Kursi-kursi Ekspresi Tubuh
Perupa Zulfian Amrullah (42) melihat kursi sama dengan tubuh kita dan mereka-reka menjadi ekspresi tubuh kita.
Kursi layaknya baju yang dibentuk menyesuaikan tubuh kita ketika duduk. Kursi pun dirancang ergonomis. Hingga kemudian imajinasi perupa Zulfian Amrullah (42) melihat kursi sama dengan tubuh kita dan mereka-reka kursi menjadi ekspresi tubuh kita.
Ada kursi yang ditekuk keempat kakinya hingga menjadi seperti orang yang sedang duduk bersimpuh. Ada pula dua kursi yang disusun bertumpuk dan dibentuk seperti tubuh kita dengan kedua lengan tangan terbuka menyambut pelukan hangat.
Ada lagi yang dibentuk seperti orang sedang duduk bermeditasi. Kemudian kursi-kursi ada yang disusun sedemikian rupa untuk menggambarkan sekumpulan orang yang sedang merayakan kemenangan laga sepak bola. Ada pula dua kursi yang dibentuk saling berdekapan dan bisa memantik imajinasi erotik. Dan, seterusnya.
Di situlah saya belajar tentang gestur tubuh melalui seni teater, seni tari. Hingga kemudian saya memutuskan untuk fokus di dunia seni rupa.
Zulfian menampilkan karya itu ke dalam pamerannya. Pameran tunggal keempat sekaligus sebagai karya seni instalasi yang ditujukan sebagai program Road to Artjog 2024 di Gedung Komunitas Seni Salihara, Jakarta. Pameran itu bertajuk”Performa Kinestetik”. Publik dapat menikmati karya itu pada 20 April sampai 30 April 2024. Artjog sendiri akan diselenggarakan pada 28 Juni hingga 1 September 2024 di Yogyakarta.
Baca juga: Mengunci Trauma ke Dalam Lukisan
”Untuk jumlah kursi, saya selalu menggunakan angka yang saya suka. Saya memakai sebanyak 99 kursi untuk membentuk 19 adegan atau gestur tubuh,” ujar Zulfian dalam perbincangan dengan Kompas, Kamis (25/4/2024).
Zulfian menata dan menyebut semua adegan itu menjadi satu, yaitu sebagai hiruk-pikuk manusia. Penamaan adegan hanya akan membatasi imajinasi para penikmatnya. Mungkin saja ia manamai suatu adegan dengan nama tertentu, tetapi penikmatnya mungkin saja berbeda menafsirnya.
”Saya mungkin bisa memberi nama adegan tertentu, meditasi. Namun, penikmatnya bisa menganggap lain,” kata Zulfian.
Instalasi seni kursi Zulfian tak ubahnya seni patung. Kursi membentuk tubuh. Namun, tubuh dengan kursi memberikan bahasa lain, yaitu tubuh yang tidak berwajah. Tubuh kursi tanpa merujuk ras dan jender tertentu.
”Membentuk tubuh kursi ini akan berbeda ketika orang ingin membuat patung tubuh manusia. Ketika akan membuat patung, pembuatnya akan menentukan karakter manusia dari ras apa, jenis kelaminnya apa, dan seterusnya,” kata Zulfian.
Tubuh kursi tidak akan mengambil pusing itu semua. Tubuh kursi menjadi universal. Identitas tubuh kursi tidak melekat.
”Kalau mau memiliki identitas, sebetulnya bisa juga. Kita tinggal memberi baju atau kostum tertentu. Kostum militer untuk memberi identitas sebagai tentara, misalnya,” kata pria kelahiran Mempawah, Kalimantan Barat, itu.
Berbicara
Bagi Zulfian, tubuh dari kursi yang tidak memiliki wajah memiliki tantangan tersendiri. Tantangannya, bagaimana menjadikannya bisa berbicara meski penikmat akan dibebaskan untuk menafsirkannya.
”Berbicara melalui gestur tubuh dari seni instalasi kursi ini banyak terpengaruh ketika saya memutuskan untuk memasuki dunia seni. Pada 2014, saya menempuh residensi multidispilin di Padepokan Bagong Kussudiardja di Yogyakarta selama delapan bulan,” ujar Zulfian, lulusan Jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada 2006.
Zulfian memiliki riwayat pekerjaan dari dunia arsitektural. Dua tahun setelah lulus kuliah, 2008, Zulfian diterima bekerja di sebuah biro lanskap di Singapura. Ia membuat desain penempatan patung untuk lanskap taman di berbagai mal atau ruang publik lainnya.
Ia bekerja seperti itu selama lima tahun, hingga 2013. Pengalaman itu membuatnya berinteraksi dengan dunia seni patung. Ternyata pekerjaan itu membuat ketertarikan Zulfian terhadap dunia seni meningkat.
Ia memutuskan pulang ke Tanah Air, ke Yogyakarta, untuk belajar tentang seni. Pada waktu itu terbuka kesempatan residensi multidisiplin di Padepokan Bagong Kussudiardja. Ia mendaftarkan diri dan diterima pada 2014.
”Di situlah saya belajar tentang gestur tubuh melalui seni teater, seni tari. Hingga kemudian saya memutuskan untuk fokus di dunia seni rupa,” ujar Zulfian.
Melalui kacamata Zulfian, desain menjadi perangkat transformasi. Spasialitas adalah pusat dari eksistensi tekstual dan konteks seni yang dinyatakan kepada publik.
Inspirasi kursi untuk apropiasi gestur tubuh mulai bersemi di situ. Ia mulai merancang karya seni instalasi menggunakan medium kursi. Di tahun berikutnya, 2015, Zulfian mengajukan diri untuk mendaftar sebagai peserta seniman muda Artjog. Ia diterima. Karyanya berupa seni instalasi tentang kursi tadi.
”Dari kursi inilah saya memulai karir sebagai seniman. Kursi bagi saya juga sangat menantang karena kursi bisa digunakan untuk mewujudkan konsep apa saja,” ujar Zulfian.
Kursi ada yang menggunakan untuk karya seni yang menggambarkan persoalan takhta atau kekuasaan. Kursi sering diiibaratkan pula sebagai posisi atau pencapaian status sosial tertentu.
Dua tahun kemudian, Zulfian menggelar pameran tunggal untuk pertama kalinya di Ark Gallery dengan kurator Alia Swastika. Pada saat yang hampir bersamaan, Zulfian mendapat panggilan untuk ikut bergabung ke dalam tim penyelenggaraan Artjog. Ia diminta memperkuat tim artistik Artjog. Ia pun bergabung di situ sampai sekarang menjadi Koordinator Artistik Artjog.
Ruang dialog
Karya Zulfian merupakan dramaturgi yang dipentaskan. Di situ terdapat ruang dialog yang menghubungkan tubuh pikiran dan tubuh motorik. Ini dikemukakan Ignatia Nilu, kurator pameran Performa Kinestetik ini.
”Ini sekaligus menawarkan pengalaman-pengalaman radikal dari nilai kehidupan yang formal dan normatif. Ini tawaran dari karya seni kontemporer,” ujar Nilu.
Pada dasarnya, manusia selalu tertarik dengan anatomi. Bahkan, sejak masa prasejarah tercatat manusia seperti sudah dihantui dengan penggambaran gestur tubuh, gerakan tubuh, atau postur tubuh manusia. Melalui karya Performa Kinestetik ini, Zulfian atau mungkin seniman lainnya telah memberikan pemahaman lain.
”Melalui kacamata Zulfian, desain menjadi perangkat transformasi. Spasialitas adalah pusat dari eksistensi tekstual dan konteks seni yang dinyatakan kepada publik,” kata Nilu.
Baca juga: Lukisan Abstrak Anak Muda Spesial
Melalui karya itu, Zulfian mengeksplorasi persepsi inderawi, pengadegan, dan gerakan tubuh manusia ke dalam bentuk kursi. Ini menjadi eksperimen untuk membangun peluang narasi dari sebuah peristiwa seni.
Pameran Road to Artjog 2024, sekaligus pameran tunggal Zulfian sebagai ”orang dalam” tim Artjog, ini merupakan program Artjog untuk pertama kalinya di Jakarta. Pendiri Artjog, Heri Pemad, mengemukakan hal itu sebagai tradisi baru yang ingin dikembangkan untuk masa-masa berikutnya.
”Ini sebagai tradisi baru untuk makin mendekatkan Artjog dengan publik, termasuk para pemangku kepentingan seperti para sponsor,” ujar Heri.
Pameran Road to Artjog 2024 sekaligus sebagai promosi dalam bentuk kreatif yang berbeda. Saat ini anggota tim Artjog pada dasarnya meliputi para seniman. Untuk kepentingan pameran yang sekaligus promosi, penampilan karya orang dalam Artjog tentu lebih memudahkan dari segi pembiayaan dan koordinasinya.
Artjog 2024 juga ingin meneruskan program yang sudah dilaksanakan sebelumnya, seperti Young Artist Award, ARTJOG Kids, performa ARTJOG, Exhibition Tour, Meet the Artist, Artcare, serta Jogja Art Weeks. Meski kepesertaan Artjog langsung menyapa para seniman, ini tetap memberikan manfaat bagi galeri-galeri. Menurut Heri, di sinilah kesempatan para pengelola galeri untuk belanja seniman, terutama untuk menentukan para seniman muda dan karya-karyanya yang bisa dimasukkan ke galeri-galeri mereka.