Tangkap Dua Tersangka, Masyarakat Sipil Tuntut KPK Juga Tangkap Buronan
Penangkapan oleh KPK terhadap AHB dan RS dinilai bukan hal yang begitu membanggakan untuk kepemimpinan KPK periode 2019-2023. KPK dituntut menangkap buron yang sudah lama ”hilang”, seperti Harun Masiku dan Nurhadi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap dua tersangka dalam perkara pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Bupati non-aktif Muara Enim, Sumatera Selatan, Ahmad Yani. Masyarakat sipil menuntut KPK juga bisa segera menangkap buronan lainnya, seperti Harun Masiku dan Nurhadi.
Dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Senin (27/4/2020),Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, KPK menangkap RS dan AHB pada Minggu (26/4) pukul 07.00 dan 08.30 di Palembang.
”Setelah diamankan, dua tersangka diperiksa di Kantor Kepolisian Daerah Sumatera Selatan. Selanjutnya, dua tersangka diberangkatkan ke Gedung Merah Putih KPK dan tiba pada Senin (27/4) sekitar pukul 08.30,” kata Alex.
Alex mengungkapkan, AHB merupakan Ketua DPRD Muara Enim, sedangkan RS adalah Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Muara Enim.
Keduanya diduga terlibat dalam kasus suap terkait proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim pada 2019. Perkara ini berawal dari penangkapan KPK pada 3 September 2019. Dari penangkapan itu, KPK menyita uang 35.000 dollar AS. KPK kemudian menetapkan tiga tersangka.
Mereka adalah Bupati Kabupaten Muara Enim Ahmad Yani, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar, serta pihak swasta, Robi Okta Fahlefi.
Saat ini persidangan Ahmad dan Elfin masih berlangsung, sedangkan Robi divonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang dengan pidana penjara tiga tahun dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup melalui penyidikan sejak 3 Maret 2020, KPK menetapkan AHB dan RS sebagai tersangka. KPK sudah mengirimkan tembusan informasi SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) pada 3 Maret 2020 kepada para tersangka. Selain itu, KPK juga sudah memanggil kedua tersangka sebanyak dua kali pada 17 April dan 23 April.
KPK telah memeriksa 10 saksi dan menggeledah beberapa tempat. Setelah memastikan keberadaan tersangka, KPK bekerja sama dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Selatan menangkap AHB dan RS. Alex mengatakan, dengan penangkapan ini, KPK berkomitmen terus menindak dan mengembangkan kasus korupsi sesuai dengan undang-undang.
”Meskipun dalam kondisi negara sedang dilanda wabah Covid-19, KPK akan terus bekerja. KPK bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk terus mencari para buron. Kami menghimbau agar para pihak yang dinyatakan tersangka dalam status daftar pencarian orang untuk segera menyerahkan diri,” kata Alex.
Kejar buron
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan, proses penangkapan oleh KPK terhadap AHB dan RS bukan hal yang begitu membanggakan untuk kepemimpinan KPK periode 2019-2023. Sebab, kasus ini merupakan pengembangan dari kepemimpinan KPK era sebelumnya.
Dia mengungkapkan, sejak pimpinaan KPK 2019-2023 dilantik, belum ada satu penindakan pun yang didasari penyelidikan pad era mereka memimpin. Dia menyebut, mulai dari penangkapan terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan, Bupati Sidoarjo, anggota DPRD Sumatera Utara, dan Muara Enim, semuanya merupakan pengembangan dari pimpinan KPK era sebelumnya.
”Langkah KPK saat ini sering menjadi sorotan publik. Lebih dari tiga bulan Firli Bahuri dilantik menjadi Ketua KPK, praktis tidak ada kelanjutan penanganan kasus-kasus besar. Mulai dari skandal korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia, pengadaan KTP elektronik, dan bailout Bank Century,” kata Kurnia.
Selain itu, KPK juga dinilai tidak mampu menangkap dua buronan, yakni bekas calon anggota DPR dari PDI Perjuangan, Harun Masiku, dan bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Harun menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap bekas anggota KPU, Wahyu Setiawan. Sementara Nurhadi menjadi tersangka kasus dugaan gratifikasi dan suap saat ia masih menjabat di MA.
Menurut Kurnia, waktu pencarian terhadap Harun Masiku dan Nurhadi sudah terlalu panjang dan berlarut-larut. Menurut dia, hal ini menyebabkan publik menilai bahwa KPK bukan tidak mampu menangkap mereka, melainkan memang tidak mau.