Sejumlah Napi Kembali Terlibat Kriminalitas, Program Asimilasi dan Integrasi Terus Dilanjutkan
Sebagian narapidana yang keluar dari lembaga pemasyarakatan kembali melakukan kejahatan. Kemenkumham harus bekerja sama dengan pemda agar para napi yang dikeluarkan tersebut memiliki pekerjaan atau jaminan sosial.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program pengeluaran melalui asimilasi dan pembebasan melalui hak integrasi warga binaan pemasyarakatan akan terus dilaksanakan meskipun ada warga binaan yang kembali melakukan kejahatan setelah menjalani program itu. Untuk mencegah terjadinya tindak pidana, penguatan Balai Pemasyarakatan harus terus dilakukan dengan melibatkan penegak hukum dan pemerintah daerah setempat.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti mengatakan, warga binaan yang dikeluarkan melalui program asimilasi berada dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan (Bapas). ”Kami terus berkoordinasi dengan penegak hukum setempat hingga ke tingkat RT/RW,” kata Rika saat dihubungi di Jakarta, Selasa (21/4/2020).
Dia menegaskan, pengeluaran napi melalui program asimilasi dan pembebasan melalui program integrasi akan terus dilakukan sampai dengan berakhirnya darurat Covid-19. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Rika menegaskan, hingga saat ini masih terus dilakukan evaluasi terkait program pengeluaran ini untuk perbaikan. Meskipun demikian, ia memastikan bahwa napi yang dikeluarkan melalui program ini telah memenuhi syarat.
Adapun syarat tersebut di antaranya telah menjalani dua pertiga masa pidananya dan tidak terkait Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
”Mereka sudah dinilai berkelakuan baik selama di dalam (lapas), mengikuti program pembinaan dengan baik, dan tidak melanggar peraturan yang ditetapkan lapas, rutan, atau LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak). Mereka juga sudah diberi tahu peraturan yang harus dipatuhi selama asimilasi di rumah dan konsekuensinya (apabila melanggar), apalagi melakukan pelanggaran hukum lagi,” tutur Rika.
Ditjen Pemasyarakatan juga sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk membantu para napi agar dapat menjalani kehidupannya di luar lapas. Rika menyebutkan, seperti Pemda Lampung, misalnya, telah membantu memberikan Kartu Prakerja. Ia pun berharap pemda lainnya memberikan bantuan kepada para napi agar bisa menjalani kehidupannya di luar lapas.
Rika juga berharap masyarakat mau menerima kembali napi yang telah dikeluarkan tersebut dan tidak memberikan stigma kepada mereka. Ia ingin masyarakat tidak memandang negatif napi yang dikeluarkan melalui asimilasi karena ada yang melakukan kejahatan lagi. Menurut Rika, jumlah napi yang melakukan tindak pidana lagi sangat kecil sehingga jangan memandang bahwa semua napi yang dikeluarkan akan melakukan kejahatan lagi.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, para napi yang dikeluarkan melalui program asimilasi sudah melaksanakan dua pertiga hukuman pidananya dan saat ini telah kembali ke masyarakat. Mereka menjalani asimilasi di rumah.
Ada 28 napi yang sedang menjalani program asimilasi kembali melakukan tindak pidana.
Akan tetapi, beberapa napi melakukan kejahatan lagi. Ia menyebutkan, ada 28 napi yang sedang menjalani program asimilasi kembali melakukan tindak pidana. Napi itu melakukan kejahatan, seperti pencurian, penipuan, pelecehan seksual, dan penganiayaan. Kasus tersebut di antaranya terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.
Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, menegaskan, kebijakan pengeluaran warga binaan karena melebihi kapasitas seharusnya perlu dievaluasi kembali, salah satunya terkait komunikasi kepada publik agar masyarakat tidak panik dengan kebijakan ini. Pemberian pemahanan tersebut juga dibutuhkan agar tidak ada stigma terhadap warga binaan yang dikeluarkan. Selain itu, masyarakat dan keluarga warga binaan dapat ikut membina mereka.
Melihat program ini telah berjalan dan telah mengeluarkan lebih dari 38.000 orang, sebaiknya pengawasan dari pihak kepolisian diperketat. Menurut Ninik, peran kepolisian sangat besar untuk menjaga keamanan dan sebaiknya kepolisian juga mengajak masyarakat untuk ikut membantu mengawasi.
Selain itu, pemerintah harus memberikan bantuan agar mereka dapat hidup di luar lapas. Sebagai contoh, pemerintah dapat memberikan bantuan dengan memberikan kartu prakerja, dana bantuan sosial, dan kartu BPJS.
Dia menegaskan, evaluasi efektivitas program ini juga harus dilakukan. Jika memang potensi ancaman penyebaran Covid-19 di lapas tersebut kecil, sebaiknya kebijakan ini perlu dipertimbangkan lagi.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengatakan, perlu ada kerja sama dengan Kementerian Sosial, dinas sosial, dan kepala daerah agar para napi yang dikeluarkan tersebut memiliki pekerjaan atau jaminan sosial. Meskipun demikian, Bapas harus serius bekerja karena mereka yang mengawasi.
”Jangan dihentikan pengeluaran karena esensinya untuk mencegah penjara menjadi tempat baru (penyebaran) Covid-19,” kata Asfinawati.