Kembali Berunjuk Rasa, Buruh Tak Ingin Dikorbankan demi Investasi
DPR berjanji akan memprioritaskan aspek kesejahteraan para pekerja dalam draf RUU Cipta Lapangan Kerja. Investasi tetap perlu didapat, tetapi tenaga kerja kita juga mendapat keuntungan dari investasi itu.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kelompok buruh yang tergabung dalam Konferensi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia berunjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, untuk memprotes Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Mereka tidak ingin regulasi itu merugikan buruh demi investasi.
Aksi unjuk rasa tersebut bersamaan dengan penyerahan draf omnibus law itu dari pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat. Sebelum berunjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2020) siang, massa yang diwakili Presiden Konferensi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea dan jajaran pengurus KSPSI diterima DPR.
Mereka ditemui Wakil Ketua DPR Rahmat Gobel, Wakil Ketua Komisi IX DPR Melky Laka Lena, serta anggota Komisi IX, Obon Tabroni dan Rahmad Handoyo.
Bersamaan dengan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyambangi Gedung DPR. Airlangga menyerahkan secara langsung surat Presiden dan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja kepada Ketua DPR Puan Maharani dan jajaran pimpinan DPR lainnya.
Ada sembilan poin yang dikhawatirkan bisa mengancam hak dan kesejahteraan buruh. Tuntutan itu disuarakan kelompok pekerja dalam aksi unjuk rasa dengan mengacu pada salinan draf RUU Cipta Lapangan Kerja terbaru yang beredar.
Beberapa poin itu antara lain penghilangan upah minimum dan sistem upah per jam yang tidak diatur dengan detail, penghilangan atau pengurangan pesangon, pengurangan jam kerja, perubahan sistem kerja, liberalisasi hubungan kerja, serta fleksibilitas penggunaan karyawan alih daya (outsourcing).
Selain itu, isu masuknya tenaga kerja asing (TKA) yang tidak memiliki keterampilan khusus (unskilled workers) dan bisa mengancam ketersediaan lapangan kerja pekerja lokal, jaminan sosial yang dikhawatirkan terancam hilang, serta upaya menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.
Tidak hanya secara substansi yang dikhawatirkan bisa mengancam hak-hak dasar dan kesejahteraan buruh, kelompok buruh juga memprotes proses formal penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja. Selama ini, proses penyusunannya tertutup dari publik dan tidak melibatkan kelompok pekerja yang terdampak.
Andi Gani mengatakan, pemerintah baru melibatkan asosiasi buruh untuk membicarakan substansi draf RUU Cipta Lapangan Kerja pada Selasa (11/2/2020) malam. Undangan untuk pertemuan dengan pemerintah itu baru diterima buruh pada Selasa siang.
Hal itu merujuk pada Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja.
”Niat pemerintah itu kami sambut baik, tetapi terlambat. Kenapa setelah semua jadi masalah dan penolakan ada di mana-mana, tim itu baru dibentuk?” kata Andi.
Niat pemerintah itu kami sambut baik, tetapi terlambat. Kenapa setelah semua jadi masalah dan penolakan ada di mana-mana, tim itu baru dibentuk?
Beberapa asosiasi pekerja yang dicatut dalam pembentukan tim itu pun sudah menyatakan menolak dilibatkan. Mereka antara lain Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) yang menyatakan sikap hari ini lewat keterangan pers resmi.
Andi pun meminta, ketika pembahasan bergulir di DPR nanti, buruh bisa diajak masuk dalam tim pembahasan. ”Kami siap untuk itu, kami punya tim dewan pakar. Kami harap DPR tidak sembunyi-sembunyi seperti pemerintah,” kata Andi.
Sebelumnya, pemerintah baru mulai melibatkan buruh sehari sebelum draf RUU Cipta Lapangan Kerja diserahkan oleh Menko Bidang Perekonomian ke DPR, hari ini. Para pekerja tidak mendapat kesempatan untuk ikut menentukan isi substansi RUU Cipta Lapangan Kerja.
Masukan buruh sedianya ditampung lewat pembentukan Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja. Tim itu dibentuk pada 7 Februari 2020 oleh Menko Bidang Perekonomian.
Ada 14 kelompok konfederasi dan serikat buruh yang dilibatkan dalam Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja. Namun, dalam pertemuan perdana di Kementeeian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Selasa (11/2/2020) kemarin, tidak semuanya hadir.
Sekretaris Menko Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, draf RUU Cipta Lapangan Kerja tetap diserahkan ke DPR, tidak menunggu proses konsultasi dengan perwakilan buruh yang baru dimulai sekarang.
”Draf tetap jalan terus dan akan diserahkan ke DPR. Tidak ada hubungannya dengan tim ini. Kita akan bersama mendetailkan substansi yang sudah ada dalam RUU ketika nanti dibahas di DPR. Pembahasan tidak mungkin dimulai lagi dari awal karena bisa panjang lagi,” katanya.
Memang, ini sangat rumit. Kita harus lihat bagaimana tetap mendapat investasi, tetapi tenaga kerja kita juga mendapat keuntungan dari investasi itu.
Rahmat Gobel yang juga seorang pengusaha mengatakan, sampai Rabu siang pimpinan DPR juga belum menerima draf resmi RUU Cipta Lapangan Kerja. Namun, ia berjanji, DPR akan memprioritaskan aspek kesejahteraan para pekerja dalam draf tersebut.
”Tentu akan kami perjuangkan karena kita harus secara riil melihat kenapa pemerintah mau ada RUU ini. Investasi ini mulai turun pada era globalisasi. Memang, ini sangat rumit. Kita harus lihat bagaimana tetap mendapat investasi, tetapi tenaga kerja kita juga mendapat keuntungan dari investasi itu,” katanya.