Lewat Sinemaku Pictures para filmmaker Gen Z berkreasi walau belum sampai hasilkan genre horor gaya baru ala generasinya
Oleh
WISNU DEWABRATA
·3 menit baca
Jakarta, Kompas-Film Temurun dikerjakan secara kreatif dan berpendekatan khas Generasi (Gen) Z. Film ini juga menjadi garapan pertama film bergenre horor, baik oleh sutradara maupun rumah produksinya,
Hal itu setidaknya seperti dipaparkan Inarah Syarafina, yang diminta menyutradarai film horor pertamanya itu, dalam jumpa pers peluncuran trailer dan poster filmnya, Rabu (1/5/2024). Dalam jumpa pers Inarah bercerita dia merasa sangat nyaman bekerja dengan banyak talent segenerasi dan seumuran dirinya.
Dengan lingkungan macam begitu, Inarah mengaku bisa lebih leluasa bekerja dan saling berproses, selain juga fleksibel, namun tetap kreatif. Selain dengan para pemain utama, Brian Domani dan Yasamine Jasem, Inarah juga mengklaim seumuran dengan para produsernya, Prilly Latuconsina dan Umay (Shahab), serta sang penulis naskah, Vontian Suwandi.
Prilly dan Umay merupakan pendiri Sinemaku Pictures sejak lima tahun lalu. Tak hanya berhubungan secara profesional, Inarah sendiri saat menjawab sejumlah pertanyaan wartawan juga mengakui punya hubungan dekat dengan Umay.
“Di Sinemaku Pictures aku sudah sangat nyaman dan semuanya. Aku jadi enggak takut lagi sebagai sutradara baru. Dengan sesama pemain, karena juga seumuran, diskusi kami seolah enggak ada batasan,” ujar Inarah.
Bahkan dalam tahap membaca naskah (reading) pertama dirinya, Brian, dan Yasamine menggelarnya di rumah Inarah. Awalnya saat mengajak mereka berkumpul di rumahnya, Inarah mengaku sempat khawatir dirinya bakal dianggap tidak profesional.
“Ternyata mereka malah mau. Akhirnya kami reading di kamar aku, bareng kucing-kucing aku, sambil makan snack. Jadinya seru banget. dari situ sepanjang project aku jadi enggak sungkan-sungkan lagi menyampaikan pikiran dan ide-ide aku ke mereka,” ujar Inarah sambil tertawa-tawa.
Tak hanya dalam tahap produksi, Prilly sendiri sebagai produser bercerita menerapkan cara promosi tak biasa untuk filmnya itu. Salah satunya dengan menggelar acara lari “Temu Fun Run”, yang penamaan kegiatannya terinspirasi judul film horor kali ini.
“Ide awal (Temu Fun Run) muncul saat hari pertama syuting. Saat kami para produser kumpul di lokasi (syuting) sekalian membicarakan akan seperti bentuk marketing dan promosinya. Saat membaca judul film aku dan Umay terpikir membuat even lari. Kebetulan aku juga suka olahraga. Dalam film juga ada adegan lari. Ha-ha-ha,” ujar Prilly.
Acara lari tersebut rencananya digelar di dua kota, Gelora Bung Karno (GBK) di Jakarta, dan di Bali, masing-masing 11 dan 18 Mei 2024, pada malam hari. Rencananya, tambah Prilly, sepanjang rute lari para peserta juga akan bertemu sesuatu yang menyeramkan sesuai dengan tema film horornya itu.
Coba horor baru
Dalam jumpa pers Umay mengklaim film horor yang akan mereka sajikan kali ini punya pendekatan berbeda dengan film-film horor lain tanah air yang pernah ada. Selain menggabungkan dengan unsur drama, dalam Temurun pihaknya tidak akan menampilkan unsur-unsur keagamaan atau budaya tertentu sebagai latar belakang.
“Jadi It’s a fictional, benar-benar fiksi, dan kami kepingin mencoba cara-cara baru. Kalau dibilang kami mau join the hype sebenarnya enggak juga mengingat justru di film ketiga kami baru bikin film horor,” ujar Umay.
Namun walau mengklaim digarap berbeda dan melibatkan banyak anak sebayanya, Inarah mengaku belum berani menyebut karyanya sebagai film genre horor hasil representasi atau versi Gen Z. Hal sama juga dilontarkan Umay, yang menyebut walau dikenal sebagai rumah produksi identik dengan Gen Z tadi mereka tak berpretensi menunjukkannya dalam karya tertentu.
“Kami enggak pernah berusaha untuk pretensius coba cari, wah, apa nih kira-kira yang lagi rame dan viral di Tiktok. Kami cuma akan berbicara sesuai dengan apa yang kami resahkan saja. Mungkin kami punya keresahan tentang film-film horor saat ini. Itu saja yang akan kami tuangkan. Kami akan cari opsi lain dari yang selama ini ada seperti sekarang di Temurun,” ujar Umay.
Sementara Prilly menyebut, kalau pun ada sesuatu yang baru dan identik dengan Gen Z, hal itu lebih pada konteks konflik antar karakter dalam film, yang lebih kekinian. Selain itu dari beberapa adegan seram di film, Prilly menyebut juga muncul satu terminologi kekinian alias baru, Curtain Phobia.
“Jadi ada adegan yang seram-seram muncul dari balik tirai ternyata memunculkan istilah baru tadi. Sedangkan untuk filmnya sendiri secara kreatif kami hanya fokus ke cerita dan apa yang bisa ditawarkan. Mungkin dari cara pengemasan lalu muncul term-term yang sangat Gen z,” ujar Prilly.