Parpol Ingin Dapat Penjelasan Soal Substansi RUU Cipta Kerja
Draf RUU Cipta Kerja masih belum dibahas di DPR. Di tengah kondisi ini, partai-partai politik di DPR sudah mulai meminta Satuan Tugas Omnibus Law Cipta Kerja untuk memaparkan inti RUU tersebut serta nilai urgensinya.
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah partai politik secara informal telah meminta Satuan Tugas Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja untuk memberikan sosialisasi mengenai substansi RUU tersebut. Sosialisasi yang diperlukan terutama menyangkut substansi pasal per pasal dari 11 kluster yang ada, serta urgensi isi dari RUU tersebut bagi transformasi struktural ekonomi nasional.
Proses pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja saat ini berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sejak surat presiden dan draf RUU diserahkan, pekan lalu. Namun, hingga saat ini belum ada jadwal rapat pimpinan (rapim) DPR guna membahas surpres RUU Cipta Kerja. Selain itu, pemerintah juga telah menyerahkan surpres, draf, maupun naskah akademik RUU Perpajakan yang juga dibentuk dengan metode omnibus law.
“Ada empat partai yang menghubungi saya, untuk meminta sosialisasi tentang omnibus law RUU Cipta Kerja. Ada teman dari Golkar, PKS, PAN, Gerindra, dan PDI-P. Pada dasarnya semua (parpol) minta penjelasan mengenai isi dari omnibus law ini secara informal supaya pemahamannya sama. Saya tidak melihat ini permintaan formal atau informal, tetapi kami mencoba melakukan yang terbaik,” kata Rosan Perkasa Roeslani, Ketua Satgas Omnibus Law RUU Cipta Kerja Kamis (20/2/2020) sore, seusai pertemuan dengan Redaksi Harian Kompas di Jakarta.
Rosan yang juga Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meyakini pembahasan omnibus law tersebut di DPR dapat diselesaikan dalam waktu 100 hari, sebagaimana target pemerintah. Permintaan sosialisasi dari partai-partai di DPR, menurut Rosan, baru diterima pihaknya, dan akan dipenuhi pada minggu depan sebagai bagan dari sosialisasi.
“Minggu depan, kami temui mereka untuk menjelaskan omnibus law itu urgensinya apa, isinya apa saja di dalam 11 kluster. Sebab drafnya saja ada 1.000 halaman, dan naskah akademiknya ada 2.000 (halaman). Tentu itu berpotensi memicu perbedaan persepsi. Oleh karena itu, mereka meminta kami melakukan sosialisasai sehingga ada pemahaman yang sama,” ujarnya.
Rosan juga membantah pembahasan omnibus law berlangsung tertutup. Satgas, kata dia, baru diberi tugas menyosialisasikan RUU tersebut kepada publik secara luas setelah surpres dan draf RUU diserahkan kepada DPR. Sebagai anggota satgas, mereka dimintai menandatangani kesepakatan untuk tidak membuka informasi apapun tentang draf RUU omnibus law tersebut sebelum draf resminya diserahkan kepada DPR.
“Karena memang dalam penyusunannya ada beberapa perubahan, sehingga dinamis sekali. Prosesnya berjalan terus, dan masih banyak perubahan waktu itu. Jangan sampai draf pertama berubah, lalu disampaikan kepada publik, dan ternyata berubah lagi pada draf kedua, dan ketiga. Hal itu malah menimbulkan kekacauan dan pemahaman berbeda di publik,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, RUU Cipta Kerja itu belum dibahas oleh DPR karena memang belum dibahas dalam rapat pimpinan DPR. Namun, atensi publik yang besar terkait substansi RUU tersebut dihargai DPR.
“Justru saya mau berterima kasih terhadap atensi dari publik terhadap RUU ini, sehingga apa yang disampaikan oleh publik menjadi bahan masukan. Nanti akan kamis masukkan atensi publik ini di dalam pembahasan. Dengan demikian, RUU ini buat kita semua, termasuk pekerja,” kata Dasco.
Pembahasan di DPR juga diyakini akan mampu mengatasi perbedaan persepsi yang berkembang di masyarakat terkait susbtansi RUU yang kontroversial. “Kalau ada kekeliruan itu menurut saya diperbaiki pada saat pembahasan bersama di DPR. Mana saja yang salah ketik, salah persepsi, itu disamakan, dan kemudian dibahas bersama. Lalu kita masukkan pendapat dari publik,” katanya.
Dasco juga mengatakan, tidak menutup kemungkinan DPR akan membuat forum diskusi kluster, baik yang menyangkut upah, sertifikasi halal, dan kedudukan serta nasib pekerja lainnya agar persoalan itu menjadi jelas, dan tidak timbul kontroversi.