Dari Brinka sampai Cerita tentang Eyang
Ada yang memuliakan mobil sebagai keindahan rupa, ada yang memberi nama dan mengajak bicara layaknya anggota keluarga, serta menyelamatkan mobil tua sebagai bukti sejarah dengan membangunkan kembali dari tidur panjang,
Ada-ada saja manusia memaknai mobil pribadinya. Ada yang memuliakan mobil sebagai keindahan rupa, ada yang memberi nama dan mengajak bicara layaknya teman atau saudara, ada pula yang lebih mengenal leluhur berkat mobil tua peninggalannya.
Di tangan Nasirun (57) ada sebatang kuas untuk melukisi tubuh mobil Mini Cooper di garasi rumahnya, Kamis (10/8/2023). Mobil premium itu milik seorang pengusaha restoran besar di Surabaya. Ia meminta Nasirun melukisinya setelah mobil tersebut rusak ditabrak dari belakang. “Jadilah, mobil itu sebagai prasasti kehidupan,” ujar Nasirun sambil tertawa.
Sudah lebih dari 30 mobil antik dan mobil mewah milik para kolektor dan orang-orang kaya dilukisi Nasirun sejak 2015. Bagi Nasirun, mobil adalah bagian dari keindahan rupa, bukan sekadar alat transportasi. Ia mempertebal keindahannya dengan menorehkan lukisan di bodi mobil.
Melukis di tubuh mobil Mini Cooper yang rusak itu, menjadi pengalaman pertama bagi Nasirun. Sebelumnya, mobil-mobil yang dilukisinya masih aktif digunakan oleh para pemiliknya.
Nasirun sudah nyaris selesai melukisinya. Ini menjadi prasasti yang mengingatkan pemiliknya agar lebih berhati-hati mengemudikan mobil di jalan.
Di belakang mobil Mini Cooper di garasi rumah Nasirun terdapat sebuah mobil antik bermerk Fiat tahun 1960-an. Mobil berwarna hijau itu sebelumnya milik Damardjati Supadjar (1940–2014), seorang akademisi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sepeninggal Damardjati, istrinya meminta Nasirun sebagai sahabat suaminya, merawat mobil tersebut.
Mobil Fiat milik Damardjati sudah dipersiapkan untuk dilukis secara kolaboratif dengan seniman Budi Ubrux Haryono. Mobil akan dilukisi dengan berbagai teks pemikiran Damardjati Supadjar. Di atasnya akan ditambahkan rak untuk buku-buku karya Damardjati.
Selain Mini Cooper dan Fiat, ada mobil sedan bermerk Honda yang diparkir di halaman rumah Nasirun. Mobil itu untuk transportasi sehari-hari Nasirun beserta keluarga. Akan tetapi, Nasirun tidak pernah menyetir. Ia merasa tidak nyaman menyetir. "Pernah mobil saya tinggal begitu saja di pinggir jalan. Saya lalu pulang naik bis kota,” kenang Nasirun yang kini selalu disopiri oleh isteri atau salah seorang anaknya.
Punya nama
Jika Nasirun mengagungkan mobil karena keindahan rupa, Atik N Lawrance (49) memperlakukan mobil seperti layaknya makhluk hidup. Sampai-sampai ia memberinya nama pada mobil kesayangannya, Range Rover P38. “Namanya Brinka alias bring kadieu bring kaditu (pergi ke sana, pergi ke situ)," ujar pehobi off-road yang mengaku dijuluki teman-temannya sebagai perempuan "petualang" tulen yang jarang pulang itu.
Atik juga senang mengajak Brinka yang berwarna merah cabai itu, "ngobrol dari hati ke hati". Biasanya, sebelum bertualang dengannya, dia selalu mengatakan, "Be a good boy (jadilah anak yang baik), ya."
Ternyata, Brinka jadi anak baik betulan. Ketika Atik mengikuti off-road di Sukabumi, banyak peserta lain bertumbangan karena medan berat. Atik bersama Brinka dengan mudah menaklukkan medan itu. “Aku lihat-lihat orang ngapain, sih. Belok saja susah. Aku dengan santainya sampai kayak sombong dan ngeledek begitu,” kata Atik seraya terbahak.
Atik mengaku lupa tahun produksi mobilnya itu. Ia memperkirakan diproduksi awal 2000-an. Ia langsung jatuh cinta pada Range Rover P38 itu saat menjajal off-road perdana di Sukabumi, Jawa Barat, 2017.
Kini, mobil itu tergolong tua dan mulai sensitif. Saat dipakai untuk Bogor Overland 360 tahun 2022, radiatornya bermasalah. Atik jadi sering berhenti dan berjibaku di jalan hingga tengah malam.
Biaya perawatan mobil Range Rover itu cukup tinggi. Suku cadangnya sulit diperoleh dan harus inden (pesan) lama dari Inggris. Karena itulah, Atik kerap jengkel, tetapi masih menahan untuk menjual kendaraannya.
Sementara itu, pendiri Indonesia Off-Road Yuma Wiranatakusumah (68) tergila-gila dengan mobil Mercedes-Benz 280 GE. Pengalaman tak terlupakan ia lakoni sewaktu menembus hutan di Aceh pada 2004, lima hari setelah tsunami melanda dengan mobil itu.
Ia sempat mengantar tentara bersama rekan lain dengan dua mobil. Hutan yang mereka tembus tergolong rawan serangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Saat melintasi jembatan dengan ketinggian sekitar satu meter, mobil pertama melaju mulus sekitar pukul 17.00. “Giliran gue, waduh, (jembatannya) roboh. Langsung terjun ke sungai sampai mobil terendam setengahnya,” ujar Yuma.
Baca juga: Nostalgia dalam setiap suapan makanan legendaris
Yuma terkejut bukan kepalang, karena tiang jembatan menembus kap mesin mobilnya sampai memecahkan kaca. Karburator mesin mobilnya juga patah. “Untunglah, komandan dan pasukan yang gue bawa sudah diminta turun. Jadi, gue sendiri dan akhirnya ada prajurit dan pengemudi off-road lainnya yang menolong,” ujar Yuma.
Mobil itu ditarik menggunakan winch berkali-kali. Bolak-balik ke depan atau ke belakang hingga akhirnya bisa diselamatkan untuk diderek dan dibawa kembali ke Jakarta.
Belakangan, Yuma baru tahu kecelakaan itu membawanya lepas dari maut. Kawanan GAM ternyata sudah siap mencegat di jalur yang akan dilewati Yuma dan rekan-rekannya. “Jadi ini blessing in disguise (berkah tersembunyi). Kalau enggak, sudah diberondong dari atas.”
Yuma bertekad tidak akan menjual mobil pabrikan tahun 1985 itu. Ia sudah memacu kendaraannya selama 30 tahun lalu, sejak pertama kali dibeli seharga Rp 50 juta. “Untuk mobil yang sama kalau masih standar atau mulus harganya sekarang sampai Rp 500 juta. Punya gue, sih, sudah babak belur,” ujar Yuma.
Mobil bersejarah
Berbeda dengan pengalaman Anas Alimi, seorang promotor pentas musik yang menetap di Yogyakarta terkait salah satu mobil koleksinya. Anas menceritakan suatu kali ia pernah merasa seperti mendapat harta karun ketika membuka selubung mobil di garasi usang di sebuah rumah yang ditinggali sepupunya di Kediri, Jawa Timur.
Anas tidak pernah menyangka garasi itu menyimpan sebuah mobil BMW 2000 Tilux keluaran 1968. Itu adalah peninggalan dari kakek buyutnya yang pernah menjabat sebagai wedana di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, puluhan tahun silam. Di Indonesia, model sedan BMW 2000 Tilux tergolong langka.
“Aku cerita ke orang yang bekerja di BMW Indonesia. Dia mengira itu model BMW 2002. Setelah aku kirim fotonya, dia baru percaya. Jadi, ya mungkin saja mobil itu satu-satunya BMW 2000 Tilux yang masih hidup di Indonesia,” kata Anas lewat sambungan telepon.
Faktur pembelian pertama atas nama sang kakek pun masih ada. Penemuan mobil itu terjadi pada September 2022 silam. Sebagai penggemar jenama BMW, Anas bersemangat sekali menghidupkan kembali mobil yang tergolong mewah di zamannya tersebut. Tanpa pikir panjang, dia menggunakan jasa “gendong” mobil untuk memindahkan ke Yogyakarta.
Di kota tempat tinggalnya, sedan itu ia bawa ke bengkel restorasi. Tujuannya bukan cuma membangunkan mobil dari tidur panjang, tetapi juga mengembalikan ke bentuk aslinya. Perbaikan bodi, suspensi, dan mesin, dilakukan perlahan-lahan. Beberapa onderdil orisinal didatangkan dari luar negeri, seperti kaca spion dari Thailand, dan lingkar setir dari Inggris. Dia masih belum mendapatkan radio-tape bawaan aslinya. Ongkos restorasinya di luar belanja onderdil sampai sekitar Rp 120 juta.
“Ini soal nilai sejarah, karena mobil ini milik Eyang. Apa pun alasannya, mobil ini harus saya jaga. Apalagi saya dapatnya gratis, hehehe,” ujar Anas.
Pekan depan mobil itu sudah bisa keluar dari bengkel restorasinya. Pengerjaannya memakan waktu hampir satu tahun. Mobil “warisan” ini akan menambah tunggangan roda empat miliknya. Mobil operasional sehari-harinya adalah Mini Cooper, yang juga masih satu grup dengan BMW.
Baca juga: Kuliner jadul yang mengikat memori
Dia memilih itu karena BMW dan Mini Cooper berorientasi memanjakan pengemudi, bukan penumpang. Anas senang menyetir bahkan sebelum punya SIM A. “Aku sempat jadi supir pribadi seorang tuan tanah, sewaktu aku mondok di Pesantren Raudhatul Muttaqien di Kalasan sekitar tahun 1995. Tuan tanah ini mencari supir untuk mengantar istrinya belanja ke pasar, menjemput anak di sekolah, atau ke rumah sakit. Bayarannya Rp 10.000 setiap nganter,” ujar Anas.
Dia sempat mengajukan diri, tetapi syaratnya harus mempunyai SIM A. Anas menyampaikan itu ke orangtuanya. Ibunya menjual sebagian perhiasan untuk membiayai Anas mengurus SIM. Jadilah dia seorang supir pribadi. Sejak saat itu, Anas merasa cocok dan menyukai menyetir mobil.
Setelah bekerja dan punya penghasilan sendiri, Anas bisa membeli mobil pertamanya, yaitu Honda Civic Wonder pada tahun 2000. Warnanya merah, dengan plat nomor istimewa B 33 MB. “Itu mobil pacaran dan sekarang pacar itu menjadi isteri saya. Atapnya kalau hujan bocor. Tapi aku sayang dengan mobil itu,” kata Anas.
Mobil keduanya adalah BMW 318i seri E46 yang membuatnya jatuh cinta dengan berkendara. Dia sempat suka juga mendandani mobilnya: menceperkan mobil, atau mengganti pelek ban.
“Kalau sekarang, mobil sebagai kendaraan fungsional saja, sudah bukan untuk gaya-gayaan lagi,” kata Anas yang bersiap mendatangkan band metal Sepultura ke ajang Jogjarockarta pada 30 September 2023 nanti.
Mungkin saja, tetamu dari Brasil itu akan ia jemput dengan BMW 2000 Tilux kebanggaan warisan eyangnya.