Jaksa Terapkan Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap Benny Tjokro dan Heru Hidayat
Selain diduga melakukan tindak pidana korupsi, Benny Tjokro dan Heru Hidayat juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang terkait kasus Jiwasraya.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung akhirnya menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang terhadap dua tersangka dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah menjelaskan, pengenaan pasal tindak pidana pencucian uang terhadap Benny dan Heru dilakukan setelah penyidik memeriksa delapan saksi.
”Hasil pemeriksaan saksi-saksi sebelumnya terkait dugaan tindak pidana korupsi kedua tersangka juga sudah mengarah ke sana (tindak pidana pencucian uang),” katanya, Jumat (7/2/2020), di Kompleks Kejagung, Jakarta.
Tindak pidana pencucian uang (TPPU) diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ada tiga pasal yang mengatur konsekuensi hukum atas perbuatan itu, yakni Pasal 3, 4, dan 5.
Ancaman pidana penjara terhadap tersangka berkisar dari 5 tahun hingga 10 tahun. Sementara denda yang dikenakan kepada tersangka berkisar Rp 1 miliar-Rp 10 miliar.
Febrie belum bersedia menjelaskan besaran uang haram yang dicuci dan disamarkan oleh Benny dan Heru. ”Belum dong. (Penyidikan) masih berjalan. Yang pasti, dua (Benny dan Heru) sudah ditetapkan sebagai tersangka TPPU,” lanjutnya.
Sebelumnya, jaksa menjerat Benny dan Heru dengan Pasal 2 (primer) dan Pasal 3 (subsider) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal yang sama juga disangkakan kepada empat tersangka lain. Mereka adalah Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, bekas Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, bekas Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo, serta bekas Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
Catatan Kompas, tim penelusuran aset Kejagung sudah melakukan penelusuran terhadap aset Benny. Jaksa penyidik sebelumnya mengusulkan permohonan pemblokiran ke Badan Pertanahan Nasional atas 156 bidang tanah yang diduga milik Benny.
Penyidik sedang mencocokkan dokumen yang diperoleh dari hasil pemblokiran. Aset berupa tanah dan perumahan berada di sejumlah lokasi di Banten dan Jawa Barat.
Kemarin, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga sudah menerbitkan persetujuan penyitaan terhadap 41 kamar apartemen di Kuningan, Jakarta Selatan. Kamar-kamar itu merupakan milik Benny.
Pengacara Benny, Muchtar Arifin, belum menjawab pesan singkat dan telepon Kompas terkait penetapan TPPU atas kliennya.
Sementara pengacara Heru Hidayat, Soesilo Wibowo, menjelaskan, penyidik juga sudah menyita beberapa aset milik kliennya. Ia tidak ingat rincian aset Heru yang disita. ”Banyak,” ujarnya.
Soesilo juga sudah menerima surat perintah dimulainya penyidikan atas penetapan TPPU terhadap Heru. Menurut dia, penetapan TPPU merupakan kewenangan penyidik.
”Mungkin penyidik berhitung dengan TPPU akan dapat mengembalikan kerugian negara. Argumentasi kami terkait hal ini nanti saja disampaikan di persidangan,” katanya.
Dihubungi terpisah, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan, pengenaan TPPU terhadap tersangka mengharuskan ada kejahatan utama, dalam hal ini tindak pidana korupsi. Hasil kejahatan korupsi itu kemudian diduga disamarkan melalui pembelian atau pemindahan dana atas nama orang lain yang pada pokoknya bertujuan agar seolah-olah bukan dihasilkan dari kejahatan korupsi.
”Konsekuensinya tersangka diancam hukuman yang terberat ditambah sepertiga. Jika hakim menjatuhkan pidana mati atau seumur hidup, hukuman tidak boleh ditambahkan, kecuali pencabutan hak tertentu berupa perampasan barang dengan pengumuman putusan hakim,” ujarnya.