Simfoni Alam Raya di Hutan Pinus
Manusia, musik, dan alam menyatu dalam Forestra 2023, di Cikole, Lembang, Jawa Barat, Sabtu (26/8/2023) malam.
Kemegahan musik orkestra berkawin-mawin dengan aneka ragam musik di belantara hutan pinus Orchid Forest Cikole, Lembang, Jawa Barat, Sabtu (26/8/2023). Inilah kesatuan antara manusia, musik, dan alam yang berjejalin indah dalam simfoni alam raya nan megah. Musik menjadi perekat ampuh mendekatkan manusia dengan alam.
Panggung Forestra 2023 yang dingin, perlahan merambat hangat tatkala Erwin Gutawa Orkestra tampil bersama Sasvara Choir. Medley lagu-lagu Godbless dan lagu ”Di Bawah Sinar Bulan Purnama” sekonyong-konyong membuat penonton yang memadati Orchid Forest Cikole tersentak kagum. Alangkah magisnya orkestra yang disuguhkan di antara pohon-pohon pinus. Alangkah megahnya. Instrumen band, perkusi, dan instrumen gesek yang berpadu menjadi satu menciptakan musik menggelegar yang menggetarkan. Penonton takjub dibuatnya.
Kekaguman belum usai, Barasuara memanaskan panggung dengan ”Merayakan Fana”, lalu berturut-turut ”Terbuang Dalam Waktu” dan ditutup ”Nyala Suara”. ”'Nyala Suara', versi orkestranya, hanya bisa didengar malam ini. Ini epicgaes,” lontar Iga Massardi, sang vokalis Barasuara.
Di panggung, gemuruh musik Barasuara yang menderu-deru makin menggelora dengan iringan orkestra. Lalu dengan cepat berubah lebih manis saat Rahmania Astrini tampil menyuguhkan ”Untittled”.
Begitu pula saat David Bayu tampil membawakan ”Deritaku”, disusul ”Posesif”, ”Apanya Dong”, dan ”Benci Untuk Mencinta”. Kemegahan musik terasa ditingkahi jenaka bersama David. Berikutnya, Burgerkill memainkan lagu ”Hollow” bersama Che Cupumanik dalam sesi Tribute untuk Ebens. Musik yang megah meski terasa sedih dan bikin ngelangut.
Rahmania Astrini kembali tampil bersama Aurelie Moeremans membawakan ”A Tribute to Chrisye”. Aurel membawakan ”Kala Cinta Menggoda”. Sebagai penutup, tampil Feel Koplo yang membuat malam semakin pecah sempurna.
Sabtu malam itu, semua penyanyi dan musisi yang tampil di Forestra 2023 menjadi bagian dari simfoni alam raya nan megah. Ini adalah pertunjukan musik orkestra terbesar pertama di Indonesia yang digelar di hutan, membuktikan musik mampu mendekatkan manusia dengan alam yang menjadi bagian tempat hidupnya. Tak bisa dimungkiri alam harus dijaga kelestariannya.
Di negara lain, hutan amat jarang dipilih menjadi venue musik. Forestra berbeda. CEO Orchid Forest Cikole sekaligus CEO ABM yang merupakan penyelenggara Forestra 2023, Barry Akbar, mengungkapkan, gagasan menghadirkan Forestra lahir dari kecintaannya pada musik dan alam. Melalui Forestra, dia ingin mengajak masyarakat Indonesia agar lebih terbiasa ”bermain” di alam.
”Indonesia, kan, punya 17.000 pulau, orang-orang Indonesia seharusnya lebih terbiasa main ke alam. Akan tetapi, yang saya lihat tidak begitu. Saya merasa harus lebih sering mengajak orang untuk datang ke alam. Caranya dengan memberikan sajian musik. Kalau mereka terbiasa di alam, akan tumbuh kecintaan pada alam,” tutur Barry. Di panggung, pesan-pesan untuk selalu menjaga alam, salah satunya bertanggung jawab pada sampah, terus dikumandangkan.
Barry sengaja memilih musik orkestra karena memiliki kelenturan yang bisa mewadahi banyak genre musik. Banyak genre bisa merangkul lebih banyak lapisan penonton sehingga kecintaan pada alam dapat ditularkan kepada lebih banyak, juga generasi yang berbeda-beda.
Barry menjamin penyelenggaraan Forestra tidak akan mengganggu hutan dan ekosistemnya karena Orchid Forest Cikole berdiri di atas lahan bekas hutan produksi, bukan hutan konservasi. Konser musik aman untuk digelar.
Musik berkualitas
Menariknya, meski dimainkan di antara hutan pinus, musik yang tersaji tetap berkualitas baik. Situasi pepohonan pinus yang rimbun mampu berfungsi sebagai filter audio yang baik sehingga audio yang dihasilkan tidak ”berhamburan” ke segala arah. Kualitas musiknya pun tetap terjaga. Speaker besar dipasang di posisi tinggi di sisi kanan dan kiri sehingga suara tersebar dengan baik.
Penonton tampak sangat menikmati suasana di tengah alam dengan suguhan musik yang memikat. Mereka tak beranjak dari duduknya hingga acara berakhir. Suhu dingin yang mencapai sekitar 15 derajat celsius tampaknya hanya sedikit mengganggu. Penonton ataupun penampil terlihat sudah sama-sama mengantisipasi dengan pakaian hangat. Sebagian malah nekat hanya mengenakan kaus lengan pendek.
Sejak sore, dimulai dari penampilan White Shoes & The Couples Company, kurang sedikit menuju pukul 16.00, penonton yang rata-rata berusia muda tampak asyik menikmati suasana. Dengan wajah semringah, mereka duduk atau mengempaskan badan di atas hamparan rumput hijau menghadap panggung yang berada di tengah pohon-pohon pinus. Penonton duduk santai. Sebagian beralaskan tikar atau kain. Bau pinus yang segar, dengan batang-batang pohonnya yang menjulang, terasa menguar. Paru-paru penuh udara segar.
Semilir angin yang berembus memang sesekali terasa dingin, membuat kuncup-kuncup indra peraba di sekujur tubuh tegak berdiri. Namun, hawa alam yang pekat sayang untuk diabaikan. Di tengah alam, dingin adalah karib yang membuat persekutuan dengan alam terasa semakin khidmat.
Ekspresi kekaguman tertangkap jelas dari wajah penonton. Berada di tengah suasana alam yang indah lengkap dengan sajian musik dan visual yang megah terasa menggembirakan. ”Rasanya magis,” begitu ungkap Boni (24), salah seorang penonton asal Bandung.
Sejak awal, dia sudah optimistis Forestra akan menjadi sajian yang spektakuler karena menggabungkan bakat-bakat terbaik di tangan Erwin Gutawa dan Jay Subyakto. ”Ini jaminan mutu, sih. It’s gonna be fun. Musisi yang tampil juga keren-keren. Terus lokasinya juga di hutan pinus. Seru dan menarik banget,” imbuh Revi (23), juga penonton asal Bandung.
Salman (22), juga penonton asal Bandung, penasaran dengan konsep orkestra yang ditampilkan di tengah hutan, bersanding dengan musik berbagai genre. ”Biasanya nonton orkestra pakai baju rapi, di gedung pertunjukan. Ini nonton pakai baju santai, sambil tiduran pula,” katanya.
Namun, dia juga terpukau dengan panggung melayang di antara pohon pinus. ”Keren. Estetik, tapi juga alami, menyatu dengan sekitarnya,” kata Salman.
Seniman Jay Subyakto yang berperan sebagai Art Director mendesain panggung setinggi 10 meter dengan desain melayang dan transparan sehingga penonton juga para penampil tetap dapat melihat hutan pinus di sekitar mereka. Tak ada satu pun pohon yang ditebang selama proses pembangunan panggung tersebut.
Sore hari, cahaya alami tampak memperlihatkan desain panggung yang menyatu dengan suasana sekitarnya. Keindahan hutan pinus yang menjadi latar belakang panggung membuat panggung terlihat hidup, menjadi bagian dari keseluruhan suguhan pertunjukan musik hari itu.
Menjelang malam, penonton bisa melihat kabut tipis yang turun menyelimuti pepohonan di antara lampu-lampu yang mulai menyala. Panggung dengan empat tingkat itu terlihat memamerkan kecantikan dan desainnya yang tidak biasa di tengah pelukan pohon-pohon pinus di sekitarnya. Selain panggung empat tingkat bagi para pemain orkestra, Jay juga membangun dua panggung terpisah di bagian depan, di sisi kiri dan kanan. Tata lampu menambah magis tampilan panggung.
Demi menghadirkan tampilan alami, Jay sengaja tidak menggunakan layar untuk video mapping yang ditampilkan sepanjang jalannya pertunjukan. Jay memilih menggunakan rerimbunan pepohonan di belakang panggung sebagai layar hidup untuk mengantarkan visual pendukung.
Baca juga: Panggung Melayang Musik Orkestra di Tengah Hutan
Menjelang malam, penonton tampak semakin khidmat menikmati suasana hutan pinus yang syahdu. Begitu pula para musisi yang tampil, tampak betul menikmati permainan mereka. Di panggung, mereka pun tampak khidmat, menyuguhkan lagu-lagu mereka dalam balutan orkestra yang megah.Erwin Gutawa, yang menjadi Music Director, terampil di atas panggung, memberi komando kepada semua pemain orkestra yang berjumlah puluhan orang tampil maksimal mengiringi penyanyi dan musisi terbaik dari berbagai genre, mulai dari pop, rock, metal, elektronik, hingga dangdut elektro. Semuanya dipilih mewakili tiap-tiap genre dengan prestasi yang tak main-main.
Rahmania Astrini, misalnya, akan menjadi pembuka untuk konser Coldplay di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 15 November 2023, lalu Gabber Modus Operandi yang akan menjadi kolaborator di album terbaru Bjork. Begitu pula Burgerkill yang prestasinya di kancah musik cadas telah diakui dunia internasional. Semua tampil sempurna, tanpa cela.
Musik, di mana pun tempatnya, selalu bisa menghadirkan kebahagiaan, juga kekaguman. Di tengah alam, musik menjadi media untuk mengetuk kecintaan manusia pada alam.