Empat hari setelah KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah meninggal dunia, kini KH Ahmad Bagdja menyusul berpulang ke rahmatullah. Inilah pertanda munculnya generasi muda Nahdhaltu Ulama lainnya.
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kabar duka kembali menyelimuti Nahdlatul Ulama. Empat hari setelah KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah meninggal dunia, seorang ulama berpengaruh lainnya, KH Ahmad Bagdja, berpulang ke rahmatullah. Keduanya dikenal sebagai ”matahari” NU yang bersinar pada masanya.
Ahmad Bagdja meninggal dunia, Kamis (6/2/2020) dini hari, pukul 01.09 WIB di RS Jakarta Medical Center (JMC). KH Ahmad Bagdja lahir di Cirebon, Jawa Barat, tahun 1945, dan dikenal sebagai salah satu orang dekat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Presiden ke-4 RI.
M Nabil Haroen, Ketua Umum Pagar Nusa, salah satu badan otonom di bawah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mengatakan, Bagdja konsisten dengan pengabdian kepada NU, keislaman, dan kebangsaan.
Beliau sosok yang istikamah untuk berjuang membesarkan NU dan Islam, selalu peduli dengan persoalan umat. Dari sosok beliau, generasi santri bisa belajar bagaimana berjuang dan mengabdi.
”Beliau sosok yang istikamah untuk berjuang membesarkan NU dan Islam, selalu peduli dengan persoalan umat. Dari sosok beliau, generasi santri bisa belajar bagaimana berjuang dan mengabdi,” katanya, Kamis, di Jakarta.
Ahmad Bagdja juga dikenal sebagai seorang pengader dan pendamping generasi muda. Di kalangan Pagar Nusa, ia dikenal sebagai sosok teladan yang selalu memberi nasihat, arahan, sekaligus teladan begi generasi muda.
”Kiai Ahmad Bagdja tidak kenal mengader santri agar menjadi pejuang sekaligus pemimpin. Mimpi-mimpi besarnya selalu menginspirasi. Juga, membangkitkan gairah dan semangat anak muda NU. Persentuhan saya pribadi dengan beliau menjadi pelajaran berharga, bagaimana konsisten mengabdi, berjuang, sekaligus membangitkan gerakan santri, baik di pesantren, Pagar Nusa, maupun Nahdlatul Ulama,” kata Nabil.
Orang dekat Gus Dur
Sekretaris Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU Marzuki Wahid mengatakan, Bagdja merupakan orang dekat Gus Dur yang mampu menerjemahkan pikiran-pikirannya ke dalam gerakan dan program sosial. Bagdja adalah seorang teknokrat sosial yang memahami bagaimana konsep keislaman dan kebangsaan itu berpadu.
”Jika Gus Dur adalah seorang ideolog yang pikirannya dilandasi oleh konsep ideologis, Bagdja adalah pelaksana atau teknokrat yang membumikan pikiran Gus Dur tersebut,” kata Marzuki.
Jika Gus Dur adalah seorang ideolog yang pikirannya dilandasi oleh konsep ideologis, Bagdja adalah pelaksana atau teknokrat yang membumikan pikiran Gus Dur tersebut.
Kehilangan dua tokoh besar dalam kurun waktu yang berdekatan, menurut Marzuki, juga menjadi pertanda munculnya generasi-generasi muda NU yang menggantikan generasi pada era Gus Dur ataupun Orde Baru. Gus Sholah dan Kiai Bagdja sama-sama berkhidmat pada era yang sama, dan mereka kini satu per satu pergi.
Semasa hidupnya, Bagdja pernah menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) periode 1977-1981, dan Sekretaris Jenderal PBNU periode 1989-1994. Ia juga merupakan salah satu perumus pendirian Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
”Ini harus dipandang sebagai pesan peremajaan semangat di tubuh NU karena para tokoh yang telah pergi itu merupakan generasi pendahulu yang memberikan banyak teladan bagi generasi selanjutnya. Kiprah mereka tentu harus dilanjutkan oleh generasi muda NU,” kata Marzuki.