Novel Baswedan Sebut Pernah Diperingatkan Jenderal Polisi Bakal Diserang
Penyidik senior KPK Novel Baswedan menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan penyerangan terhadap dirinya di PN Jakarta Utara. Novel menyebut pernah diperingatkan jenderal polisi, akan ada penyerangan terhadap dirinya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, menegaskan, ia tidak mengenal Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, terdakwa kasus dugaan penyerangan terhadap dirinya. Novel juga menyebutkan bahwa ia pernah diperingatkan Kapolda Metro Jaya bahwa akan ada penyerangan terhadapnya.
Pernyataan tersebut diungkapkan Novel dalam sidang pembuktian di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (30/4/2020). Selain Novel, sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Djuyamto tersebut juga menghadirkan saksi pelapor Yasri Yudha Yahya.
Saat ditanya oleh hakim tentang hubungan Novel dengan kedua terdakwa, Novel selalu menegaskan bahwa ia tidak mengenal mereka. ”Saya tidak kenal, tidak pernah komunikasi, tidak pernah ketemu, atau berhubungan dengan kedua pelaku,” kata Novel.
Pernyataan Novel tersebut berbeda dengan dakwaan yang dibacakan jaksa pada sidang sebelumnya pada Kamis (19/3/2020). Dalam surat dkawaan tersebut disebutkan, Rahmat melukai Novel karena benci. Rahmat menganggap Novel telah mengkhianati dan melawan institusi Polri. Adapun saat penyerangan terhadap Novel terjadi, Rahmat dan Ronny merupakan anggota Polri.
Novel menyebutkan, penganiayaan terhadap dirinya terjadi pada 11 April 2017 setelah ia pulang shalat dari Masjid Al-Ikhsan di dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Adapun jarak lokasi penyiraman dengan masjid sekitar 20 meter. Saat itu, ia berjalan sendiri dan tiba-tiba didekati dua orang yang berboncengan mengendarai sepeda motor.
Ia merasa pengendara sepeda motor tersebut berjalan pelan mendekati dirinya. Secara spontan Novel ingin menengok ke arah pengendara motor tersebut. Namun, sebelum sampai melihat pengendara motor tersebut, wajahnya telah disiram cairan oleh orang yang membonceng dari samping kanannya dengan jarak sekitar 1 meter.
Novel meyakini bahwa cairan tersebut merupakan air keras, bukan aki atau asam sulfat seperti yang disebutkan pada sidang sebelumnya. Ia yakin cairan tersebut air keras karena baunya menyengat dan Novel merasa seperti ada luka bakar di wajah. Selain itu, beton di sekitar tempat kejadian dan tempat terdakwa mempersiapkan air keras juga melepuh.
Setelah merasakan rasa sakit, Novel membuka baju gamisnya dan segera mencari air untuk membasahi mukanya. Karena tiba-tiba pandangannya menjadi rabun, Novel pun menabrak sebuah pohon yang membuat pelipisnya benjol. Ia berteriak minta tolong dan dibawa tetangganya kembali ke masjid untuk membasuh mukanya dengan air.
Setelah penyiraman tersebut, kedua matanya menjadi putih dan Novel sempat berobat ke Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading, serta ke Jakarta Eye Center (JEC) Menteng, Jakarta Pusat. Setelah dibantu dokter kepresidenan, Novel pun mendapatkan perawatan secara intensif di Singapura.
Sebelum penyiraman terjadi, Novel mengaku pernah diancam beberapa kali, seperti ditabrak saat mengendarai motor. Ia juga telah diperingatkan Komisaris Jenderal (Purn) M Iriawan yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kepolisian Metro Jaya bahwa akan ada penyerangan terhadap dirinya.
Seminggu setelah ketemu dengan Iriawan, beberapa orang mengamatinya. Hal tersebut diungkapkan para tetangga Novel. Karena curiga ada orang yang mengamati Novel, tetangganya pun memfoto orang-orang yang dianggap mencurigakan. Novel pun merasa bahwa penyerangan ini terkait dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK.
Sebelumnya dalam kesempatan berbeda, M Iriawan membantah pernah memperingatkan Novel soal bakal ada penyerangan terhadap dirinya. Namun, Iriawan mengakui pernah bertemu dengan Novel untuk bersilaturahmi (Kompas.com 11/7/2019).
Pekerjaan terganggu
Akibat penyerangan ini, mata kiri Novel tidak bisa melihat lagi, sedangkan penglihatan mata kanannya tidak sempurna. Alhasil, pekerjaannya sebagai penyidik KPK pun terganggu dan ia tidak dapat melihat dengan jelas wajah orang di hadapannya.
Adapun Yasri, tetangga Novel yang melaporkan peristiwa penyerangan tersebut ke kepolisian, sempat mengamankan barang bukti yang ada di sekitar tempat kejadian perkara. Yasri mengakui, sisa air di dalam cangkir yang digunakan terdakwa untuk menyiram wajah Novel berbau menyengat. Cangkir tersebut berada di sekitar lokasi kejadian.
Saat membawa Novel ke Rumah Sakit Mitra Keluarga, Yasri juga mencium bau menyengat dari wajah Novel. Wajah Novel terlihat merah dan kedua matanya terlihat putih. Selain itu, pelipis Novel juga terlihat berdarah bekas luka benturan dengan pohon.
Keberatan
Penasihat hukum terdakwa curiga bahwa luka di mata Novel hanyalah sebuah rekayasa. Mereka sempat ingin membuktikan bahwa Novel hanya menggunakan lensa kontak. Namun, tuduhan tersebut langsung dibantah Novel dan ia merasa tersinggung dengan tuduhan tersebut. Novel tidak keberatan jika matanya harus dipegang untuk membuktikan kebenaran. Ia memastikan apa yang ada di mata kirinya tidak bisa dilepas.
Rahmat mengungkapkan keberatannya ketika cairan yang digunakan untuk menyiram Novel disebut air keras. Ia menegaskan cairan yang digunakannya merupakan air aki, bukan air keras. Selain itu, ia juga sudah menyiapkan cangkir dari rumah dan ia duduk di atas kursi kayu, bukan di atas beton.
Sidang ini akan dilanjutkan pada Rabu, 6 Mei 2020, pukul 10.00 WIB dengan menghadirkan para saksi yang pertama kali menolong Novel.