Lagu Pengingat Masa Muda
KLa Project mengamini jika kreasinya didaulat sebagai ”soundtrack” alias lagu pengiring kehidupan kawula muda, terutama pada akhir dasawarsa 1980-an dan 1990-an.
Konser bertajuk ”Harmoni Cahaya” yang berlangsung semarak menegaskan kelanggengan prestise KLa Project mengarungi peralihan zaman. Tak lekang ditelan zaman, karya-karya mereka sekaligus menorehkan memori manis saat penggemarnya masih mengecap masa berkasih-kasihan.
Sirene dengan kelap-kelip cahaya merah yang menyirami panggung mengawali pertunjukan tersebut di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Dibuka ucapan selamat malam, vokalis Katon Bagaskara tancap gas bersama gitaris Romulo Radjadin alias Lilo dan kibordis Adi Adrian.
Hit-hit mereka antara lain “Waktu Tersisa”, “Hingga Memutih Tulang”, “Romansa”, “Belahan Jiwa”, “Gerimis”, “Bahagia Tanpamu”, “Laguku”, “Menjemput Impian”, ”Terpuruk”, “Tak Bisa Ke Lain Hati”, dan “Semoga” spontan disambut kor penonton.
Bintang-bintang tamu macam violinis Iskandar Widjaja, pentrompet Rio Sidik, dan musisi rap Mario Bagaskara turut meramaikan pergelaran dengan 27 lagu selama tiga jam itu. Penyanyi-penyanyi seperti Eka Deli dan Jolene Marie menambah keriuhan aksi yang empunya hajat.
Layar besar yang melatari para penampil menayangkan kebolehan mereka diselingi permainan citra digital berwarna-warni, angka-angka, dan aneka siluet. Khalayak bersorak, bertepuk tangan, dan merekam atau memotret dengan kamera ponselnya.
Lebih kurang 10 penari berbusana tradisional ikut memanaskan pentas dengan menyelang Katon yang tengah melantunkan “Lagu Baru”. Mereka berjoget ditingkahi musik sendiri yang rancak selama hampir dua menit kemudian meluruh bersama KLa Project untuk menuntaskan lagunya.
Trio tersebut memungkasi atraksinya dengan “Yogyakarta” sekitar pukul 23.00. Mereka membungkuk di hadapan penonton yang dimeriahkan semburan pernak-pernik kertas beragam warna dan semburan efek asap. Audiens meminta lagu lagi, tetapi idola-idolanya berlalu dari panggung.
Tak berujung
“Persiapannya sekitar dua bulan, termasuk sewa studio kecil, dua minggu nonstop. Lalu, studio besar tiga hari,” ujar Lilo. Seraya duduk santai, ia mengakui kendala yang dihadapi Kla Project, tetapi bisa dilewatinya, semisal berkolaborasi dengan Iskandar yang bermukim nun jauh di Jerman.
Mereka berinteraksi lewat aplikasi percakapan dengan mengirimkan konten ditengahi diskusi. Katon menilai Iskandar telah bekerja keras untuk mengharmoniskan improvisasi biola klasiknya dengan permainan KLa Project yang bergaya kontemporer.
“Luar biasa. Iskandar lebur dengan irama KLa Project. Tentu, enggak gampang soalnya pemain biola klasik biasanya baca partitur. Keren,” kata Katon. Adi menambahkan dengan memuji keistimewaan maestro kordofon itu lantaran kesigapannya beradaptasi.
Demikian pula ketika KLa Project berselaras dengan Mario, Eka, Jolene, dan Rio. Eka, umpamanya menggemakan lengkingan didampingi cabikan gitar Lilo. Sementara, Rio memekikkan aerofon ditingkahi kelincahan jemari Adi yang menari di atas tuts-tutsnya.
Performa KLa Project yang terhampar mulus tak bisa dilepaskan dari asam garamnya. Mereka memaknai liku-liku dalam belantika musik dengan pengelanaan yang tak berujung, tetapi sungguh mengasyikkan. Katon, Lilo, dan Adi mulai menjejakkan kaki dengan kenyamanan berkawan dan bermusik.
“Ibaratnya, yuk, berangkat dulu. Harapannya pendek-pendek saja. Sekarang, sudah bikin konser lengkap. Lagunya dijahit dengan aransemen yang dinamis,” ujar Adi. Katon pun mengenang sewaktu kaset masih diandalkan untuk merengkuh relung-relung indera pendengarnya dengan deretan lagu KLa Project.
Baca juga: KLa Project yang Menikmati Perjalanan
“Beda, kan, kayak baca cerpen lewat gawai dengan pegang bukunya. Lagunya juga didengar berkali-kali. Dapat arti atau makna yang lebih dalam,” tutur Katon. Tak heran, alunan-alunan KLa Project begitu terpatri dalam sanubari yang menemani suka duka kawula muda berdekade silam.
Katon lantas mengamini jika kreasi-kreasinya bersama Lilo dan Adi didaulat sebagai soundtrack atau lagu pengiring yang mewarnai kehidupan anak muda, terutama pada akhir dasawarsa 1980-an dan selama 1990-an. Aral melintang yang memisahkan dua sejoli, contohnya, mengingatkan akan “Belahan Jiwa”.
Sambil menikmati untaian kata mesra yang tercantum dalam selembar kertas dengan semerbaknya wewangian, dari mini compo atau tape deck mengalunlah lirik, “Membaca lagi surat-suratmu/hatiku jatuh rindu/Tak sadar pada langit kamarku/kulukis kau di situ/...”.
Sepulang sekolah atau kuliah di siang bolong yang gerah sembari bersandar pada bantal ditemani kipas angin, bait-baitnya berlanjut, “Waktu yang berlalu/dan jarak masih saja terentang/penamu bicara/menembus ruang menyapa sukmaku/...”. Sang pembaca pesan pun memejamkan mata untuk mengimpikan pujaannya.
Lagu berpacaran
“Kertasnya pakai gambar Hello Kitty. Terus, ditulis di bawahnya, L (love atau cinta), Virgo Boy,” ujar Lilo diiringi gelak. Katon menambahkan soal “Jarak Dua Kota” yang mengisahkan personel KLa Project dan jantung hatinya kala masih mahasiswa, tetapi tak menyebutkan namanya.
“Kuliah di Depok. Pacarnya di Bandung, kan, banyak sekolah swasta favorit. Dulu, belum ada tol. Kira-kira empat jam lewat Puncak,” katanya. Jamak pula muda mudi lain yang melakoni hubungan jarak jauh atau long distance relationship dengan jadwal apel hanya akhir pekan, ditemani lagu tersebut.
Lilo mengimbuhkan “Tak Bisa Ke Lain Hati” yang kerap dinobatkan banyak suami istri sebagai tembang jawara mereka semasa berpacaran. “Beberapa polisi lulusan 1992 dan kapolda, menikahnya juga dengan lagu KLa Project. Setiap orang punya kenangan sama lagunya masing-masing,” ujarnya.
Meski identik dengan keromantisan, tak sedikit sebenarnya lagu KLa Project yang mengusung nasionalisme antara lain “Dekadensi”, “Lagu Untuknya”, “Sarapan Pagi”. Dalam konser teranyarnya, mereka juga membawakan gita yang bertema sosial, “Hingga Memutih Tulang”.
Lilo dengan merendah mengungkapkan personel-personel KLa Project yang baru berusia awal 20 tahunan saat memulai debutnya. “Jadi energi baru. Kami masih bertahan dan semangat melaksanakan konser beberapa jam. Perlu stamina yang bagus. Inginnya, lagu kami juga menginspirasi musisi lain,” tuturnya.
Baca juga: Konser KLa Project ”Harmoni Cahaya” Jadi Ungkapan Syukur
Onak dan duri tentu tak luput menyusupi kiprah KLa Project dengan stagnasi sejak tahun 2001 yang dipicu keletihan ditambah dunia musik dipandang kurang kondusif. “Kami balik lagi dengan lagu ‘Someday’ dalam album KLa Returns, tahun 2009. Kayak mini album dengan dua lagu baru,” ujar Katon.
Katon dan rekan-rekannya semakin melebarkan sayap dengan mendirikan KLa Corp. Perusahaan itu merealisasikan penampilan-penampilan KLa Project. “Tontonan-tontonan yang besar diadakan KLa Corp. Waktu kami balik lagi, syaratnya memang ada perusahaan,” kata Lilo.