Dirjen Imigrasi Diberhentikan, Pegawai Pasang Logo Hitam Imigrasi
Pascapencopotan Ronny F Sompie sebagai Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, sejumlah pegawai Ditjen Imigrasi memasang logo instansinya dengan latar warna hitam di media sosial. Apakah ini bentuk perlawanan?
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pegawai Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memasang logo imigrasi berwarna hitam dalam status media sosial. Hal ini dilakukan setelah adanya pemberhentian Direktur Jenderal Imigrasi, Ronny Franky Sompie oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
Logo imigrasi yang umumnya berwarna hijau dan emas dengan latar belakang putih, diubah menjadi berwarna putih dan abu dengan latar belakang hitam. Logo ini setidaknya dipasang oleh mantan Kepala sub Bagian Humas Ditjen Imigrasi, Sam Fernando dan Kepala sub Bagian Humas Ditjen Imigrasi, Ahmad Nursaleh.
Ketika ditanyakan apakah logo hitam imigrasi sebagai tanda berkabung dan melihat ada yang janggal dalam pemberhentian Ronny, mereka enggan menjawab. No comment (tidak ada komentar terkait pemasangan logo hitam imigrasi dalam status Whatsapp-nya), ucap Sam saat dikonfirmasi oleh Kompas, Rabu (29/1/2020).
Biro Humas Kemenkumham, Ali, membenarkan adanya pemasangan logo hitam imigrasi dalam media sosial para pegawai. Menurutnya, tindakan tersebut sebagai wujud empati dan rasa terima kasih kepada Ronny.
Saya pikir, sebuah kewajaran jika sebuah keputusan tidak bisa membuat bahagia semua orang, katanya.
Baca juga : Pencopotan Ronny Sompie Menuai Pertanyaan Publik
Ali pun turut memasang status Whatsapp terkait pemberhentian Ronny. Namun, ia memasang foto Ronny yang penuh warna.
Ditjen Imigrasi, kata Ali, juga baru berulang tahun ke-70 pada 26 Januari 2020. Jadi, saya memilih mengenang beliau (Ronny) dengan penuh warna. Beliau sudah bekerja dengan baik, tuturnya.
Yasonna memberhentikan Ronny dengan alasan agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam tim independen. Pembentukan tim independen bertujuan untuk menyelidiki duduk persoalan atas kejanggalan pemberian informasi perlintasan Harun Masiku, tersangka penyuapan Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan terkait pergantian anggota DPR.
Yasonna kemudian menunjuk Inspektur Jenderal Kemenkumham Jhoni Ginting sebagai Pelaksana Harian Dirjen Imigrasi. Selain Ronny, Yasonna memberhentikan Direktur Sistem dan Teknologi Keimigrasian (Sisdik) Alif Suaidi yang dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keterlambatan sistem informasi imigrasi.
Pasalnya, sempat terjadi simpang siur informasi terkait keberadaan Harun. Awalnya, Ditjen Imigrasi menyatakan Harun meninggalkan Indonesia menuju Singapura pada 6 Januari.
Tak ada kabar dari Ditjen Imigrasi mengenai kepulangan Harun, Yasonna pun menyatakan Harun belum berada di Indonesia. Baru pada 22 Januari, Ditjen Imigrasi mengubah informasi bahwa Harun telah kembali ke Indonesia sejak 7 Januari, sehari sebelum operasi tangkap tangan KPK terhadap Wahyu Setiawan.
Peran ganda
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz menilai, semestinya Yasonna pun diberhentikan sebagai Menkumham. Sebab, posisi Yasonna yang juga merupakan pengurus DPP PDI-P tentu tidak akan lepas dari konflik kepentingan, terlebih Harun juga merupakan kader PDI-P yang sedang berurusan dengan hukum.
Peran ganda Menkumham-lah yang membuat persoalan internal di Kemenkumham. Kalau menggunakan pendekatan tanggung jawab berjenjang, kesalahan harusnya bukan hanya pada Dirjen tetapi juga pada Menkumham, kata Donal.
Desakan pemberhentian Yasonna melalui penandatanganan petisi Change.org pun terus bertambah. Hingga pukul 10.30, petisi berjudul Presiden Jokowi, Berhentikan Yasonna Laoly karena Kebohongan Publik tentang Harun Masiku sudah ditantangan 2.155 warga net.
Petisi diinisiasi oleh Ade Armando dari Universitas Indonesia. Sebanyak 51 orang yang berasal dari bidang akademik, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat umum juga turut menginisiasi petisi ini.
Salah satu warga net, Rakanda Ibrahim Gandapermadi berkomentar, Seharusnya para menteri menanggalkan atribut kepartaiannya ketika menjabat karena kepentingan publik lebih besar dibanding kepentingan partai, tulisnya.