Menjaga Asa Ratu Adil
Lukisan ini sebenarnya ingin menceritakan masyarakat yang menjaga harapan adanya Ratu Adil di tanah Jawa.
Lukisan merangkum kata, bahkan melampauinya ketika tafsir dibebaskan. Seperti lukisan dengan latar seekor elang jawa memutus tali kekang yang dikendalikan oleh kerbau. Tafsir lukisan itu bisa ke mana-mana, apalagi di masa menjelang suksesi kepemimpinan nasional.
”Lukisan ini sebenarnya ingin menceritakan masyarakat yang menjaga harapan adanya Ratu Adil di tanah Jawa. Semua orang yang saya lukiskan sedang terjaga dan menatap ke depan, mengharapkan akan adanya pemimpin Ratu Adil,” ujar perupa Budi ”Ubrux” Haryono (55), Kamis (11/1/2024), menjelang pembukaan pameran Ratu Adil di Bentara Budaya Jakarta.
Ubrux menjelaskan salah satu lukisannya itu yang diberi judul ”The Eagle Watchmen (Elang Penjaga)”, dengan media cat minyak di atas kanvas berukuran 200 cm kali 400 cm. Di ruang pamer utama, delapan lukisan dengan bidang sebesar itu ditampilkan. Selebihnya, puluhan drawing atau gambar turut dipamerkan.
Pameran Ratu Adil merupakan pameran lukisan Ubrux, sekaligus peluncuran buku karya Sindhunata yang berjudul Ratu Adil: Ramalan Jayabaya & Sejarah Perlawanan Wong Cilik. Ubrux merespons narasi yang ditulis Sindhunata di buku tersebut. Lukisan besar menjadi imajinasi Ubrux dalam mencerna setiap narasi utama. Kemudian puluhan gambar hitam putih menjadi ilustrasi peristiwa yang dituliskan di buku tersebut.
Pameran ini bisa disaksikan publik pada 12-18 Januari 2024 di Bentara Budaya Jakarta. Berikutnya, pameran ini akan digelar pula di Bentara Budaya Yogyakarta.
Lukisan ”The Eagle Watchmen” merespons narasi Gerakan Samin pada Bab 5 buku Sindhunata. Dikisahkan hidup Surontiko Samin (1859-1914) dari Blora, Jawa Tengah, memberikan ajaran yang menginspirasi protes petani di tanah Jawa sebagai perlawanan yang pasif dan tanpa kekerasan.
Surontiko dikenal juga mengajarkan agama Adam yang mengisyaratkan manusia hakikatnya sama sehingga menentang adanya pembagian golongan berkuasa dan golongan bawahan. ”Menjadi bebas adalah hakikat agama Adam,” tulis Sindhunata.
Surontiko akhirnya menyulut perlawanan. Di antaranya perlawanan petani ditujukan kepada pemerintah desa yang memunguti pajak. Ujung-ujungnya, Surontiko menentang otoritas negara yang dikendalikan Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu.
Ubrux di dalam lukisan ”The Eagle Watchmen” menciptakan elang jawa sebagai personifikasi Surontiko. Kerbau dengan tingkahnya yang jinak sebagai pemerintah kolonial Hindia Belanda. Ada seutas tali dihela kerbau untuk mengekang elang sehingga elang itu tak bisa terbang bebas dan lepas. Kemudian tali itu putus.
”Buku ini pada hakikatnya berbicara tentang filsafat harapan dari rakyat atau wong cilik, yakni harapan akan hadirnya pemimpin sebagai Ratu Adil. Di situ ada perlawanan-perlawanan wong cilik,” kata Sindhunata.
Ayam jago
Lukisan Ubrux yang berjudul ”All of My Hopes” merespons narasi perlawanan wong cilik yang disematkan pada tradisi memelihara ayam jago. Ubrux melukiskan kerumunan laki-laki dewasa, masing-masing memegang ayam jago. Satu orang di antara mereka mengangkat tinggi-tinggi seekor ayam jago dengan tangan kirinya.
”Bagi wong cilik, memiliki ayam jago untuk menjadi siap menang, juga siap untuk kalah,” ujar Sindhunata.
Baca juga: Menghidupkan ”Ratu Adil” lewat Perlawanan Wong Cilik
Lukisan tentang jago tak hanya merespons buku Sindhunata, karena Ubrux ternyata memiliki pengalaman tersendiri tentang ayam jago itu. Sementara Sindhunata mencantumkan subbab yang berjudul, ”Dunia Ngelmu dan Figur Jago”, pada Bab 3 Pemberontakan Kyai Hasan Mukmin (1854-1904) dan Masa Terpuruknya Kesejahteraan.
”Lewat jagonya, mereka memperoleh dan menimba kekuatan kreatif yang menggugah dan membakar mereka untuk berani melawan kekuatan penindasnya yang jahat dan merusak,” tulis Sindhunata.
Ubrux sendiri memiliki cerita tentang ayam jago yang pernah hadir di dalam mimpinya semasa kecil. Ia menerima hadiah pemberian seekor ayam jantan kecil. Sewaktu tidur, ayam itu dibawa dan ditaruh di dalam sebuah kurungan.
Di dalam tidurnya, Ubrux bermimpi ada makhluk-makhluk yang mengancam ibunya. Ia melawan dan berdiri. Ia lalu mengacungkan ayam jagonya kepada makhluk-makhluk itu dan mereka ketakutan melihat ayam jago milik Ubrux.
Lukisan laki-laki yang mengangkat tinggi-tinggi seekor ayam jago itu mengilustrasikan dirinya. Ia menjadi bagian dari wong cilik yang ingin menunjukkan perlawanan dengan ayam jagonya.
Bagi Ubrux, ayam jago menjadi simbol perlawanan sekaligus harga diri. Ia menampilkannya pada lukisan besar yang diberi judul ”My Dignity (Harga Diriku)”. Dalam lukisan itu, Ubrux melukiskan sosok laki-laki dewasa dengan kancing baju terbuka sedang membopong seekor ayam jago dengan begitu gagah dan bangga. Ia berada di tengah kerumunan laki-laki dewasa lain yang sebagian di antaranya juga membawa ayam jago.
”Bagi petani, jago menjadi pahlawan yang dapat membangkitkan harapan akan Ratu Adil,” tulis Sindhunata.
Membangunkan ”wong cilik”
Ubrux menggarap beragam tema untuk lukisan yang menafsir narasi dari buku Sindhunata. Narasi itu sendiri merupakan terjemahan dari disertasi Sindhunata yang digarap sekitar 30 tahun silam selama studi di Jerman.
Melalui tulisannya, Sindhunata bermaksud membangunkan wong cilik lewat sejarah masa lampau. Ia merasa, tulisan saja tidak cukup. Ia lalu menelepon Ubrux dan memintanya untuk melukis narasi yang ada dalam disertasinya itu.
Baca juga: Imaji Harapan dari Jeritan Penderitaan Rakyat
Ubrux menceritakan, momen itu terjadi menjelang tengah malam di bulan Januari 2023. Ubrux saat itu tengah melukis di studionya sambil bercengkerama dengan penulis Agus Noor dan perupa Ampun Sutrisno.
Ubrux langsung menyanggupi keinginan Sindhunata. Dalam waktu setahun Ubrux bekerja keras mewujudkan lukisan-lukisan yang menarasikan buku Sindhunata.
Telly Liando, pemilik Galeri Ohana di Jatake, Tangerang, turut membantu proses ini. Sebagian besar lukisan Ubrux diselesaikan di studio yang disediakan Telly di Tangerang.
Selama ini, Telly termasuk kolektor yang mengoleksi banyak lukisan Ubrux. Ubrux dikenal dengan lukisan manusia terbungkus koran. Sejak remaja Ubrux memang gemar melukis realis. Proses kreatif itu berkembang. Ubrux menapaki lukisan manusia koran atas pemikiran media bisa membungkus realisme.
Ada sedikit gaya lukisan manusia koran muncul di pameran Ratu Adil. Salah satunya di lukisan ”All of My Hopes”, ada sosok laki-laki bertelanjang dada mengenakan celana pendek bermotif koran sambil membawa seekor ayam jago.
Agus Noor memberikan catatan kuratorial untuk pameran ini. Ia menceritakan sosok Simbok Ropin, ibu Ubrux, yang kini berusia 73 tahun dan masih gesit menjadi petani ladang.
”Baginya, ayam semacam penggambaran sosok Simbok,” tulis Agus Noor.