Pencarian buron kasus korupsi bukan sesuatu yang asing bagi Polri. Kewenangan, SDM, teknologi, hingga relasi internasional menjadikan Polri penegak paling kompeten. Kasus Harun pun kini jadi tantangan polisi.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Pencarian buron kasus korupsi bukanlah sesuatu yang asing bagi Kepolisian Negara RI. Kewenangan, sumber daya manusia, teknologi, hingga hubungan internasional yang mumpuni menjadikan Polri sebagai lembaga penegak hukum paling kompeten untuk membantu lembaga antirasuah menangkap tersangka perkara tindak pidana korupsi.
Dalam satu dekade terakhir, Polri telah membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menemukan dan menangkap buron kasus tipikor dari yang bersembunyi ke luar negeri hingga berupaya menghilangkan jejak di dalam negeri. Gayus Tambunan, M Nazaruddin, dan Miryam S Haryani adalah nama-nama yang diamankan Polri yang kemudian diserahkan kepada KPK.
Penangkapan Gayus, yang dilakukan 30 Maret 2010, merupakan ”keberhasilan” Polri untuk mengembalikan buron korupsi itu ke Singapura. Indonesia tidak memiliki mutual legal assistance (MLA) dengan Singapura dalam mengekstradisi pelaku kejahatan sehingga Singapura sering menjadi lokasi pelarian pelaku kejahatan kerah putih.
Untuk menangkap tersangka kasus korupsi dan suap mafia pajak Gayus, yang diketahui telah berada di Singapura, Kepala Polri kala itu, Jenderal (Purn) Bambang Hendarso Danuri, membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum yang diketuai Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal (Purn) Ito Sumardi.
Dalam pelaksanaan teknis di lapangan, Ito dibantu oleh Tito Karnavian (kini Menteri Dalam Negeri) dan M Iriawan (Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia). Ketika itu, Tito masih berpangkat brigadir jenderal, sedangkan Iriawan komisaris besar. Selain terdiri atas tim penyidik, satgas itu juga didukung para pakar hukum, seperti Mas Achmad Santosa dan Denny Indrayana.
Satgas itu pun menuju Singapura untuk menghimpun berbagai informasi tentang keberadaan Gayus. Iriawan, Mas Achmad, dan Denny merupakan anggota tim satgas yang berada di Singapura, akhir Maret 2010. Dalam sebuah kesempatan untuk mencari makan malam di kawasan Orchard Road, Mas Achmad dan Denny bertemu dengan Gayus. Akhirnya, keduanya berkoordinasi dengan otoritas Indonesia di Singapura untuk melakukan negosiasi serta memulangkan Gayus dan keluarganya ke Tanah Air.
”Selain upaya teknis, timing yang tepat juga memengaruhi upaya pencarian Gayus ketika itu,” kata Mas Achmad, akhir Januari lalu.
Selain upaya teknis, timing yang tepat juga memengaruhi upaya pencarian Gayus ketika itu.
Sementara itu, untuk menangkap tersangka kasus korupsi wisma atlet, Nazaruddin, Polri menggunakan jalur Interpol. Melalui deteksi dari pihak Interpol, Nazaruddin diketahui berada di Cartagena, Kolombia.
Koordinasi dengan Kantor Pusat Interpol di Lyon, Perancis, dilakukan Polri setelah Nazaruddin diketahui telah berpindah ke sejumlah negara. Diawali pada Mei 2011, ia berada di Singapura. Kemudian, ia dan sang istri, Neneng Sriwahyuni, ke Vietnam, Kamboja, hingga Cartagena.
Di Kolombia, ia diamankan oleh otoritas kepolisian setempat setelah Nazaruddin ditetapkan sebagai salah satu daftar pencarian orang (DPO) oleh Interpol. Pada pertengahan Agustus 2011, Nazaruddin dipulangkan oleh Pemerintah Indonesia untuk menjalani proses hukum.
Selain pencarian buron tipikor di luar negeri, Polri juga telah memiliki pengalaman untuk menangkap buron dalam DPO kasus korupsi di Indonesia. Pada 1 Mei 2017, tim satgas Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap tersangka kasus KTP elektronik, Miryam S Haryani.
Penangkapan terhadap bekas anggota Komisi II DPR itu dilakukan kurang dari sepekan sejak penetapan Miryam setelah masuk DPO oleh KPK. Atas penetapan itu, KPK berkoordinasi dengan Polri untuk mencari lokasi Miryam. Diawali dengan informasi keberadaan terakhir Miryam yang diketahui KPK.
Sebelum ditangkap di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Miryam berada di Bandung. Untuk menghilangkan jejak, ia membuang telepon pintar dan nomor teleponnya. Ia pun membeli telepon genggam dan nomor baru di Bandung.
Kendala
Di luar faktor teknis, pencarian buron kasus korupsi sangat dipengaruhi oleh kemampuan tim kepolisian memanfaatkan kelemahan buron itu. Sedikit pun informasi yang didapatkan bisa menjadi pintu masuk untuk mengetahui secara pasti lokasi buron itu.
Meski begitu, kelihaian buron itu juga menjadi satu kendala lain. Sebagai contoh, tersangka kasus korupsi kondensat Honggo Wendratmo. Sejak penetapan terhadap Honggo, Mei 2015, tim penyidik Bareskrim Polri belum bisa membawa pulang Honggo dari Singapura.
Sudah dua kali tim penyidik Bareskrim pergi ke Singapura pada 2015 untuk memeriksa Honggo. Salah satu pemeriksaan dilakukan di salah satu rumah sakit terkemuka di ”Negeri Singa”. Hal itu dilakukan karena kondisi kesehatan Honggo dianggap tidak baik oleh tim dokter. Pemeriksaan itu dipimpin Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Purn) Victor Edison Simanjuntak.
Sejak tahun 2017, Honggo juga telah masuk DPO oleh Interpol. Dalam catatan Interpol, Singapura dan China menjadi negara yang kemungkinan sebagai tempat persembunyian Honggo.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan, keberadaan Honggo di luar negeri menjadi penyebab penanganan perkara itu tertunda hampir lima tahun. Pada 30 Januari lalu, tim penyidik Bareskrim telah menyerahkan berkas Honggo dan dua tersangka lain kepada jaksa penuntut umum. Persidangan terhadap Honggo akan dilakukan secara in absentia.
”Namun, kami tetap mencari Honggo. Kami telah berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Polri karena ada syarat-syarat tertentu dalam hubungan bilateral kedua negara (Indonesia-Singapura),” kata Sigit.
Namun, kami tetap mencari Honggo. Kami telah berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Polri karena ada syarat-syarat tertentu dalam hubungan bilateral kedua negara (Indonesia-Singapura).
Selain itu, Polri juga tengah disorot publik untuk membentuk KPK menemukan tersangka kasus suap Komisi Pemilihan Umum, Harun Masiku. Jejak Harun terakhir kali diketahui, 8 Januari lalu, berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis mengatakan, Polri berkomitmen penuh untuk mencari Harun seperti pencarian terhadap buron kasus korupsi lain, salah satunya Miryam. Meski begitu, Idham tidak bisa memastikan masa waktu pencarian Harun karena tim satgas Polri yang dipimpin Sigit masih bekerja dan berkoordinasi dengan KPK.
Lalu, sampai kapan Harun mampu ”berlari” dari kejaran aparat hukum? Selain berharap Harun melakukan kelalaian yang dapat memberikan petunjuk keberadaannya, kerja sama dan komitmen penuh di antara lembaga penegak hukum menjadi kunci. Di sisi lain, publik hanya bisa menunggu drama pencarian Harun menemukan titik akhir.