B yang dibumbui nuansa soul. Tema-tema lagunya seputar cinta atau kegalauan. Beberapa kali dia menyingung-nyinggung istilah jomblo.
Salah satu lagu yang dinyanyikan Kaleb adalah ”Now I Know”, yang katanya bercerita tentang seseorang yang menyia-nyiakan perhatian dari orang terdekatnya. Lagunya sendu, cenderung melankolis. ”Aman? Enggak pada nangis, kan?” tanya Kaleb usai lagu itu.
Di panggung, Kaleb mengaku jantungnya berdegup tak karuan. Baginya, momen berpentas di festival ini adalah momen sakral, terutama dalam karier musiknya. ”Konser atau festival pertama yang gue datangi adalah Java Jazz. Waktu itu masih SMP. Kenangan itu menginspirasi gue sampai sekarang,” kenang Kaleb.
Kenangan serupa dirasakan Paul Partohap (30). Java Jazz adalah festival musik pertama yang dia datangi ketika SMP. Berbelas tahun kemudian, pada tahun ini, dia dapat panggung pertamanya di festival ini. Arenanya adalah aula berkursi yang relatif luas. Dia tampil petang bersama band pengiringnya.
Konser atau festival pertama yang gue datangi adalah Java Jazz. Waktu itu masih SMP. Kenangan itu menginspirasi gue sampai sekarang.
Formasi band Paul dilengkapi dengan tiga vokalis latar dan pemain instrumen. Mereka semua memakai jas. Paul, sebagai pemimpin rombongan, pakai jas berwarna merah jambu pastel, lainnya putih. Dilihat dari seragam itu dan musik pop yang mereka bawakan, Paul dan bandnya terlihat seperti band kawinan.
Bagaimana tidak, lagu-lagunya menguatkan nuansa itu. Ada larik lagu yang berbunyi ”I want you to be my wife”, gombalan khas pemuda ngebet kawin. Judul lagu lainnya menyiratkan romantisisme pula, seperti ”Thank You 4 Lovin’ Me” dan ”Home is Where You Are”.
Lagu-lagu itu menghimpun banyak penonton. Paul mulai populer selepas lagu ”Seandainya” yang dia nyanyikan bersama kekasih, yang kini jadi istrinya, Gita Savitri, jadi soundtrack film Rentang Kisah. Lagu-lagu berikutnya dia tulis dengan nuansa romantis. Warna musiknya sebagian besar bernuansa gospel, dan R&B, juga ada gaya pop Korea. Dia adalah nomine penyanyi solo terbaik di ajang Anugerah Musik Indonesia pada 2022. Tak heran, Paul menuai banyak penggemar.
Band baru
Di panggung lainnya, band Reality Club tampil di aula B2 tanpa kursi. Penontonnya berdiri dari depan hingga belakang. Ini cukup ramai meski tak terlalu rapat. Band asal Jakarta ini terbilang baru, terbentuk pada 2016 dan menggeliat ketika pandemi melanda. Meski tergolong baru, mereka pernah main di luar Indonesia, seperti Singapura, Tokyo, Jeddah, dan nyaris main di festival bergengsi South by Southwest (SXSW) di Texas, AS, pada 2020.
Di panggung-panggung independen, nama Reality Club sudah tergolong besar. Jadi bisa dimaklumi, penonton mereka di Java Jazz cukup banyak. Rania (14) adalah salah satu penonton mereka. Dia ditemani tantenya yang sudah berulang kali datang ke Java Jazz. ”Kebetulan banget ini ada band kesukaan Rania. Sekalian aku ajak nonton festival inilah. Ini festival musik pertama dia,” tutur Delia Rachma (30), sang tante.
Baca juga : Berkumpul dan Bernyanyi Bersama Lagi
Kawan-kawan seumuran Rania banyak yang menonton Reality Club. Mereka menyukai gaya bermusik band yang mengingatkan pada Arctic Monkey ini. Nuansa indie pop terasa kuat dengan genjrengan gitar nyaring. Vokalisnya, Fathia Izzati dan Faiz, jago pula berkomunikasi dengan audiens. Pada lagu ”Elastic Heart”, misalnya, Fathia bisa bersahut-satuan dengan penonton.
Tepat ketika Reality Club menyudahi set, trio blues Gugun Blues Shelter main di aula B1. Trio yang sudah lebih dari lima kali tampil di Java Jazz ini memanaskan arena dengan luas yang kurang lebih sama dengan B2 dengan musik blues rock-nya. Tak kurang lagu baru ”Heartbreaker” dan nomor andalan ”Long Way Home” mereka bawakan.
Gugun dan kawan-kawan bermain apik seperti biasanya. Penontonnya tak sebanyak penonton Reality Club. Arena hanya terisi separuhnya. Namun, penonton yang hadir di hadapan mereka adalah penyuka blues dan sebagian hafal lagu-lagunya.
Lantas, untuk sebuah ajang yang belasan tahun mengusung nama ”jazz”, mana jazz-nya? Tenang, ada Bob James Trio yang tampil di aula besar berkursi. Nah, di sini lah om-tante, bapak-ibu, oma-opa menikmati malam mereka. Bob James pada piano memainkan nomor klasik jazz ”Caravan”.
Bob, penampil langganan Java Jazz, diiringi pemain kontrabas Michael Palazzolo dan pemain drum James Adkins. Hanya mereka bertiga, tapi bunyi yang mereka hasilkan begitu penuh, terutama pada nomor ”Mister Magic” ketika ada bagian solo drum. Di bagian solo ini, Adkins memukul tepian drum bersenarnya dari amat lirih hingga habis-habisan menghajar tom-tom dan aneka simbal. Pertunjukan matang.
”Senang sekali bisa kembali tampil di festival jazz termegah ini. Kali ini aku mengajak Michael pada bas dan James Adkins pada drum. Mereka muda-muda dan aku membutuhkan tenaga mereka,” kata Bob James yang kini berusia 83 tahun. Minggu bakal ada pertunjukan khusus bagi Bob James.
Di belakang Bob James Trio ada penyanyi muda asal Eslandia, Laufey, yang membawakan lagu-lagunya yang kini tengah menjadi favorit penonton muda, seperti ”James”, ”Beautiful Stranger”, ”I Wish You Love”, hingga ”Like Movies” dan ditutup dengan ”Falling Behind”. Suara dan permainan musiknya yang sederhana tapi manis membuat aura jazz terasa lebih berkesan pada hari pertama perhelatan Java Jazz Festival.
Sebelumnya juga ada Dua Empat yang diawaki oleh Alvin Ghazalie dan Misi Lesar, salah satu lagunya ”Destination Moon”, lalu juga ada Jamie Aditya & His Mezzrollers yang juga membawakan lagu-lagu jazz standar, serta Ardhito Pramono yang menyuguhkan lagu-lagu populernya seperti ”Here We Go Again/Fanboi”, ”Wijayakusuma”, dan ”Superstar”.
Ardhito sekaligus merilis singel terbarunya bertajuk ”Ready”. Sementara Titi DJ yang tampil bersama Tiyo Alibasjah & Glen Dauna Project membawakan lagu-lagu popnya yang diaransemen jazz.
“Discovery platform”
Dewi Gontha, promotor JJF, mengatakan, sejak tahun 2018, persentase penonton muda di JJF lebih banyak, sekitar 60 persen. Dari angka tersebut, sebanyak 45 persen berusia di bawah 25 tahun. Hal ini terjadi karena sejak tahun 2018, JJF mulai mengubah cara pemilihan musisi yang tampil. Tujuannya, untuk meregenerasi pasar.
Ini sejalan dengan kehadiran sponsor yang secara produk ”lebih aman” sehingga semakin membuka kesempatan bagi penyelenggara untuk menampilkan nama-nama muda.
Bukan pertama kali musisi lain lihat di JJF, lalu dia ajak kolaborasi, bahkan musisi internasional pernah mengundang musisi Indonesia dibawa ke luar atau rekaman dan lain-lain.
Di luar tujuan komersial, JJF memang menyediakan banyak slot untuk bakat-bakat muda agar mereka bisa mendapatkan exposure. Tidak hanya dari penonton, tapi juga dari musisi lain.
”Bukan pertama kali musisi lain lihat di JJF, lalu dia ajak kolaborasi, bahkan musisi internasional pernah mengundang musisi Indonesia dibawa ke luar atau rekaman dan lain-lain,” papar Dewi.
Nikita Dompas yang menggawangi bagian program JJF bersama Elfa Zulham dan Sandy Widarta mengungkapkan, di usianya yang tahun ini menginjak angka 18, penyelenggara berharap JJF tidak hanya menjadi festival semata, tetapi juga menjadi discovery channel atau discovery platform, yaitu tempat di mana penonton bisa menemukan atau menyaksikan musisi atau grup-grup baru atau yang belum dikenal. ”Tapi bisa juga menjadi entry point untuk penggemar jazz,” ujar Nikita.
Dia mencontohkan dirinya yang pada usia 17 tahun hadir di JakJazz tahun 1997 berbekal keinginan menonton Incognito, satu-satunya penampil yang dia kenal. ”Cuma saya, kan, udah beli tiket, masak enggak nonton yang lain? Jadi saya pindah, oh, ada musisi ini. Dan itu tuh kayak addictive banget. Makanya, misi JJF tuh menjadikan JJF sebagai entry point. Jadi kenapa musisinya lebih muda, ya, biar relevan dengan generasi mereka. Tapi tetap konsentrasi kita pada jazz performer,” tutur Nikita.
Tahun ini, persentase penampil muda masih 40 persen, sementara musisi senior 60 persen. Secara konten, 75 persennya adalah musisi jazz. ”Kalau dilihatin, diperhatiin benar-benar, line upjazz-nya masih 75 persen lho. Cuma, memang, nama yang kita jadiin highlight, honestly speaking, ya, harus seperti itu (populer). Kan, begitu kita. Itu, kan, yang bikin ticket buyer datang. Kayak saya dulu, ada nama gedenya saya dateng, terus saya belajar di dalam ada apa. Gitu. Jazz enggak ditinggalin kok. Kalau dilihatin benar-benar, banyak banget tahun ini,” kata Nikita.
Baca juga : Melepas Kerinduan di Java Jazz Festival
Beberapa penampil lain pada Jumat adalah The Chicago Experience feat Danny Seraphine & Jeff Coffey, Stephen Sanchez, Jose James Sings Badu, Giacomo Turra, Jamie Aditya & His Mezzrollers, serta Morad dan Ali menjelang tengah malam.
Pada hari Sabtu, ada Cory Wong, Max, Stacey Ryan, Patti Austin, Jason Mountario, Sri Hanuraga, Kelvin Andreas, Love Is, Clever Moose, Batavia Collective feat Kuba Skowronski, Nate Smith + Kinfolk, Oslo Ibrahim, dan Joey Alexander.
Pada hari terakhir atau Minggu, ada Nonaria bersama Tetty Kadi, Ariel Noah bareng Bunga Citra Lestari, Tribute to Bob James, Trisum, Andien, Vina Panduwinata, Deddy Dhukun, Fariz RM, serta Mus Mujiono with F.I.E.R.Y Band.