”Omnibus Law” Kembali Mendapatkan Penolakan dari DPD
Sejumlah alasan menjadi dasar Komite III Dewan Perwakilan Daerah menolak RUU Cipta Kerja. Salah satunya karena hanya fokus pada peningkatan investasi tanpa mempertimbangkan hak pekerja dan asas desentralisasi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah Komite I Dewan Perwakilan Daerah keberatan dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19, kali ini penolakan muncul dari Komite III DPD. Mereka meminta DPR menghentikan pembahasan regulasi yang dibentuk dengan metode omnibus law itu karena tidak mempertimbangkan hak pekerja.
Dalam rilis yang disampaikan Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) M Rahman, Sabtu (18/4/2020), komite berpandangan, RUU Cipta Kerja bertentangan dengan asas otonomi daerah yang tertuang pada Pasal 18 Ayat (2) dan Ayat (5) UUD 1945. Pasal tersebut mengakui keberadaan pemerintah provinsi, kabupaten/kota yang menganut asas otonomi seluas-luasnya dan tugas pembantuan.
Selain itu, RUU Cipta Kerja juga melanggar hak asasi warga negara, seperti hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, yakni jaminan kesehatan, hak pendidikan yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi, serta melepaskan kewajiban negara untuk menyediakan dan memberikan hak-hak tersebut kepada swasta dan/atau asing.
Menurut Rahman, RUU Cipta Kerja akan menimbulkan ketidakpastian hukum. ”Dalam hal terjadinya pelanggaran, tidak jelas norma hukuman yang harus diterapkan karena norma tentang pelanggaran dan/atau sanksi yang terdapat dalam undang-undang yang menjadi muatan RUU Cipta Kerja tersebut beberapa di antaranya tidak direvisi dan/atau dicabut,” ujarnya.
Komite III juga melihat RUU Cipta Kerja hanya dominan dalam peningkatan investasi tanpa mempertimbangkan hak-hak pekerja, asas desentralisasi, dan aspek lainnya.
Tidak hanya itu, menurut Rahman, RUU Cipta Kerja juga cacat formil karena tidak melibatkan unsur partisipasi masyarakat dalam pembentukannya sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Sebelumnya, Komite I DPD juga menolak pembahasan RUU Cipta Kerja. Alasan utamanya, pembahasan tidak tepat jika dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Saat dihadapkan pada ancaman pandemi, seharusnya seluruh elemen bangsa fokus mengatasinya. Terlebih Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 telah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional (Kompas, 17/4/2020).
Namun, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya menilai permintaan Komite III DPD terlalu prematur. Sebab, materi dalam RUU yang mereka protes masih bisa berubah saat pembahasan.
”Jadi, belum apa-apa sudah masuk ke substansi. Prematur jadinya. Yang disampaikan oleh teman-teman di DPD itu nanti ada masanya. Ini kita baru menapaki anak tangga pertama,” kata Willy.
Menjawab protes Komite III tersebut, ia berjanji Panitia Kerja RUU Cipta Kerja, yang sudah dibentuk Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk membahas RUU Cipta Kerja, akan membuka ruang bagi segala aspirasi dan masukan. Semua pemangku kepentingan akan diberi ruang seluas-luasnya terkait RUU ini. Ruang ini juga menjadi uji publik terhadap RUU Cipta Kerja.
Dengan dibukanya ruang aspirasi tersebut, kata Willy, sepanjang tidak ada ketentuan bahwa DPR dalam keadaan vakum atau dibekukan, mereka tetap akan bekerja termasuk dalam fungsi legislasi. Willy mengungkapkan, teknis pembahasan RUU Cipta Kerja akan diatur sesuai protokol pencegahan Covid-19.
Terkait dengan keterlibatan DPD dalam pembahasan RUU Cipta Kerja, DPR akan melihat terlebih dulu aturan yang ada. Mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2012, DPD diputuskan bisa terlibat dalam pembahasan undang-undang sepanjang terkait dengan kewenangannya. Namun, DPD tidak bisa terlibat dalam persetujuan atau pengambilan keputusan.
Apakah kewenangan dimaksud itu termasuk ikut serta dalam pembahasan RUU Cipta Kerja, DPR perlu membahasnya terlebih dulu.
Senada dengan Willy, Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan, peran DPD dalam pembahasan RUU Cipta Kerja sebatas memberi masukan.