Galeri Bersemi sampai Tanah Reklamasi
Di kawasan hasil reklamasi PIK 2, pelaku usaha seni berusaha membuka pasar baru seni rupa. Bagaimana ceritanya?
Galeri seni kekinian bersemi di Pantai Indah Kapuk 2, kawasan yang diharapkan menjadi salah satu motor baru pertumbuhan ekonomi di Jakarta dan Banten. Di kawasan hasil reklamasi pantai ini, pelaku usaha seni berusaha membuka pasar seni yang baru. Bagaimana ceritanya?
Bangunan-bangunan mentereng tumbuh di kawasan PIK 2, Kabupaten Tangerang, Banten yang sebagian masih berupa hamparan tanah terbuka. Di antaranya ada Indonesia Design District (IDD), ruang ekspo dan ritel desain serta gaya hidup yang dibuat dengan semi terbuka.
Di IDD yang luasnya 12,1 hektar, ada Linda Gallery yang baru mulai berpameran dua bulan lalu, pada Desember 2023. Selain itu, ada 200-an gerai yang menawarkan produk gaya hidup urban, termasuk restoran. Siang itu, Selasa (6/2/2024), kami menyempatkan diri menengok pameran tunggal seniman Tulus Warsito (71).
”Kali ini sudah ada yang laku,” ujar Lisa Sharon, petugas Linda Gallery. Harga lukisan dan patung karya Tulus yang dipamerkan dibandrol dengan harga puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Ali Kusno Fusin, pemilik dan pengelola Linda Gallery, mengatakan, karya seniman senior seperti Tulus sengaja ia pilih untuk mengisi pameran di galeri yang baru di PIK 2. ”Kami ingin menunjukkan kepada publik di wilayah yang baru di utara dan barat Jakarta, karya-karya seni seniman senior yang sudah berkarya selama puluhan tahun,” ujar Ali Kusno.
Sekitar 4 kilometer dari IDD, tumbuh Orange Groves yang fungsinya sebagai ruang seni dan gaya hidup urban. Di antara banyak gerai yang memanjakan gaya hidup urban di Orange Groves, ada tiga galeri seni, yakni Ganara Art, galeri kolektif dari Asosiasi Galeri Seni Rupa Indonesia (AGSI), dan Meramu.id yang baru mulai berpameran pada 31 Januari 2024.
Kami mengunjungi pottery house Ganara Art. Pengunjung bisa belajar membuat tembikar dari tanah liat di sana. Karya mereka bisa langsung dibakar di tungku pembakaran yang ada di halaman luar.
”Kami membuat program seni bagi siapa saja yang berkunjung. Misalnya, dengan investasi Rp 75.000 sampai Rp 100.000, setiap pengunjung bisa membuat karya seni dengan tanah liat seberat 500 gram dalam waktu 45 menit sampai 1 jam,” ujar pemilik dan pengelola Ganara Art, Tita Djumaryo.
Denyut seni rupa juga terasa di galeri kolektif dari Asosiasi Galeri Seni Rupa Indonesia (AGSI) tidak jauh dari Ganara Art. Galeri kolektif menggelar pameran yang diikuti sembilan galeri, yakni 1 Artspace, Andi’s Gallery, Artserpong Gallery, CGartspace, Can’s gallery, D Gallerie, Edwin’s Gallery, Puri Art Gallery, dan Zen1 Gallery. Pameran berlangsung hingga 29 Februari 2024.
Fenomena mutakhir
Munculnya galeri atau ruang aktivitas seni di PIK 2 adalah fenomena paling mutakhir dalam dinamika industri seni rupa di sekitaran Jakarta. Mungkin tidak banyak orang mengira galeri-galeri mentereng akan tumbuh di pesisir utara Jakarta dan Banten yang wajahnya campur aduk: ada pelabuhan, pergudangan, tempat wisata, perumahan elite, dan permukiman kumuh.
Sebelumnya galeri dan ruang seni umumnya tumbuh di Jakarta Pusat, khususnya di sekitar kawasan Menteng yang banyak dihuni orang-orang kaya. Kawasan ini telah menjadi episentrum geliat seni rupa Jakarta sejak 1960-an dan bertahan sampai sekarang. Penanda terbarunya antara lain Artina di mal Sarinah dan Jakarta Art Hub.
Pada perkembangan berikutnya, galeri dan ruang seni rupa merambah ke kawasan yang cukup jauh dari jantung Kota Jakarta seperti Kemang (Jakarta Selatan) yang banyak dihuni orang-orang berduit dan ekspatriat. Muncul pula galeri-galeri di Kelapa Gading (Jakarta Utara) dan Taman Mini (Jakarta Timur).
Galeri dan ruang seni rupa di PIK 2 tampaknya mengikuti pola serupa: tumbuh di kawasan yang sedang berkembang menjadi motor pertumbuhan ekonomi dan dekat ke lokasi-lokasi hunian orang berduit. Para pemilik dan pengelola galeri berharap berkah dari lokasi-lokasi seperti itu.
Hal itu, di antaranya, diakui pemilik dan pengelola Ganara Art, Tita Djumaryo. ”Atmosfer di sini sangat berbeda. PIK 2 menawarkan tempat liburan yang memiliki potensi besar bagi pertumbuhan ekonomi, termasuk pertumbuhan ekonomi dari seni rupa,” ujar Tita.
Tita menceritakan, pada pertengahan 2022 ketika Orange Groves mulai dirancang, pengembangnya menawari Ganara Art untuk mengisi ruang di sana. Tita tidak berpikir lama untuk menerima tawaran itu.
”Ganara Art termasuk pihak yang diberi tawaran pertama, sehingga kami bebas untuk memilih lokasi bangunannya,” tutur Tita. Ganara Art di Orange Groves merupakan cabang ke enam dari usaha seni rupa yang dirintis sejak 2013. Lokasi lainnya ada di Taman Mini Indonesia Indah, Kebayoran Baru, dan Plaza Indonesia (Jakarta). Satu lagi ada di Kota Makassar.
Tita enggan merinci nilai kontrak yang disepakati dengan Orange Groves. Dia hanya bilang nilainya cukup terjangkau untuk bidang usaha seni rupa yang tidak melulu berorientasi komersial. Lebih penting dari itu, ia ingin menciptakan magnet bagi pengunjung serta memberikan edukasi dan ruang aktivitas seni yang menarik bagi publik.
Ia cukup percaya diri membuka Ganara Art di PIK 2 karena akses ke PIK 2 sebentar lagi terhubung dengan tol menuju kawasan permukiman urban Bumi Serpong Damai. Selain itu, akses ke Bandara Soekarno-Hatta juga mudah. Waktu tempuhnya hanya sekitar 14 menit.
Meski demikian, yang namanya hadir di lokasi baru, tantangan cukup besar. Direktur Artserpong Gallery Audi Rusli mengakui, galeri harus siap menghadapi pasar yang sepi atau belum terbangun dengan kokoh.
”Di lokasi pameran yang baru mungkin karya yang diminati mulai dari karya pop art, menyusul karya-karya seni rupa yang bernilai lebih,” kata Audi.
Artserpong Gallery menampilkan lukisan abstrak karya John Martono, yang berjudul, ”Happiness 4” pada pameran bersama di Orange Groves.
Pemilik dan pengelola galeri juga mesti sabar membuka diri dan mengedukasi pasar. Ini, antara lain, dilakukan Direktur Can’s Gallery Inge Santoso. Pada pameran bersama di Orange Groves, Can’s Gallery menyuguhkan karya yang mudah dicerna publik. Dengan begitu, seni rupa lebih mudah terhubung dengan penikmatnya.
Inge menampilkan dua lukisan berjudul ”I Will Dance Like David Danced” karya Beatrix Hendriani dan patung perunggu bertajuk ”Berada di Dalam Cahaya” karya Win Dwi Laksono.
”Pameran ini sebagai bentuk usaha kami membuka diri, merambah ke daerah baru. Memang masih sepi dan jauh, ya, tapi niatnya memperkenalkan seni rupanya,” ucap Inge, yang merintis galerinya pertama kali dengan nama Galeri Canna di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 2001.
Lokapasar daring
Pengembang Orange Groves tidak hanya menggandeng pelaku usaha di bidang seni rupa untuk hadir secara fisik. Mereka juga menggandeng pelaku usaha secara digital yang mengelola lokapasar daring, yakni Meramu.id untuk mengembangkan pasar.
”Meski kami menggunakan platform jaringan, sesekali juga membutuhkan pameran secara fisik seperti kali ini di Orange Groves,” ujar Adinda Fudia Hanamici, salah satu pendiri Meramu.id. Saat ini, lebih dari 550 lukisan karya sekitar 150 seniman yang sedang dipasarkan.
”Kami lebih mengutamakan mengundang seniman yang sedang merintis karier. Kami mematok harga karya mereka tidak lebih dari Rp 15 juta. Jika laku, 80 persen diserahkan kepada seniman,” kata Adinda.
Akademisi seni rupa dari Institut Teknologi Bandung, Asmudjo Jono Irianto, menyambut baik munculnya galeri-galeri seni rupa di PIK 2 yang membuka pasar seni baru.
”Kita mengalami surplus jumlah seniman karena pasar seni rupa yang masih kecil. Sebagian besar seniman juga berada di kelas menengah ke bawah,” ujarnya.
Asmudjo menyinggung nilai perputaran uang dari pasar seni rupa dunia saat ini mencapai 65 miliar dollar AS. Angka yang fantastis ini 45 persennya masih dikuasai pasar seni rupa yang ada di Amerika Serikat. Bagaimana dengan Indonesia? Nilainya masih sangat kecil, kata Asmudjo.
Kini, seni mulai bersemi di lingkungan yang baru tercipta di lahan hasil reklamasi pantai, PIK 2. Jalan cerita selanjutnya, kita lihat nanti saja.